JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika MUI), Muti Arintawati mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada penyelesaian permasalahan halal di sektor hulu, baik yang diproduksi oleh perusahaan besar, menengah maupun Usaha Mikro Kecil (UMK).
Ketersediaan bahan dan jasa yang halal, akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal.
Hal tersebut menanggapi keputusan pemerintah untuk menunda kewajiban halal untuk UMK makanan dan minuman dari tahun 2024 menjadi 2026.
“Ini seperti efek domino. Jika persoalan di hulu selesai, maka sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Muti dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (18/5/2024).
Muti menekankan, prioritas target kategori wajib halal hendaknya tidak hanya menimbang skala usahanya semata, melainkan juga fokus ke tingkat kekritisan produknya.
Jika produk kritis tersebut merupakan bahan baku untuk membuat produk lain, maka luasnya cakupan penggunaan bahan ini juga perlu jadi perhatian.
“Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada. Yang disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMK, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain; terlepas dari skala bisnis pelaku usahanya. Hal ini karena pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar, namun juga dapat berasal dari pelaku usaha yang masuk dalam kategori kecil dan mikro,” ujar Muti.
Muti menyebutkan, UMK tak bisa berleha-leha meski wajib halal ditunda. Untuk sampai ke target pada Oktober 2026, lanjut Muti, perlu dibuat program dan target antara yang diterapkan secara tegas.
"Sehingga, pelaku usaha tidak menunda-nunda pengurusan sertifikat halal dan menunggu akhir masa penahapan. Hal ini tentu memerlukan sosialisasi secara masif," tambah Muti.
Muti menyampaikan, keputusan pemerintah ini pasti akan melegakan banyak pihak yang peduli dengan nasib UMK.
Melihat jumlah pelaku usaha dan sisa waktu penerapan wajib halal Oktober 2024, harus diakui bahwa UMK akan sulit dapat memenuhi tenggat waktu dan dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kelangsungan bisnis.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menunda kewajiban sertifikat halal bagi produk usaha mikro, kecil dan menengah dari 17 Oktober 2024 menjadi 2026 mendatang.
Sementara itu, kewajiban sertifikat halal tetap berlaku bagi usaha berskala besar hingga 17 Oktober 2024 mendatang.
"Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026. Sedangkan yang besar dan menengah tetap diberlakukan per 17 Oktober," kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai rapat terbatas membahas sertifikasi halal di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Airlangga menyebutkan, penundaan kewajiban sertifikasi halal tahun 2026 juga berlaku untuk produk obat tradisional, produk kimia kosmetik, aksesoris, barang guna rumah tangga, dan berbagai alat kesehatan.
Dengan demikian, sertifikasi tidak hanya berada di lingkup makanan dan minuman semata.
"Oleh karena itu, tadi Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur tidak 2024, tapi 2026," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.