MALANG, KOMPAS.com - Isu krisis pangan dunia menjadi kewaspadaan bagi Indonesia. Salah satu kampanye yang dilakukan oleh Badan Pangan Nasional atau Bapanas yakni mengurangi food loss and waste atau makanan yang hilang dan terbuang.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengatakan, pengurangan food loss and waste bisa dilakukan kerjasama antara pengusaha makanan dengan NGO (Non-Governmental Organization) atau lainnya yang fokus mengelola makanan berlebih.
Sehingga, upaya mengatasi daerah yang rentan atau rawan pangan dapat sedikit terbantu dengan memberikan makanan berlebih kepada masyarakat yang membutuhkan. Namun, hal itu tetap diperlukan dorongan pemerintah seperti melalui pembuatan kebijakan.
Baca juga: Kisah Marsianus Rimun, Rintis Usaha Restoran dari Keluhan Wisatawan
"Di sini misal ada NGO atau apapun, atau yang sudah punya platform, yuk kita kombinasikan. Termasuk dukungan dari pemerintah dan daerah," kata Arief setelah membuka kegiatan Gelar Pangan Nusantara pada Sabtu (22/10/2022) di Universitas Brawijaya, Kota Malang.
Dia mencontohkan, Mal Sarinah di Jakarta yang telah memiliki program zero food waste. Makanan berlebih di tenant-tenant termasuk restoran diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan.
"Di Jakarta sudah mulai ada Mal Sarinah milik BUMN, itu mal pertama yang mendorong program zero food waste. Sehingga saat makanan berlebih dari tenant termasuk restoran bisa diberikan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung," katanya.
Menurutnya gerakan semacam itu masih minim dan harus dikembangkan di Indonesia secara terus menerus. Bapanas juga akan menyasar pelaku usaha restoran, hotel, katering dan lainnya untuk mendukung kampanye pengurangan food loss and waste.
"Yang ada di restoran, hotel, katering, kalau ada pernikahan, acara-acara, itu harusnya dikelola, itu yang berlebih diberikan ke saudara kita yang memang memerlukan," katanya.
Pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan seluruh pengusaha ritel di Indonesia untuk mengelola produk pangan yang mendekati masa kadaluarsa namun masih layak dikonsumsi dapat terdistribusikan kepada masyarakat.
"Itu nanti bersama kita, produk-produk yang masih bisa dikonsumsi misal close to expired tapi masih bagus bisa itu juga kita pakai," katanya.
Arief juga mengingatkan kepada masyarakat untuk sebaiknya tidak berlebihan atau berhemat dalam mengonsumsi makanan. Hal itu karena berpengaruh terhadap ketahanan pangan secara nasional.
"Sehingga dengan kita berhemat seharusnya produktivitas kita naik, food security kita meningkat indeksnya," katanya.
Lebih lanjut, perlu diketahui, dunia saat ini masih dihantui krisis pangan akibat perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Krisis pangan dikhawatirkan akan memicu gerak inflasi, lantaran distribusi komoditas terhambat.
Baca juga: 5 Tips Penting untuk Ibu Rumah Tangga Sebelum jadi Mompreneur
Namun, Arief menyampaikan bahwa pihaknya berkeyakinan, Indonesia akan jauh dari krisis pangan. Tetapi, sesuai arahan Presiden Jokowi bahwa semua pihak dari pemerintah diminta untuk tetap waspada.
"Mengenai krisis pangan, Insya Allah Indonesia jauh dari krisis pangan, tetapi Pak Presiden selalu menyampaikan berulang-ulang kepada Gubernur, Pemda, Kementerian/ Lembaga, semua pihak bahwa kita harus waspada," katanya.
Menurutnya ada banyak faktor yang tidak bisa terkontrol karena ketergantungan dari luar negeri. Seperti bahan baku pupuk berupa gugus fosfat yang sebagian besar dikirim dari Ukraina dan Rusia tersendat karena perang kedua negara.
"Banyak faktor yang tidak bisa kita kontrol, contoh pupuk, ketergantungan fosfat dari luar negeri, ketergantungan kontainer dari luar, ada beberapa produk yang belum bisa kita (produksi) sendiri, sehingga kita harus waspada semuanya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.