JAKARTA, KOMPAS.com - Desa Gunung Wangi Kecamatan Kaligesing dikenal sebagai sentra produksi gula aren rumahan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Bahkan, sebagian besar penduduknya memproduksi gula aren sebagai mata pencaharian.
Sebenarnya, tak hanya gula aren saja yang diproduksi puluhan warga di sini, melainkan juga mengolah buah kolang kaling. Namun, buah kolang-kaling hanya dipanen saat bulan puasa karena permintaannya melonjak tajam.
Saat ini, Desa Gunung Wangi secara penuh warganya memproduksi gula aren. Dari 70-an kepala keluarga yang ada, sebanyak 47 kepala keluarga warganya memproduksi gula aren.
Seperti yang dilakukan Karyanto (46). Setiap hari saat matahari mulai menampakkan sinarnya, kepulan asap hasil pembakaran kayu untuk memanaskan air nira selalu membumbung dari dapur miliknya yang berukuran tak lebih dari 5x6 meter.
Karyanto mendapat keahlian mengolah air nira menjadi gula aren ini dari orangtuanya. Keahlian membuat gula aren diajarkan secara turun temurun di keluarganya.
Seolah sudah menjadi bagian hidupnya, memanen air nira dan membuat gula aren dilakukannya setiap hari dan dibantu oleh istrinya.
"Ya kita ambil air niranya setiap pagi dan sore nanti kita kumpulkan baru kita masak, saya yang bagian ambil istri yang masak," kata Karyanto pada Minggu (25/9/2022).
Panci yang sudah mulai menghitam dan mulai usang, menandakan pekerjaan yang dilakukan Karyanto dan panci tersebut tak mudah. Setiap harinya kurang lebih 5 kilogram gula aren diproduksi oleh keluarga Karyanto.
Dalam sebulan keluarga Karyanto dapat menghasilkan gula aren asli khas Gunung Wangi rata-rata sebanyak 1,2 kuintal. Banyak sedikitnya produksi memang tergantung dengan alam. Saat musim penghujan seperti ini puluhan pohon aren milik karyanto hanya sedikit yang bisa menghasilkan air nira.
Menurut karyanto, sukrosa (pembentuk gula) air nira aren berbeda menurut musimnya masing-masing. Pada musim hujan kadar sukrosa lebih rendah dibandingkan dengan musim kemarau. Selain itu gula yang dihasilkan lebih sedikit pada musim penghujan, proses memasaknya juga jauh lebih lama.
"Kalau bahasa sini namanya Nderes (mengambil air nira). Sebelum Nderes memang ada beberapa persiapan, seperti menyiapkan Bumbung (wadah aira nira dari bambu) untuk menampung hasilnya," kata Karyanto.
Bahan pembuatan gula aren asli di Desa Gunung Wangi diambil dari air nira pohon aren yang masih sangat melimpah di wilayah tersebut. Kebanyakan masyarakat Gunung Wangi masih menggantungkan hidup dari menyadap pohon nira aren.
"Yang kita produksi gula aren asli tanpa campuran sama sekali, setelah dimasak selama beberapa jam, air nira yang sudah mengental, kami masukkan kedalam tempurung kelapa setengah lingkaran sebagai cetakan," kata Karyanto.
Produksi gula aren siap jual milik Karyono harganya berkisar Rp 16.000 sampai dengan Rp 19.000 per kilogram. Meskipun proses pembuatannya cukup memakan waktu lama, harga yang ditawarkan relatif cukup murah.
Dalam sebulan omzet produksi gula aren bisa mencapai Rp3 juta per kepala keluarga yang memproduksi gula aren.
Gula aren murni Desa Gunung Wangi memiliki ciri khas yang mudah dikenali, yakni rasanya yang manis legit, tekstur gulanya tak mudah patah. Ciri lain yang paling mencolok yakni bentuk gula aren khas Desa Gunung Wangi adalah bulat setengah lingkaran mengikuti pola batok kelapa.
Untuk memasarkan produknya, Karyanto sudah tak bingung lagi. Ia sudah hafal toko kelontong dan distributor mana saja yang akan mengambil gula aren miliknya. Puluhan tahun menggeluti produksi gula aren membuatnya sudah terkenal di kalangan pebisnis gula.
"Alhamdulillah sudah banyak yang tahu, gula aren kita sudah terjual hingga keluar daerah seperti Kebumen, Magelang, Wonosobo bahakan sampai Yogyakarta," ujar Karyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.