JAKARTA, KOMPAS.com - Sertifikat halal adalah dokumen yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha khususnya kuliner.
Kewajiban sertifikasi halal tertuang dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2013 tentang Jaminan Produk Halal.
Undang-Undang No. 4 Tahun 2013 mewajibkan sertifikasi halal bagi seluruh produk yang beredar di Indonesia, termasuk seluruh produk yang diproduksi oleh Usaha Mikro Kecil.
Pelaku UMKM bisa mengajukan sertifikat halal dengan skema self declare maupun reguler.
Lalu apa perbedaan sertifikat halal self declare dan sertifikat halal reguler?
Kepala Provinsi Halal Center Cendikia Muslim selaku pendamping pengurusan sertifikat halal, Dini Ruhyati Wulandari mengatakan, sertifikat halal dengan skema self declare dan reguler sama-sama diakui oleh pemerintah. Perbedaan antara skema self declare dan reguler yang pertama adalah soal biaya.
Dikutip dari halalcenter.id, alam pengurusan sertifikat halal self declare, pelaku UMKM tak dikenakan biaya alias gratis. Biaya pengurusan sertifikat halal sudah dianggarkan dalam APBN, APBD, atau fasilitator yang memfasilitasi UMK.
Sementara itu, sertifikat halal skema reguler, pelaku UMKM dikenakan biaya Rp300.000 dan biaya pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebesar Rp.350.000 sehingga biaya yang keluarkan oleh pelaku UMK melalui skema reguler adalah Rp.650.000.
Pelaku UMKM yang mengajukan sertifikat halal skema self declare bisa memilih Lembaga Pendamping PPH yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama seperti Ormas Islam, Perguruan Tinggi yang terakreditasi, dan Lembaga Keagamaan Islam yang berbadan hukum di Indonesia.
"Bisa menemui pendampingnya yang sudah teregistrasi oleh Kementerian Agama, memiliki nomor registtrasi. Pendampingnya bisa dicari di website halal.go.id," tambah Dini.
Selanjutnya, pelaku UMKM memilih nama Pendamping PPH yang akan mendampingi pelaku usaha dalam pendampingan PPH. Pendamping PPH dari Lembaga Pendamping akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan verifikasi dan validasi (verval) terkait PPH di perusahaan tersebut.
Pelaku UMKM yang mengajukan sertifikasi halal dengan skema reguler bisa memilih LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama seperti PT Sucofindo, PT Surveryor Indonesia, dan LPH lainnya.
Selanjutnya, auditor halal dari LPH akan visit ke lokasi pelaku usaha untuk melakukan audit terkait PPH di perusahaan tersebut.
"Sertifikat halal self declare itu khusus UMKM atau pedagang kecil yang omzetnya kurang dari 500 juta setahun dan hanya punya satu otlet. Misalnya di omzetnya kurang dari 500, tapi punya 2-3 outlet, itu tak bisa," ujar Dini saat ditemui di Jakarta baru-baru ini.
Dini mengatakan, proses pengurusan sertifikat halal skema self declare relatif mudah dan cepat tergantung kelengkapan data yang diberikan oleh pelaku UMKM. Pendamping pengurusan sertifikat halal self declare nantinya akan membantu segala pengurusan.
"Untuk jenis sertifikatnya, sertifikat halal self declare sama dan tak ada bedanya dengan sertifikat halal reguler. Tak usah takut disebut abal-abal dengan self declare. Sertifikat halal baik reguler dan self declare itu berlaku seumur hidup selama tak ada penambahan bahan atau proses produksi," ujar Dini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.