JAKARTA, KOMPAS.com - Tiktok Indonesia menanggapi polemik ancaman Project S Tiktok Shop yang disebut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) bisa merugikan bisnis UMKM di Indonesia.
Ketakutan KemenKopUKM tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
"Kami ingin mengklarifikasi bahwa inisiatif e-commerce sebagaimana tercantum di dalam artikel di atas (Project S Tiktok Shop) tidak tersedia di Indonesia," demikian keterangan resmi Tiktok Indonesia yang diterima Kompas.com pada Jumat (7/7/2023) malam.
Baca juga: Project S TikTok Shop Bisa Merugikan UMKM, Teten Masduki: Revisi Permendag 50 Perlu Dipercepat
KemenKopUKM juga menilai ada produk asing yang dijajakan di TikTok Shop dan e-commerce. Padahal, produk-produk tersebut sudah banyak diproduksi oleh industri dalam negeri sehingga Indonesia tak perlu lagi mengimpor produk tersebut.
"Tidak ada bisnis lintas batas (cross-border) di TikTok Shop Indonesia," lanjut pihak Tiktok Indonesia.
TikTok Indonesia berkomitmen untuk memberdayakan penjual lokal dan UMKM di Indonesia, dan akan terus berinvestasi di Indonesia. Salah satunya adalah inisiatif TikTok Jalin Nusantara yang telah diumumkan pada acara TikTok SEA Impact Forum.
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk mempercepat revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Revisi ini diperlukan agar bisnis UMKM tak terganggu oleh kecurigaan hadirnya Project S TikTok Shop.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menegaskan, untuk mengatasi ancaman hadirnya Project S Tiktok Shop sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020.
Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, tetapi hingga kini masih belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul juga kebijakan terbaru tentang PSME.
"KemenKopUKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, KL lain dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag, namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgent. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan," kata Teten dalam siaran pers.
Dengan revisi ini, industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen. Pasalnya, dengan revisi ini harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM.
Permendag 50 ini diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia.
Pun kebijakan ini bisa membatasi produk-produk impor masuk ke pasar digital Tanah Air.
"Kita bukan ingin menutup pasar Indonesia untuk produk asing. Tapi, kita ingin produk asing atau impor mengikuti aturan main yang sama dengan produk dalam negeri dan UMKM," ujar Teten.
Baca juga: 5 Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Gunakan TikTok untuk Berbisnis