JAKARTA, KOMPAS.com - La Dame in Vanilla bukan sekedar produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) biasa. La Dame in Vanilla justru berhasil membangkitkan komoditas vanila di Indonesia yang hampir punah.
Pendiri “La Dame in Vanilla” Lidya Rinaldi menceritakan bisnisnya berawal saat komoditas vanila di Indonesia hampir punah. Kepunahan komoditas sudah di depan mata karena harga jualnya yang sangat murah dan petani tak lagi mau menanam komoditas unggulan tersebut.
“La Dame in Vanilla memulai bisnis usaha ini pada saat vanila Indonesia di titik terendah. Jadi La Dame in Vanilla seperti menghidupkan kembali vanila Indonesia. Walaupun kontribusi kami sedikit, tapi kami ada impact-nya,” kata Lidya di Jakarta, Jumat seperti dikutip dari Antara.
La Dame in Vanilla merupakan UMKM asal Bali yang mulai menjual ekstrak vanila untuk umum pada tahun 2016. Lidya awalnya membuat ekstrak vanila hanya untuk konsumsi pribadi dan dibagikan kepada tamu hotel di tempatnya bekerja.
Ekstrak vanila buatan Lidya mendapatkan respon baik. Ia pun sadar vanila punya nilai yang berharga.
Lidya membuat ekstrak vanila dengan bahan baku yang dibeli di pasar swalayan. Lidya kemudian mendapatkan tantangan yaitu tak tersedianya bahan baku di pasaran saat usahanya mulai berjalan.
“Jadi saya bingung, sudah mulai ada yang beli, tahu-tahu bahan bakunya sudah nggak ada. Saya riset lagi, saya sampai telepon ke Dinas Pertanian, dia bilang enggak ada lagi yang jual vanila,” cerita Lidya.
Lidya pun ambil inisiatif agar ekstrak vanila La Dame in Vanilla tetap dapat diproduksi. Ia mencari dan membujuk para petani yang memiliki pengalaman menanam vanila untuk bekerjasama.
Bagi Lidya, mencari petani vanila yang mau bekerja sama dengannya bukan hal yang mudah. Para petani masih tak mau menanam vanili lantaran harga jual buah vanili yang rendah.
Salah satu tantangan terbesar, kata Lidya, bagaimana meyakinkan mereka untuk bekerja sama dengannya karena kebanyakan pihak yang mendatangi petani vanili biasanya dari kalangan tengkulak atau orang asing.
“Saya juga enggak mau menjanjikan apa-apa ke petani. Saya cuma bilang, ‘Oke kita coba. Kita akan sama-sama, Pak. Bapak tanam (vanila) karena saya nggak bisa menanam dan saya nggak ngerti. Begitu ada hasilnya, saya bisa memproses dan saya bisa menjualnya,” kata Lidya.
Kini telah banyak petani vanila yang bermitra dengan La Dame in Vanilla yang tersebar di 10 titik di Indonesia, seperti Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Sulawesi. Namun, Lidya mengatakan pihaknya fokus membangun kerja sama dengan petani Bali mengingat basis produksi La Dame in Vanilla berada di Baali.
“Aku melihat ini bisa menjadi peluang bisnis. Dengan aku jadikan ini peluang bisnis, aku bisa memberikan peluang yang lebih banyak lagi kepada para petani yang tadinya sudah (menyerah), vanila kita itu benar-benar sudah hampir punah,” kata Lidya.
Ia menambahkan bahwa masih banyak petani yang belum memahami proses menanam vanila yang baik, kebanyakan hanya asal menanam, memanen, dan mengeringkan. Lidya menekankan, proses menanam yang baik dan melewati proses panjang akan menghasilkan vanila yang berkualitas.
“Makanya kalau di La Dame in Vanilla, para petani yang bekerjasama dengan kami, kami selalu melakukan edukasi karena mereka butuh diingatkan terus-menerus,” ujar Lidya.
La Dame in Vanilla berkembang dan kini tak hanya memproduksi ekstrak vanila, melainkan vanilla bean paste, vanilla sugar, vanilla sea salt, hingga yang terbaru ada vanilla collagen. Seluruh produk La Dame in Vanilla halal dan tidak mengandung alkohol seperti kebanyakan ekstrak vanila impor.
Lidya sempat bingung mengapa masyarakat masih mengonsumsi artificial vanilla. Padahal seharusnya ekstrak vanila murni bisa diakses dengan mudah mengingat potensi yang dimiliki Indonesia.
Ia menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil terbesar vanila di dunia setelah Madagaskar. Sementara vanila sendiri merupakan rempah termahal di dunia setelah safron.
“Kebetulan La Dame bahannya enggak banyak karena kami mengutamakan natural. Proses pembuatan vanila di kami sangat panjang karena kami benar-benar concern dengan kualitas,” ujarnya.
Lidya menekankan pentingnya menjalankan bisnis yang produknya dapat menghasilkan solusi bagi orang lain sehingga bisnis akan hidup secara berkelanjutan, seperti yang ia lakukan di La Dame in Vanilla.
“Dan kalau misalnya kita melakukan itu (bisnis) karena passion, ketika kamu bosan, kamu cukup mengingat kembali kalau kita sebenarnya menyukai hal tersebut,” katanya.
Menurut Lidya, pihak pemerintah seperti beberapa kementerian sempat mengunjungi dan menengok lokasi produksi 'La Dame in Vanilla'.
Ia berharap pemerintah, baik pusat dan daerah, selanjutnya bisa lebih memperhatikan dan menyadari lagi mengenai potensi UMKM dalam memproduksi produk berbahan dasar vanila mengingat jenis tanaman ini harus terus dilestarikan dan menjadi kebanggaan Indonesia.
“Vanila itu harus kita lestarikan karena ini adalah warisan untuk anak cucu kita nantinya, bagimana caranya (tetap ada), ini kan kebanggaan, ya. Mungkin 'La Dame in Vanilla' dan aku sendiri itu memberikan hanya sedikit kontribusi. Aku terlalu cinta dengan Indonesia, begitu tahu vanila mau mati kayaknya sedih banget,” kata Lidya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.