JAKARTA, KOMPAS.com - Dito's Artventure, salah satu proyek anak penyandang disabilitas, ikut meramaikan acara Karya Tanpa Batas dan menunjukkan peluang wirausahanya.
Dito merupakan seorang anak penyandang autisme dan maestro di balik project Dito's Artventure. Ia mulai menunjukkan lalu mengembangkan potensi kemampuan dan passion-nya dalam membuat karya seni dan kerajinan tangan kini.
Sang ibu, Lies Dina menyampaikan, dirinya melihat sang anak memiliki potensi untuk mengembangkan project-nya ke arah sebuah usaha di bidang kriya. Tujuan utama Dito's Artventure adalah menjadikan Dito sebagai sosok yang mandiri.
"Tentunya kita harus membuat Dito mandiri dan bisa memiliki dirinya sendiri ke depannya," ujar Lies saat ditemui dalam acara Karya Tanpa Batas oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Exhibition Hall Smesco, Jakarta, Selasa (20/12/2022).
Lies mengakui, proses membuat Dito untuk bisa bersosialisasi memakan waktu yang lama. Ya, 21 tahun lamanya.
"Anak saya ini umurnya sudah 23 tahun dan mengidap autisme sejak usia 22 bulan. Di fase awal itu dia tidak mengenali siapa pun termasuk saya dan tidak ada kontak sama sekali," jelas Lies.
Namun, seiring berjalannya waktu, Lies melihat bukan hanya soal bersosialisasi saja, melainkan Dito harus bisa menjadi sosok independen demi kepentingan masa depannya.
Salah satu upaya Lies adalah dengan terus membimbing dan mendampingi Dito dalam merintis project pribadinya tersebut hingga sekarang mereka mulai berencana untuk menjadikan Dito's Artventure sebagai wadah sang anak berkarya dan mendapatkan penghasilan sendiri.
Sejak awal, Lies terus membekali Dito dengan pendidikan-pendidikan yang tepat bahkan hingga jenjang sekolah menengah atas (SMA) didampingi oleh para terapis khusus.
"Untuk pendidikan yang terakhir, yaitu D3 jurusan design di London School. Di sanalah kita menemukan bakat Dito. Dengan (kerajinan tangan) ini, dia bakat seninya terlihat," ungkap Lies.
Terdapat beberapa produk seni yang dibuat Dito, seperti kain Shibori dengan teknik celup, gambar sulaman, lukisan, gelas, goody bag, dan beberapa produk kriya lainnya.
Awalnya, Lies tak berpikir untuk menjual hasil karya Dito. Namun, setelah mengikuti pameran, termasuk pameran Karya Tanpa Batas, ternyata banyak permintaan. Permintaan datang dari pengunjung yang menunjukkan potensi bisnis dari apa yang Dito kerjakan selama ini.
"Kami jadi punya semacam ide dan keyakinan untuk masa depan Dito, mau dan akan seperti apa nantinya," ujar Lies.
Lies awalnya mulai mencoba menghitung nilai dari produk seni yang dibuat oleh Dito karena bergabung dengan yayasan Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) dan ditawarkan untuk mengikuti exhibition. Selama ini, ia dan keluarga sama sekali tidak berpikir untuk memberi harga dari produk-produk karya Dito tersebut.
"Kami juga tidak tahu cara mencari untungnya seperti apa karena bukan itu yang kami mau. Kami cuma ingin anak saya punya pekerjaan dan dihargai," tutur Lies.
Melalui apa yang dijalankan Dito, Lies meyakini anak penyandang disabilitas, utamanya autisme bisa melakukan sesuatu untuk sesama, termasuk diri mereka sendiri.
"Semoga ke depannya mereka tidak akan menjadi beban untuk masyarakat dan negara, tapi mereka bisa berproduksi juga. Makanya saya senang sekali diundang oleh KemenkopUKM karena ternyata Dito dan karyanya juga bisa masuk ke ranah yang bisa menjadi masa depannya dia," tambah Lies.
Sampai saat ini, Lies juga sedikit menceritakan proses pembuatan produk kriya Dito tentu mengalami beberapa hambatan. Seorang anak yang mengidap autisme perlu banyak diberikan pengertian dan konsen untuk menjalankan sesuatu, termasuk hobi dan passionnya.
Lies beserta terapis yang selalu mendampingi akan mengikuti keinginan dan mood Dito dalam membuat produk atau karya baru tanpa paksaan.
Saat ditanyakan perihal apa yang perlu diketahui dan dipersiapkan oleh orangtua lain dengan cerita yang sama, Lies menyampaikan bahwa setiap anak adalah amanah dan berkat yang perlu terus didampingi.
"Bahwa setiap anak itu adalah amanah yang diberikan oleh Tuhan dan Tuhan tidak pernah salah dalam memberikan karunianya. Jadi, jangan pernah lelah dan menyerah karena suatu hari pasti kita menemukan suatu berkat yang diberikan melalui anak-anak kita," pungkas Lies.
Setiap anak punya kesempatan yang sama, termasuk bagi mereka yang merupakan penyandang disabilitas. Mereka bisa ikut berkarya, memproduksi sesuatu, bahkan memiliki usahanya sendiri jika didampingi dan didukung dengan cara yang tepat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.