Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Hastin Atasasih, Berbisnis dan Lestarikan Batik Khas Purworejo

Kompas.com - 12/05/2022, 16:00 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

PURWOREJO, KOMPAS.com - Hastin Atasasih (46) duduk menghadap ke meja di dalam warung kelontong miliknya, Rabu (11/5/2022) siang. Di belakang Hastih, batik-batik beraneka motif dan warna tertata rapi di sebuah etalase. Batik-batik itu merupakan sejumlah batik yang bermotif khas Purworejo, Jawa Tengah.

Hastin merupakan warga kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah yang kini tinggal di Jalan Jenar KM 1, Kedungkamal, Grabag, Purworejo. Ia membuka usaha toko batik di rumahnya sekaligus warung kelontong. Hastin adalah satu dari sejumlah perajin dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) batik khas Purworejo yang masih eksis hingga saat ini.

"Saya awalnya membatik kan mulai dari tahun 2015. Awalnya dapat pelatihan dari Dinas Perindustrian, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kabupaten Purworejo selama 10 hari," kata Hastin kepada Kompas.com saat ditemui di rumahnya, Rabu (11/5/2022) siang.

Saat itu, Hastin bersama ibu-ibu lainnya di Desa Kedungkamal mendapatkan pelatihan untuk membatik secara tulis. Seiring berjalannya waktu, Hastin mengembangkan kemampuannya secara periodik. Hastin kemudian belajar membatik secara cap dan eco printing.

"Setelah itu kami kembangkan, mulai ada pesanan dari perangkat daerah. Kemudian masuk ke online, lama-lama anyak pesanan-pesanan dari luar daerah. Alhamdulillah sampai saat ini terus berkembang dan saya kembangkan terus. Motifnya kita update, desain-desain juga di-update," ujar Hastin.

Koleksi batik khas Purworejo bermotif durian dan manggis milik Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo pada Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian.

 menunjukkan koleksi batik khas Purworejo di rumahnya, Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Koleksi batik khas Purworejo bermotif durian dan manggis milik Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo pada Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian. menunjukkan koleksi batik khas Purworejo di rumahnya, Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian.
Mengusung nama merek Batik Arimbi, Hastin membuat desain-desain batik tulis secara mandiri. Motif-motif yang ia buat seperti motif-motif khas Purworejo.

Motif-motif batik khas Purworejo yang Hastin buat seperti motif tarian dolalak, kambing Etawa, durian, manggis, dan aneka hewan laut di pesisir Purworejo.

Hastin juga mengikuti tren-tren batik yang kekinian seperti teknik eco printing. Ia pun juga menjahit batik-batik dengan kombinasi tertentu jika ada waktu luang. Semua itu dilakukan demi membumikan batik di kalangan anak muda.

"Batik tulis masih ada sampai sekarang. Cuma kan trennya lagi eco print. Kita ikutin tren mas. sekarang kan batik bisa dikombinasikan ya. Dengan polos, lurik. Biar fashionable, anak muda jadi suka," kata Hastin.

"Kalau baju jadi, saya kadang bikin baju. Kalau ada waktu, saya bikin baju. Karena sedikit jadi cepat laku," ujar Hastin sambil tertawa.

Batik-batik yang Hastin sediakan dijual dengan harga beragam tergantung teknik pembuatan dan motif. Batik tulis misalnya dijual mulai dari harga Rp300.000 untuk ukuran dua meter. Namun, ia tak menampik harga batik tulis yang ia buat bisa mencapai harga Rp800.000.

Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo menunjukkan koleksi batik khas Purworejo bermotif tarian dolalak di rumahnya, Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian.KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo menunjukkan koleksi batik khas Purworejo bermotif tarian dolalak di rumahnya, Rabu (11/5/2022) siang. Batik Purworejo memiliki motif-motif khas yang berasal dari hasil bumi dan kesenian.

"Semakin penuh motifnya, kan semakin mahal. Kalau batik cap ini, mulai harga Rp200.000. Kalau yang eco print, Rp300.000. Kainnya katun primisima. Jadi sudah bagus. Kalau yang eco print bahan sutra, Rp800.000. Pokoknya kami utamakan kualitas," kata Hastin.

Ia pun kini terus membatik untuk melestarikan dan mempromosikan batik khas Purworejo. Hastin ingin batik khas Purworejo bisa terkenal di kancah nasional maupun internasional. Hastin bermimpi batik khas Purworejo bisa terkenal seperti batik khas Pekalongan maupun Solo.

"Setiap daerah kan batiknya punya ciri khas tersendiri. Kita malah pengin batik Purworejo terkenal sampai ke luar negeri. Ya pengen batik Purworejo terkenal batiknya. Makanya, dari perajin batik kita pengen dibantu promosinya jadi batik Purworejo itu terangkat," tambah Hastin.  

Membatik, Pemberdayaan Ekonomi Lokal dan Edukasi Masyarakat

Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo memberikan pelatihan membatik khas Purworejo bermotif tarian dolalak untuk mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMKM).Dok. Hastin Atasasih Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) asal Kedungkamal, Grabag, Purworejo memberikan pelatihan membatik khas Purworejo bermotif tarian dolalak untuk mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMKM).

Jalan untuk membatik bagi Hastin bukan sekedar untuk berbisnis semata. Lewat batik, ekonomi lokal bisa turut menggeliat. Lapangan kerja terbuka dan tentunya menjadi kanal edukasi membatik.

"Sebenarnya batik itu prospeknya (secara ekonomi) bagus juga. Kita juga bisa berdayakan masyarakat sekitar. Ibu-ibu yang tadinya tak ada kegiatan, kan lumayan diminta nyanting (proses perekatan malam ke kain batik) dan dapat uang," kata Hastin.

Setelah mendapatkan pelatihan, Hastin pun terus mengembangkan batik. Dari kemampuan membatik dan mengembangkan bisnis ia pelajari. Saat pesanan batik tulis sedang banyak, Hastin pun mengajak teman-teman sebayanya yang pernah ikut pelatihan untuk membantu mencanting dan mewarnai batik.

Hastin bercerita, ibu-ibu yang ia ajak untuk membatik mayoritas merupakan ibu rumah tangga. Mereka juga seorang petani musiman. Pekerjaannya di sawah pun tergantung musim bercocok tanam.

"Jadi sampingan ibu-ibu kalau siang-siang daripada ngobrol-ngobrol, kan sayang toh. Kita kasih kerjaan. Daripada gitu, nyanting dapat uang. Misalnya pas dapat pesenan banyak, kita undang buat nyanting dan pewarnaan. Pas pesenan banyak ya lumayan juga penghasilannya," kata Hastin.

Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) bersama ibu-ibu membuat batik tulis khas Purworejo di rumah produksinya di Desa Kedungkamal, Grabag, Purworejo, Jawa Tengah pada Kamis (26/3/2022) siang.Dok. Hastin Atasasih Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di bidang batik, Hastin Atasasih (46) bersama ibu-ibu membuat batik tulis khas Purworejo di rumah produksinya di Desa Kedungkamal, Grabag, Purworejo, Jawa Tengah pada Kamis (26/3/2022) siang.
Hastin berharap, ibu-ibu di desanya bisa memanfaatkan waktu luang lewat ajakannya membatik. Dengan begitu, kemampuan membatik pun akan terus ada. Transfer pengetahuan membatik pun bisa terus berjalan sambil berbisnis.

"Kan ibu-ibu daripada nganggur, kan bagus ya kalo punya keterampilan kan lumayan. Ibu-ibu PKK kan lumayan bisa nyambi di rumah. Nanti bisa titip, saya bantu jual," ujar Hastin.

Di sela-sela kegiatannya berbisnis batik, Hastin pun juga memberikan pelatihan membatik untuk mahasiswa dan warga Kedungkamal baik laki-laki maupun perempuan. Hastin pun merasa senang jika ada anak muda yang ingin belajar membatik. Ia bercerita sempat memberikan pelatihan membatik untuk mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo.

"Kemarin ada mahasiswa saya ajarin. Mereka ada tugas akhir untuk membatik. Ya meski harus bolak-balik ke kampus, selama seminggu, saya senang kalo anak muda mau belajar batik," tambah Hastin.

Hastin pun berharap batik khas Purworejo bisa semakin eksis di Indonesia. Apalagi, batik Indonesia sudah resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda. Ia tak ingin batik diklaim sebagai budaya dari luar Indonesia.

"Kan sayang warisan nenek moyang, leluhur kita mau diambil orang. Jadi bagaimana kita bisa melestarikan. Makanya kalo ada yang mau belajar, saya ajarin. saya seneng banget," tambah Hastin sambil terus menunjukkan motif-motif batik khas Purworejo di rumahnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau