PROBOLINGGO, KOMPAS.com - Siapa sangka limbah kain perca bisa menghasilkan omzet ratusan juta rupiah? Ya, limbah kain perca di tangan Katarina Duhendar Triningrum (48) bisa laris manis bahkan hingga keluar negeri. Jalan Argopuro, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Jawa Timur.
Katarina memulai bisnis aksesoris dari bahan limbah kain perca pada tahun 2014. Ia memproduksi aneka tas trendi di bawah kelompok UMKM Griya Srikandi. Awal bisnisnya malah berasal dari bank sampah.
"Mulanya, saya bergerak di bank sampah pada 2013. Karena nilai jual sampah plastik cenderung turun, saya putar otak lantas beralih ke kerajinan tas kain perca satu tahun berikutnya. Bank sampah adalah Cikal bakal UMKM Griya Srikandi," kata Katarina seperti dikutip dari Surya.co.id.
Modal awal Katarina saat membangun Griya Srikandi hanya Rp2 juta. Modal tersebut berasal dari tabungan hasil dari bank sampah.
Bahan kain perca Katarina beli dari sebuah perusahaan garmen di Kota Probolinggo. Dengan uang sebanyak itu, Katarina mendapat 62 kg kain perca. Sekilonya berisi lima lembar kain jeans beragam ukuran.
Katarina kemudian mendedikasikan pojok rumahnya sebagai tempat produksi kerajinan kain perca. Tempat produksinya seluas 8x11 meter. Di sanalah, produk tas dengan merek D Recy lahir.
"Cara membuat tas kain perca saya peroleh dari tayangan YouTube. Dalam proses pembuatannya tak ada kendala berarti. Saya punya keahlian menjahit," ujar Katarina.
Dari sana, tas D Recy mulai dipasarkan. Namun, tak banyak konsumen yang tertarik dengan produk D Recy. Katarina menduga tas buatannya berdesain monoton.
Inovasi pun ia lakukan. Setahun setelah bisnisnya berjalan, sejumlah ornamen bordiran membentuk bunga dan kain bekas potongan batik ditambahkan. Hasilnya, tas D Recy tampak elok dan kekinian.
Produk tas D Recy pun bertambah. Katarina memperbanyak jenis tas antara lain sling bag, tas jinjing, totebag, mini bag, clutch, dan ransel. Selain produk tas kain perca, Katarina juga memproduksi masker dan sepatu kain perca.
"Saya membanderol tas dengan harga mulai Rp 80 ribu- Rp 350 ribu. Kami menerima permintaan desain atau model tas yang diinginkan pembeli," ujar Katarina.
Banyaknya model tas dan desain modis itu sukses memikat pembeli daari sejumlah daerah di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Bali. Katarina pun bahkan bisa bisa meraup untung Rp 400 juta dalam setahun. Tas D Recy pun menembus pasar ekspor.
Produknya bisa masuk pasar Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Dua di antara negara Eropa tujuan ekspor tas trendi buatan Katarina adalah Swedia dan Belanda.
"Ada pula pembeli mancanegara, antara lain Malaysia, Korea Selatan, Filiphina, Swedia, Belanda, dan Amerika. Mereka membeli tas kain perca D Recy saat melakukan kunjungan di Kota Probolinggo," urainya.
Berdayakan ibu-ibu
Sedari awal, Katarina punya semangat pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan membuka lapangan kerja, terutama bagi ibu-ibu di kampungnya. Apalagi, permintaan produk D Recy semakin meningkat.
Untuk memenuhi permintaan, Katarina memberdayakan emak-emak di sekitar kampung. Ada empat emak-emak yang membantunya memproduksi kerajinan kain perca.
Jika pesanannya melimpah, dia bakal menambah jumlah karyawan hingga puluhan orang.
"Sesuai namanya Griya Srikandi, 90 persen karyawan didominasi perempuan," tambah Katarina.
Sementara, Endang (42) warga Triwung Lor, Kademangan, Kota Probolinggo menyebut sudah bekerja selama empat tahun di Griya Srikandi.
Dia bekerja sebagai penjahit kerajinan kain perca. Endang sudah memiliki keterampilan menjahit sejak kecil.
"Selain mengisi waktu luang, saya bekerja untuk membantu suami. Saya sudah empat tahun bekerja di Griya Srikandi," ujarnya.
UMKM Griya Srikandi terus berkembang. Katarina pun menyiapkan penjualan berbasis daring.
(Danendra Kusuma/Surya.co.id)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.