GIANYAR, KOMPAS.com - Pengusaha muda Bali, Ketut Dian Sugiantari (32) mengangkat potensi rempah-rempah di Nusantara menjadi produk perawatan kecantikan alami sekaligus untuk memberdayakan petani lokal.
"Saya mengembangkan usaha ini untuk membantu petani rempah-rempah karena Indonesia kaya sumber daya alam. Kami memanfaatkannya untuk bisa menjadi produk unggul," kata Sugiantari yang karib dipanggil Intari di Kabupaten Gianyar, Bali, Minggu seperti dilansir dari Antara.
Intari menyampaikan hal tersebut saat menerima kunjungan reses Anggota Dewan Perwakilan Daerah Dapil Bali Made Mangku Pastika yang mengadakan kegiatan reses bertajuk Upaya Meningkatkan Daya Saing Pelaku UMKM Herbal.
"Mudah-mudahan usaha yang saya rintis sejak 2018 ini bisa semakin maju dan membuka lapangan kerja lebih luas lagi," ucapnya ditemui di sentra produksinya di kawasan Desa Celuk, Gianyar ini.
Baca juga: Usaha Obat Herbal, Ini Peluang dan Strategi Bisnisnya
Intari memberi brand produknya dengan nama Nenek Moyang69. Produk yang dihasilkan berupa lulur dan masker untuk kulit serta wajah dengan menggunakan bahan rempah-rempah dan berbagai jenis daun berkhasiat obat seperti kunyit, kencur, kemiri, daun salam, seledri, kacang hijau, daun kelor, daun pegagan, daun liligundi serta beras merah.
Menurut dia, kebutuhan rempah-rempah dan dedaunan untuk memproduksi masker dan lulur cukup tinggi. Rata-rata kebutuhan per bulan untuk kencur (1,5 ton), kemiri (1,2 ton), sedangkan untuk daun pegagan, daun seledri, daun liligundi mencapai 3 ton.
"Untuk kencur dan kemiri, kami bahkan sampai mendatangkan dari petani di Flores karena kapasitas produksi dari petani Bali belum mencukupi. Sedangkan kunyit dan dedaunan masih mencukupi dari petani di Bali," kata Intari yang mengawali bisnisnya di usaha jasa konstruksi itu.
Intari menuturkan, dia mulai menekuni UMKM herbal Nenek Moyang69 setelah sempat mendapatkan tender untuk salah satu brand produk minyak herbal ternama di Bali pada 2017.
"Dari itu, memacu saya untuk mengembangkan produk herbal. Sedangkan racikannya berbekal resep yang diberikan dari nenek, yang kemudian saya kembangkan. Apalagi lulur atau di Bali yang dikenal dengan nama boreh memang berasal dari para leluhur kita," ucap Intari.
Baca juga: Kisah Heni Wijiastuti, Raup Cuan dari Hutan Kalimantan jadi Produk Herbal
Berbagai produk perawatan kulit badan dan wajah hingga mengatasi pegal-pegal yang dihasilkan sudah mengantongi sertifikat Halal dan terdaftar di BPOM.
"Untuk pemasarannya, kami memiliki distributor, agen dan reseller (pengecer) di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu dalam skala kecil sudah mulai ekspor untuk spa-spa di Australia dan Taiwan," katanya.
Intari berharap ada artis yang bisa menjadi "influencer" untuk produknya, di tengah permintaan pasar yang naik turun. "Jika permintaan bisa meningkat, mudah-mudahan semakin banyak bahan baku yang bisa dibeli dari petani kita," ujarnya.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengapresiasi bisnis yang dilakoni oleh Intari itu sejalan dengan tren gaya hidup sehat dunia "back to nature" atau kembali ke alam.
"Kita tentu harus menyambut tren 'back to nature' karena manusia itu ingin hidupnya sehat, ingin lebih alamiah sehingga lama kelamaan perawatan tubuh dengan bahan kimia tentu akan ditinggalkan," ucap mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Baca juga: Kisah Sukses Khalid, Bisnis Produk Herbal Bermodal Uang Pesangon PHK
Selain itu, usaha Nenek Moyang69 juga telah memanfaatkan kekayaan alam. "Kita bersyukur sekali Indonesia itu kaya alamnya, tanahnya, dan udaranya. Itu rahmat Tuhan yang di sini dimanfaatkan dengan baik," kata Pastika.
Menurut Pastika, yang tidak kalah penting, pelaku UMKM herbal ini sudah mulai bergerak dari hulu ke hilir, yakni mulai dari memanfaatkan lahan, memanfaatkan tanaman, memberdayakan petani dan memanfaatkan teknologi serta proses produksi sudah mengikuti kaidah kesehatan.
Tak hanya menghidupi petani di Bali, bahkan sampai petani di Flores karena kencur dan kemiri didatangkan dari sana. Di samping itu juga mampu menyerap tenaga kerja dan hasilnya untuk mendukung industri kebugaran yang memang sedang berkembang.
"Para petani daripada lahannya kosong, 'kan lebih baik ditanami daun liligundi, daun salam dan sebagainya. Itu saya kira tidak sulit karena banyak sekali lahan menganggur dan lahan kritis yang bisa dimanfaatkan para petani kita," kata Pastika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.