Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saparudin, “Guru” yang Lahirkan Puluhan Pebisnis Tempe di Citeureup Bogor

Kompas.com - 11/03/2024, 18:12 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mata Saparudin (64) berbinar ketika Kompas.com datang ke rumahnya di Kampung Sanja, Citeureup, Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dengan tergopoh-gopoh dia menarik kursi dan mempersilakan kami duduk.

Di Kampung Sanja, Saparudin dikenal sebagai sosok perintis usaha tempe dan tahu di Citeureup. Ada puluhan murid yang telah berguru kepadanya, dan sekarang telah menjadi perajin tempe mandiri.

Saat berbincang dengan Kompas.com, Saparudin mengisahkan bahwa usaha tempe yang dia rintis di Kampung Sanja pada tahun 1980an telah turut membantu puluhan orang mandiri secara ekonomi.

Baca juga: Mengintip Guyubnya Perajin Tempe di Kampung Sanja Citeureup Bogor

“Alhamdulillah, yang bertahan di sini (Kampung Sanja) ada 17 tukang tempe. Mereka adalah orang-orang perantauan yang ikut saya. Saya mengajari orang-orang itu mengerti bisnis tempe,” jelas Saparudin, Selasa (5/3/2024).

Banyaknya karyawan Saparudin yang menjadi perajin tempe mandiri tidak lepas dari entry barrier untuk masuk ke usaha ini relatif tidak terlalu berat.

Menurut Saparudin, untuk mengawali usaha tempe, yang diperlukan seseorang hanya modal untuk beli bahan baku, seperti kedelai, plastik pembungkus, serta bahan lain yang diperlukan.

Sepanjang memiliki pengetahuan pembuatan tempe, seseorang bisa langsung menjadi produsen bahan makanan ini.

Setelah tempe berhasil diproduksi, produsen tersebut bisa menjual sendiri kepada tukang sayur keliling maupun dititipkan ke pedagang yang ada di pasar.

“Jika mereka tidak punya tempat untuk produksi, mereka bisa pakai tempat saya dan tinggal menyewa saja. Dari situ, akhirnya banyak orang-orang yang ikut saya yang menjadi pengusaha tempe,” jelas dia.

Usaha yang Menjanjikan

Menjadi produsen tempe, jika ditekuni, akan bisa menjadi usaha yang menjanjikan. Hal ini setidaknya dirasakan oleh sejumlah “anak didik” Saparudin.

Salah satu produsen tempe yang pernah belajar dari Saparudin adalah Destir (60). Dia mengaku, omzet dari penjualan tempe dalam sehari bisa mencapai Rp 2,4 juta.

“Saya dalam sehari memerlukan sekitar 1 kuintal kedelai dengan harga Rp 1,3 juta per kuintalnya. Dari situ, saya bisa menjual di kisaran Rp 2,4 juta,” kata dia.

Destir mengatakan usaha tempe ini bisa menjadi sumber pendapatan utama sehari-hari. Apalagi, permintaan tempe di masyarakat hampir tidak ada penurunan.

Seorang perajin tengah mengemas kedelai yang siap dibuat tempeKOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Seorang perajin tengah mengemas kedelai yang siap dibuat tempe

Murid-murid Saparudin lain pun juga menyatakan hal yang sama, bahwa usaha tempe ini menopang perekonomian keluarga sehari-hari.

Karena ketekunan para perajin inilah, mereka akhirnya memiliki tempat tinggal sendiri di Kampung Sanja, Citeureup, Bogor. Rumah para perajin ini saling berdekatan, dan hal ini sekaligus menjadi pengingat bahwa mereka memiliki pijakan awal yang sama: berguru pada Saparudin.

Berkembangnya usaha tempe di Kampung Sanja ini juga tidak lepas dari dukungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI melalui fasilitas pinjaman KUR dan non-KUR.

Mantri BRI Unit Citeureup Bagja Gumilang menyatakan pelaku usaha tempe di Kampung Sanja menjadi salah satu klaster UMKM unggulan di Citeureup karena turut memberdayakan ekonomi masyarakat.

“Jika ada produsen tempe yang mengajukan pinjaman kepada kami, mereka akan kami prioritaskan karena track record bagus,” kata Bagja.

Baca juga: Kisah Usaha Tempro Canavalia, Manfaatkan Kacang Koro Jadi Produk Tempe

Bagja menjelaskan, klaster tempe adalah salah satu klaster UMKM yang ada di Citeureup. Klaster usaha lainnya juga ada, yakni perajin logam, khususnya yang memproduksi alat-alat masak.

“Memang di wilayah Citeureup, ekonomi masyarakat lebih banyak ditopang oleh perdagangan, salah satunya adalah perdagangan bahan pokok. Sementara untuk pertanian dan perikanan, itu hampir tidak ada di sini,” jelas dia.

Ekspansi ke Usaha Tahu

Sebagai printis usaha tempe, Saparudin mengaku bangga karena telah berhasil membantu banyak orang memiliki usaha sendiri. Karena hal itulah, dia pada sekitar tahun 2015 mencoba untuk memulai hal baru, yakni berbisnis tahu.

Usaha tahu yang dijalankan tersebut bermula ketika dia diminta pemerintah untuk menjadi fasilitator karena maraknya penggunaan formalin dalam tahu.

Dari situlah, dia memahami proses pembuatan tahu serta mengetahui seluk-beluk industrinya.

Baca juga: Berbisnis Biji Kedelai, Apa Saja Pilihannya?

Beda dari usaha tempe, bisnis tahu lebih padat modal. Peralatan yang lebih canggih diperlukan guna mendukung produksi bahan makanan yang sama-sama menggunakan bahan baku kedelai ini.

“Sampai sekarang saya bergerak di tahu. Untuk bisnis tempe, bisnis duah saya serahkan ke istri saya,” kata Saparudin.

Menurutnya, selain memerlukan modal dan peralatan, usaha tahu ini juga punya aturan sendiri, terutama dalam pemasaran.

Papan penunjuk ATM di BRI Unit Citeureup BogorKOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Papan penunjuk ATM di BRI Unit Citeureup Bogor

Jika tempe tidak ada organisasi yang mengatur harga, di industri tahu terdapat kelompok yang turut menentukan harga.

“Jika ada kenaikan harga, itu kami bahas bersama-sama. Dari situ, paguyuban mengeluarkan surat pemberitahuan untuk kenaikan harga. Kalau tempe, harga bisa ditentukan sendiri oleh produsennya,” ungkap dia.

Saparudin menjelaskan, berkembangnya usaha tahu juga tidak lepas dari peran BRI yang sebelumnya telah memberikan fasilitas pinjaman untuk pengembangan usaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com