Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsisten Pakai Bahan Baku Kulit Asli, Kuncoro Raup Omzet Rp 80 Juta Per Bulan

Kompas.com - 10/02/2022, 13:34 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah serbuan kulit imitasi atau barang KW, keberadaan para perajin kulit asli masih tetap bertahan dan berkembang.

Di luar produk sepatu, ada beragam produk yang mereka buat, seperti tas laptop, tas punggung, dompet, gantungan kunci, ikat pinggang, dan lain-lain.

Di Yogyakarta, seorang perajin kulit asal Yogyakarta, Dwi Kuncoro tetap konsisten untuk menjaga kualitas produknya dengan menggunakan bahan baku kulit untuk produk-produk yang dihasilkan.

Baca juga: Pemerintah Libatkan Pelaku UKM dalam Konversi Motor Listrik

Dwi Kuncoro merupakan pemilik usaha Kuncoro Leather yang bergerak di sektor pengolahan kulit dan aksesoris dengan bahan baku kulit olahan. Barang-barang yang diproduksi meliputi ikat pinggang, dompet, hingga tas.

Yogyakarta sudah pasti menjadi pasar utamanya. Di luar itu, barang-barang produksi Kuncoro Leather juga dijual ke berbagai daerah. Bahkan memasuki sentra-sentra yang menjadi basis produksi kerajinan kulit seperti halnya Garut, Tanggulangin Sidoarjo, serta Magetan.

"Saya menempuh strategi menjual ke sentra-sentra kulit dan saya berani melakukan itu. Istilahnya, ini strategi menjual minyak ke negara-negara Timur Tengah," ujar dia sambil terkekeh mengawali pembicaraan dengan Kompas.com, Kamis (10/2/2021).

Bisnis yang dijalankan Kuncoro tidak serta merta dijalankan begitu saja. Sebelumnya, dia memang sudah banyak bergelut dalam pengolahan kulit dan produksi kerajinan kulit.

Dijual ke PKL Malioboro

Dia menceritakan awal berbisnis kulit olahan tidak lepas dari orang tua Kuncoro yang memperkenalkan mengenai cara mengolah kulit untuk dijadikan kerajinan. Tahun 1992, dia mulai mencoba untuk membuat kerajinan dari kulit olahan.

Saat itu dia masih duduk di bangku SMIK. Produk pertama yang dia buat adalah ikat pinggang. Dengan memanfaatkan limbah kulit dari pabrik, dia membuat aksesoris tersebut untuk dijual ke para pedagang di Malioboro.

Produk yang dibuat ternyata laris karena setiap wisatawan yang datang ke Malioboro selalu mencari souvenir yang bisa dibawa pulang. Salah satu jenis souvenir tersebut adalah ikat pinggang.

Baca juga: Kembangkan Potensi Industri Fesyen dan Halal, BSI Gelar Hijab Market Indonesia

"Saya seminggu bekerja satu hari dan bisa menghasilkan 30 ikat pinggang. Dari kerja satu hari itu, uangnya bisa saya pakai untuk seminggu. Setelah itu saya kerja lagi. Begitu terus," kata dia.

Dalam perjalanannya, Kuncoro tak hanya membuat ikat pinggang. Dia merambah ke jenis kerajinan lain seperti halnya dompet dan tas.

Bisnis terus berkembang. Bahkan ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi tahun 1998, bisnis yang dijalankan Kuncoro justru berkembang pesat. Hingga pada tahun 2000 dia memilih untuk membeli mesin produksi.

"Saya kemudian menikah tahun 2003. Ketika itu saya berpikir bagaimana agar usaha ini bisa menghidupi keluarga. 

Dari situ, Kuncoro makin giat mengembangkan usaha. Pemasaran diperluas dan produk-produk baru dikembangkan dengan mengikuti trend.

Mengembangkan Jaringan

Sekitar tahun 2015, dia mulai berpikir untuk mengembangkan jaringan pemasaran. Salah satunya adalah lewat pameran. Dengan pameran, dia berharap bisa memperluas area pemasaran dan memperoleh pembeli baru.

Kemudian dia berinisiatif mengajukan pinjaman ke Pertamina. Kebetulan BUMN migas ini memiliki program untuk pemberian kredit lunak untuk UMKM sebagai bagian dari program PKBL perseroan.

Tas kulit buatan Kuncoro LeatherDok Kuncoro Leather Tas kulit buatan Kuncoro Leather

Tujuan mengajukan pinjaman itu sebenarnya lebih ke arah ingin mendapatkan pendampingan dan punya kesempatan diajak ikut pameran. 

Gayung bersambut, dan Pertamina memberi kesempatan kepada Kuncoro untuk ikut pameran di berbagai daerah. Bahkan pada tahun 2019 dia diajak ikut pameran ke Bangladesh.

Jaringan semakin lama berkembang. Banyak order yang dia terima. Mulai dari perorangan hingga institusi.

Dari bisnis yang dijalankan itulah, dalam sebulan dia berhasil mengantongi omzet hingga Rp 80 juta dengan mempekerjakan 10 orang.

Gerakan Anti-Mengeluh

Tak dimungkiri bahwa pandemi telah membuat perekonomian berbagai negara anjlok. Pun di Indonesia. Hal ini turut memengaruhi bisnis yang dijalankan oleh Kuncoro.

Omzet yang tadinya bisa mencapai Rp 80 juta per bulan, kemudian anjlok menjadi hanya Rp 20 juta per bulan. Dia terus memutar otak agar karyawan tetap bisa bekerja.

Baca juga: Bank DKI Targetkan Penyaluran KUR Rp 1 Triliun untuk UMKM

Akhirnya dia menemukan strategi, yakni membuat produk-produk kerajinan kulit dengan harga murah. Ini karena selama ini kerajinan kulit identik dengan harga mahal. Strategi yang ditempuh pun berhasil, dan perlahan-lahan order kembali masuk. 

Dia pun optimistis bisnis yang dijalankan akan terus membaik seiring dengan pulihnya perekonomian.

"Saya bersama teman-teman komunitas perajin kemudian menggulirkan Gerakan 'Anti-Sambat' atau Gerakan Anti-Mengeluh. Ini tujuannya agar para pelaku UMKM tetap memiliki semangat untuk memperbaiki keadaan yang ada," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau