Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Transmigran Muda, Nimas Sukses Rintis Bisnis untuk Angkat Ekonomi Warga

Kompas.com - 27/06/2022, 06:09 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

KOMPAS.com - Selain dituntut untuk ulet dan tahan banting, seorang transmigran juga harus punya jiwa bisnis agar bisa memberikan nilai tambah terhadap komoditas bahan baku yang tersedia.

Hal itu pula yang menjadi prinsip Nimas Pramesti Dewi Oktaviana (29), seorang transmigran asal Bojonegoro Jawa Timur. Saat ini dia tinggal di UPT Tanjung Buka 3 RT 13 kelurahan Tanjung Palas Hilir, Kecamatan Tanjung Palas, Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara.

Nimas dan suaminya ikut program transmigrasi pemerintah pada tahun 2014 dengan tujuan Provinsi Kalimantan Utara. Saat itu keduanya adalah pasangan termuda yang mengikuti program tersebut.

Baca juga: 5 Kesalahan yang Sering Dilakukan oleh Pengusaha Pemula

Namun ketika sampai di lokasi transmigrasi, dia menyadari bahwa tanah yang ditempati tidak bisa digunakan untuk pertanian. Ini karena lahan yang ditempati selalu terendam air, sehingga tidak bisa ditanami tanaman.

"Lahan saya kebetulan masuk area sungai alam. Jadi, kalau air pasang, rumah saya seperti di atas danau. Jadi (lahan) tidak bisa ditanami," ujarnya membuka perbincangan, Jumat (24/6/2022).

Alih-alih menyerah dan kembali ke Jawa, Nimas tertantang untuk membuat sesuatu yang bisa mendatangkan pendapatan. Dan, mulailah dia menjalani profesi yang sama sekali tidak direncanakan: berbisnis minuman sehat.

Bisnis yang dijalankan Nimas pun tak hanya mendatangkan rezeki bagi keluarga. Para petani jahe, kunyit, dan lainnya juga ikut terangkat karena hasil pertaniannya dibeli oleh Nimas untuk bahan baku minuman. 

Memilih Transmigrasi

Sebelum melakoni bisnis minuman seperti sekarang, Nimas bercerita bahwa pada tahun 2014 dia dan suami memutuskan untuk ikut program transmigrasi yang merupakan program pemerintah. Pilihan itu diambil karena dia dan pasangannya tak mau merepotkan keluarga.

Nimas mengakui, ada perbedaan pendapat antara dirinya dengan sang suami. Namun semuanya bisa terselesaikan.

"Kami memilih ikut transmigrasi setelah 8 bulan menikah. Kami pikir, daripada bingung mau ikut orang tua atau mertua, lebih baik kami memulai hidup baru dengan perjuangan baru," ujarnya Jumat (24/6/2022).

Hingga akhirnya dia sampai di lokasi transmigrasi di Kalimantan Utara. Sesampainya di tempat tersebut, dia kaget karena kondisinya berbeda dari tempat asalnya di Bojonegoro, Jawa Timur.

Baca juga: 6 Cara Promosi untuk Bisnis Kuliner, Bisa Datangkan Cuan dan Pembeli Loyal!

Selain bentang alam yang membuatnya takjub, dia baru mengetahui bahwa saat malam hari ternyata tidak ada listrik untuk penerangan.

"Keesokan harinya, kami harus mengolah lahan yang masih terdapat banyak batang pohon tumbang di mana-mana," ujar dia.

Tak Tega Jual Sayur ke Tetangga hingga Belajar Bisnis

Lahan yang sudah bersih sebagian ditanami sayuran. Selama beberapa hari, sayuran yang ditanam bisa dipanen.

Namun dari sayuran yang dipanen tersebut, dia merasa tidak tega untuk menjualnya ke tetangga. Alasannya, karena kondisi tetangga juga tak jauh beda dari dirinya.

Tak hanya itu. Tanah yang ditempati Nimas dan suami adalah sungai alam. Setiap hari dipastikan lahan tersebut digenangi air. Akibatnya, pasangan ini tak bisa memanfaatkan secara optimal lahan yang ditempati.

Kondisi jalan di lokasi transmigrasiDok pribadi Nimas Pramesti Dewi Oktaviana Kondisi jalan di lokasi transmigrasi

"Jadi dalam sehari dua kali air pasang. Sekali pasang itu 5 jam. Jadi, tanaman akan terendam dalam kurang waktu 5-7 jam dalam sekali pasang," kata Nimas.

Dia lantas berpikir dan mencari ide untuk mengubah kondisinya serta masyarakat di sekitarnya. Nimas juga sadar bahwa tak mungkin menggantungkan hidup dari bertani di lahan yang setiap hari tergenang air. 

"Saya putuskan pergi ke kota, mempelajari segala hal tentang UMKM, tentang berdagang, tentang berbisnis," kata Nimas.

Belajar bisnis dilakukan Nimas karena dia melihat ada banyak bahan baku di lokasi transmigran, tapi tidak bisa mengolah menjadi sesuatu yang punya nilai tambah. 

Hatinya tambah miris tatkala mendengar cerita dari para tetangga mengenai harga sayur yang murah. Sementara, tidak ada pilihan lain dari para transmigran kecuali bertani.

"Seandainya saya bisa membantu mereka. Seandainya mereka menjadi UKM, mungkin mereka tidak akan bekerja seberat itu," kata Nimas.

Baca juga: Gunakan Kapas Asli Lombok, Kerajinan Rajut Buatan Sri Wahyuni Laris di Pasaran

Setelah beberapa lama di kota, Nimas kembali ke desa transmigrasi, dia mulai berkomunikasi lebih intensif dengan para tetangga untuk mendiskusikan cara mengolah hasil bumi menjadi olahan yang lebih bernilai.

Dari mereka yang diajak diskusi, ada yang menerima ajakan Nimas. Namun tidak sedikit yang menolak.

Nimas tak patah arang. Dia terus bergerak dengan segala keterbatasan. Meski di desanya tak adanya aliran listrik serta akses jalan yang memprihatinkan, dia tetap berusaha merealisasikan idenya untuk memperbaiki kondisi warga transmigran.

Mengolah Hasil Bumi Menjadi Produk Bernilai Jual

Perlahan tapi pasti, Nimas merealisasikan rencana-rencana yang disusunnya. Dia merintis untuk membuat serbuk minuman yang berbahan baku empon-empon seperti jahe, kunyit, kencur, dan sebagainya

Sejauh ini ada delapan produk yang berhasil diproduksi dan dipasarkan oleh Nimas, yakni serbuk jahe merah, jahe merah original dengan gula, serbuk jahe merah tanpa gula.

Lainnya adalah jaheku (jahe merah dan kurma ajwa), jaseku (jahe merah, sereh, kunyit), jasekas (jahe merah, sereh, kayu manis), jaheNdan (jahe merah, kurma ajwa, dan pandan), serta saraba (jahe merah, kayu manis, dan telur bebek).

Nimas Pramesti Dewi Oktaviana mengolah sendiri bahan baku menjadi serbuk minuman jaheDok pribadi Nimas Pramesti Dewi Oktaviana Nimas Pramesti Dewi Oktaviana mengolah sendiri bahan baku menjadi serbuk minuman jahe

Tak hanya minuman serbuk jahe, Nimas juga memproduksi sale pisang crispy untuk dijual ke konsumen.

"Saya juga melayani pesanan aneka serbuk herbal sesuai permintaan," jelas dia.

Produk-produk tersebut dibuat oleh Nimas dengan memanfaatkan bahan baku yang melimpah di sekitar tempatnya tinggal.

Untuk pemasaran, Nimas menjual produk-produknya itu di beberapa kota di Kalimantan Utara seperti Bulungan dan Tanjung Selor.

Baca juga: Lepas Posisi Nyaman sebagai Bankir BUMN, Pasangan Ini Sukses Berbisnis Camilan

Guna membantu pemasaran, Nimas juga memanfaatkan Whatsapp untuk menawarkan produk-produk tersebut.

Nimas berprinsip bahwa transmigrasi tidak harus bertani. Dia bisa bangkit dan bisa setara dengan warga kota dengan cara berbisnis dan mengolah bahan baku menjadi punya nilai.

"Jadi, saya tidak akan berhenti mengembangkan usaha ini, sampai usaha ini dapat menyejahterakan masyarakat di sekitarnya," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau