BORONG, KOMPAS.com - Kornelia Lahu Jumpa yang biasa disapa Mama Neli Jumpa (64), seorang ibu rumah tangga di Kampung Peot, Kelurahan Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur merawat usaha mikro kecil dan Menengah (UMKM) pangan lokal bernama Jojong.
Jojong merupakan warisan nenek moyang orang Manggarai, pada umumnya dan Manggarai Timur khususnya.
Saat ini, agak jarang kaum perempuan di Manggarai Timur mengolah jojong yang berbahan jagung dan sorgum untuk dimakan dan dijual demi mendapatkan penghasilan keluarga.
Hanya Mama Neli Jumpa yang setia dan tekun merawat makanan kekhasan masyarakat lokal Manggarai Timur.
Mama Neli Jumpa terus tekun, sabar, fokus dengan keterampilan memasak jojong dengan periuk tanah yang belajar secara otodidak dari orang tuanya.
Kini makanan jojong, bukan hanya sekedar makanan, tetapi menjadi salah satu usaha mikro kecil dan Menengah (UMKM) di Manggarai Timur yang berbasis keterampilan ibu rumah tangga. Bahkan industri kecil berbasis rumah tangga.
"Saya ingin mewariskan keterampilan untuk merawat keberlanjutan dan keberlangsungan makanan khas dari nenek orang Manggarai dan Manggarai Timur. Zaman dulu sebelum mengenal nasi, makanan pokok orang Manggarai dan Manggarai Timur, yaitu jagung, sorgum dan makanan jenis lainnya. Zaman itu padi sangat langka, jadi orangtua memasak nasi jagung, jojong, sorghum. Tahun 1965, orang Manggarai dan Manggarai Timur makan nasi bulgur," jelas Mama Neli Jumpa kepada Kompas.com di kediamannya di Kompleks Peot pada Kamis, (6/10/2022).
Mama Neli Jumpa mengisahkan, sejak zaman Bupati Manggarai Timur, Yoseph Tote sudah menggiatkan UMKM berbasis industri rumah tangga. Salah satu pangan lokal yang dikembangkan sambil merawat warisan ini yakni usaha kecil jojong.
Saat Hari Keluarga Nasional 2016, jelas Mama Neli Jumpa, ada pameran pangan lokal tingkat nasional di Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur. Saat itu Kabupaten Manggarai Timur ikut memamerkan pangan lokal di standnya dengan pangan lokal jojong.
"Saat itu saya bersama dengan tim PKK Kabupaten Manggarai Timur mempraktekkan langsung cara masak jojong," tambah Mama Neli.
Saat itu, jojong laku dan terjual habis di stand-nya dan meraih penghargaan tingkat Nasional. Saat itu tim PKK mendapatkan piala penghargaan.
"Saat pameran itu, Istri Gubernur NTT, Julie Laiskodat makan jojon yang diolah berbahan jagung. Hingga saat ini Istri Gubernur NTT saat berkunjung di Manggarai Timur selalu memesan pangan lokal jojong. Selain itu, pejabat dari Pemerintah pusat yang berkunjung di Manggarai Timur selalu disuguhkan pangan lokal jojong di rumah Jabatan Bupati Manggarai Timur di Kompleks Golo Lada, Kelurahan Kota Ndora, Kecamatan Borong," jelas Mama Neli Jumpa.
Mama Neli Jumpa menceritakan, pernah mengalami keadaan tak punya uang. Di dompetnya hanya ada uang Rp1.000. Tak diduga, Mama Neli Jumpa mendapatkan pesanan untuk membuatkan makanan jojong senilai Rp700.000.
"Pengalaman itu membuat saya terus semangat untuk mempertahankan dan mengembangkan pangan lokal basis industri rumah tangga. Saat ini banyak orang pesan pangan lokal jojong dari Kota Ruteng, Labuan Bajo dan beberapa kerabat di luar Manggarai Timur," kata Mama Neli Jumpa.
Mama NeliJumpa menjelaskan, harga pangan lokal jojong Rp 50.000 dan kalau jojong jagung dicampur dengan kacang keledai dijual dengan harga Rp 75.000.
"Jadi lumayan pendapatan ekonomi keluarga dari industri rumah tangga seperti pangan lokal jojong," jelas Mama Neli Jumpa, perempuan yang lahir pada Maret 1958 tersebut.
Mama Neli Lahu Jumpa juga sudah 14 tahun di Pokja III PKK bagian pangan, Sandang dan Tatalaksana Rumah Tangga dan menjadi pelatih UMKM pangan lokal di Manggarai Timur.
"Pangan lokal jojong sudah mulai punah maka digalakkan lagi pelatihan bagi kelompok tani untuk membuat industri rumah tangga jojong. Saya biasa keliling Manggarai Timur bersama tim PKK melatih kaum perempuan untuk memasak jojong," ujar Mama Neli Jumpa.
Lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Boawae ini mengisahkan setelah tamat dari SPG Boawae di Kabupaten Nagekeo (dulu masih Kabupaten Ngada sebelum dimekarkan) bergabung di komunitas Muda Mudi Katolik (Mudika) di Paroki Cancar, Kevikepan Ruteng.
Kemudian, ia diutus oleh Keuskupan Ruteng mengikuti kursus pembina Mudika (Muda Mudi Katolik) selama 1 tahun.
Kursus ini dibiayai oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan biaya hidup oleh Keuskupan Ruteng. Saat itu kursus Teknologi Tepat Guna Makanan Ringan dan les Komunikasi untuk membuat tulisan drama.
"Saat itu saya bisa mengetik di mesin ketik dengan 10 jari dan mendapatkan nilai A dari para pengajar di sana. Saya juara 1 tulisan tentang mengarang. Judul mengarangnya, saya masih ingat sampai sampai saat ini " Cinta Tuhan dan Cinta Manusia, Keterbukaan, saling percaya dan mengendalikan diri," ujar Mama Neli Jumpa.
"Selain itu, saya juara 1 lomba masak di Pati, Jawa Tengah. Saat itu saya praktekkan masak?Tiwu. Saat itu masaknya dari bambu karena zaman itu belum tidak ada periuk di Manggarai Timur. setelah pulang dari Pati, Jawa Tengah, saya bekerja di bagian ekonom Keuskupan Ruteng dengan gaji Rp 60.000 perbulan pada 1983-1985. kemudian saya pindah di Yayasan Sukma Keuskupan Ruteng, saat itulah saya saya bertemu Bapak Rokus Jumpa," tambah Mama Neli Jumpa.
Mama Neli Lahu Jumpa mengisahkan sewaktu kecil dirinya memakan jojong yang dimasak orangtuanya. Ia pun rindu dengan kenangan masa kecil.
"Untuk itu saya merawat tradisi masak pangan lokal, khususnya makanan jojong," kata Mama Neli Jumpa.
Mama Neli Lahu Jumpa menjelaskan, bagi penderita diabetes disarankan makan pangan lokal jojong untuk menurunkan kadar gula darah. Saat ini Mama Neli Lahu Jumpa mengembangkan pangan lokal jojon yang berbahan sorgum.
Selain itu industri kecil berbasis rumah tangga yang dikembangkannya yaitu keripik pelepah pisang. Ini semua merupakan makan alternatif tanpa minyak goreng.
Mama Neli Lahu Jumpa menjelaskan cara masak pangan lokal jojong yakni pertama siapkan tepung jagung, mentega, kelapa yang sudah diparut, dan susu tiga senduk. Bisa juga dimasak langsung tepung jagung.
Jadi nama Jojonh jagung, begitu bahan untuk jojong sorghum. Bisa dicampurkan dengan kacang kedelai sesuai pesan dari para pembeli. Alat-alat masak yakni bambu bulat dan lewing tana (periuk tanah). Memasaknya juga dengan tungku api (Likang bahasa lokal) dengan kayu api.
"Saya sudah mewariskan keterampilan industri kecil ini kepada anak perempuan saya. Dan anak perempuan saya sudah bisa masak pangan lokal jojong," kata Mama Neli Jumpa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.