Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Kain Tenun Kamohu, Dibuat Perempuan di Bawah Rumah Panggung

Kompas.com - 19/09/2022, 19:00 WIB
Gabriela Angelica,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kamohu, kain tenun khas Buton, Sulawesi Tenggara ternyata memiliki narasi kuat di balik pembuatannya.

Desa Gumananon, Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah menjadi tempat warisan leluhur turun temurun terkait tenun Kamohu.

Di daerah itu, hampir di setiap kolong rumah panggung milik warga hampir ditemukan perempuan yang sedang menenun kain. Kain-kain itulah yang kelak disebut tenun Kamohu saat sudah sempurna.

Dilansir dari siaran pers Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, kegiatan menenun ini memiliki narasi kuat yang melatarbelakanginya. Sejarahnya, seorang anak gadis di setiap keluarga tidak boleh turun tanah atau keluar rumah (dalam artian menikah) apabila tidak pandai menenun.

Erly, salah seorang perempuan asli daerah tersebut menjelaskan kepandaian para perempuan untuk menenun dipercaya akan mempengaruhi kehidupan rumah tangga mereka nantinya.

"Karena dengan menenun, mereka dapat merajut kehidupannya. Sejarahnya seperti itu. Maka ini dilakukan di bawah rumah," ucap Erly saat ditemui di Desa Gumanano.

Sejumlah perempuan menenun di baawah rumah Desa Gumananon, Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah. Sulawesi Tenggara. Desa Gumananon menjadi tempat warisan leluhur turun temurun terkait tenun Kamohu. Dok. KemenKopUKM Sejumlah perempuan menenun di baawah rumah Desa Gumananon, Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah. Sulawesi Tenggara. Desa Gumananon menjadi tempat warisan leluhur turun temurun terkait tenun Kamohu.

Kamohu biasanya dijadikan sarung oleh masyarakat sekitar yang sebagian besar adalah Muslim. Erly juga menyampaikan, para perempuan muda biasanya akan mengasah kreativitas dan mengubah Kamohu menjadi produk lain, seperti tas selempang, syal, dan banyak kerajinan tangan lainnya.

Erly menjelaskan, di tengah digitalisasi saat ini, ia tidak merasa takut akan punahnya tradisi tenun di daerahnya itu. Ia percaya, Kamohu dan tradisi tenun di desanya akan tetap lestari pada setiap generasi baru yang lahir.

"Tradisi ini akan selalu ada karena ibu di tiap keluarga akan selalu menurunkan ini ke anak cucu mereka. Semua pasti bisa. Di saat mereka remaja, mereka harus diajarkan ini. Makanya ini menjadi keharusan di desa Kami. Walaupun para perempuan ini punya pendidikan yang tinggi, mereka akan tetap melestarikan tradisi ini," pungkas Erly.

Proses tenun Kamohu ini diungkap Erly layaknya melukis di atas kain. Artinya, saat para penenun ini membuat kain yang dipesan oleh konsumen, pola kain akan tergambar di pikiran para penenun sesuai permintaan dan langsung mereka tuangkan pada tenunan.

Hanya dengan Rp 200.000 sampai dengan Rp 300.000, Anda sudah bisa mendapatkan kain tenunan para perempuan hebat yang mendedikasikan dirinya untuk menjadi penerus tradisi daerah tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau