JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia mencatat hadirnya teknologi finansial, digitalisasi produk dan jasa keuangan, dan aktivitas bisnis online telah mampu membantu pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mengantisipasi dampak Covid-19 terhadap usaha yang dijalankan.
Survey BI pada 2021 menunjukkan bahwa 20 persen dari UMKM berhasil memitigasi dampak pandemi Covid-19 dengan mendigitalisasi rencana bisnis dan memanfaatkan pemasaran melalui media online.
"UMKM berada pada pusat dari ketidakstabilan ekonomi karena banyaknya sektor UMKM yang paling terdampak pembatasan kegiatan masyarakat. Dampak dari pandemi terhadap kelompok rentan dan UMKM, khususnya perempuan dan pemuda, mungkin akan bertahan lebih lama dari perkiraan," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Doni P Joewono, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: UMKM, Pahami Pentingnya Legalitas Bisnis
Merujuk data BI pada 2021, sebanyak 77,95 persen UMKM mengalami dampak negatif dari pandemi Covid-19, di mana pendapatan mereka berkurang dan pengeluaran operasional mereka justru bertambah.
Untuk itu pemerintah Indonesia berusaha memitigasi dengan cara meningkatkan program jaminan sosial, termasuk untuk pelaku UMKM.
"Krisis COVID-19, menunjukkan bahwa negara dengan sistem jaminan sosial dan infrastruktur pembayaran yang maju, serta akses yang luas terhadap keuangan digital, lebih siap dalam melakukan pembayaran jaminan sosial yang efektif," katanya.
Dalam kesempatan itu, Doni juga menyatakan bahwa inovasi dalam mempromosikan inklusi keuangan digital perlu diseimbangkan dengan melakukan mitigasi terhadap risiko dari aktivitas digital di sektor keuangan.
Pasalnya bersamaan dengan digitalisasi sektor keuangan yang terus berkembang, risiko-risiko baru juga bermunculan yang perlu segera dimitigasi.
"Sebuah studi CGAP baru-baru ini pada tahun 2021 mengidentifikasi risiko baru yang paling menonjol seperti penyalahgunaan data dan penipuan, terutama konsumen layanan keuangan digital pemula dan rentan," kata Doni.
Baca juga: Teten Masduki Ajak Mahasiswi Muda Jadi Wirausaha, Kenapa?
Risiko baru tersebut termasuk penipuan aplikasi seluler, penipuan identitas sintetis, pelanggaran identitas biometrik, dan bias algoritmik.
Sementara itu, risiko lain meliputi pelanggaran data, penipuan pertukaran SIM, pemasaran agresif, praktik penagihan utang, penyelesaian sengketa yang tidak efektif, dan risiko alokasi kewajiban, menjadi semakin buruk.
"Penting untuk mencapai keseimbangan antara inovasi dalam mempromosikan inklusi keuangan digital dan menyadari, menilai, serta mengatur risiko-risiko yang bermunculan," imbuh Doni.
Inklusi keuangan digital menjadi salah satu prioritas utama dalam Presidensi G20 Indonesia pada 2022 yang diharapkan dapat menghasilkan Kerangka Inklusi Keuangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.