Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Hastin Atasasih, Berbisnis dan Lestarikan Batik Khas Purworejo

Kompas.com - 12/05/2022, 16:00 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

Jalan untuk membatik bagi Hastin bukan sekedar untuk berbisnis semata. Lewat batik, ekonomi lokal bisa turut menggeliat. Lapangan kerja terbuka dan tentunya menjadi kanal edukasi membatik.

"Sebenarnya batik itu prospeknya (secara ekonomi) bagus juga. Kita juga bisa berdayakan masyarakat sekitar. Ibu-ibu yang tadinya tak ada kegiatan, kan lumayan diminta nyanting (proses perekatan malam ke kain batik) dan dapat uang," kata Hastin.

Setelah mendapatkan pelatihan, Hastin pun terus mengembangkan batik. Dari kemampuan membatik dan mengembangkan bisnis ia pelajari. Saat pesanan batik tulis sedang banyak, Hastin pun mengajak teman-teman sebayanya yang pernah ikut pelatihan untuk membantu mencanting dan mewarnai batik.

Hastin bercerita, ibu-ibu yang ia ajak untuk membatik mayoritas merupakan ibu rumah tangga. Mereka juga seorang petani musiman. Pekerjaannya di sawah pun tergantung musim bercocok tanam.

"Jadi sampingan ibu-ibu kalau siang-siang daripada ngobrol-ngobrol, kan sayang toh. Kita kasih kerjaan. Daripada gitu, nyanting dapat uang. Misalnya pas dapat pesenan banyak, kita undang buat nyanting dan pewarnaan. Pas pesenan banyak ya lumayan juga penghasilannya," kata Hastin.

Hastin berharap, ibu-ibu di desanya bisa memanfaatkan waktu luang lewat ajakannya membatik. Dengan begitu, kemampuan membatik pun akan terus ada. Transfer pengetahuan membatik pun bisa terus berjalan sambil berbisnis.

"Kan ibu-ibu daripada nganggur, kan bagus ya kalo punya keterampilan kan lumayan. Ibu-ibu PKK kan lumayan bisa nyambi di rumah. Nanti bisa titip, saya bantu jual," ujar Hastin.

Di sela-sela kegiatannya berbisnis batik, Hastin pun juga memberikan pelatihan membatik untuk mahasiswa dan warga Kedungkamal baik laki-laki maupun perempuan. Hastin pun merasa senang jika ada anak muda yang ingin belajar membatik. Ia bercerita sempat memberikan pelatihan membatik untuk mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purworejo.

"Kemarin ada mahasiswa saya ajarin. Mereka ada tugas akhir untuk membatik. Ya meski harus bolak-balik ke kampus, selama seminggu, saya senang kalo anak muda mau belajar batik," tambah Hastin.

Hastin pun berharap batik khas Purworejo bisa semakin eksis di Indonesia. Apalagi, batik Indonesia sudah resmi diakui oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau Warisan Budaya Takbenda. Ia tak ingin batik diklaim sebagai budaya dari luar Indonesia.

"Kan sayang warisan nenek moyang, leluhur kita mau diambil orang. Jadi bagaimana kita bisa melestarikan. Makanya kalo ada yang mau belajar, saya ajarin. saya seneng banget," tambah Hastin sambil terus menunjukkan motif-motif batik khas Purworejo di rumahnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau