Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaster Bisnis Tahu-Tempe Binaan BRI Ini Punya Aturan Usaha Sendiri, Seperti Apa?

Kompas.com - 15/04/2024, 11:33 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Perkampungan yang berada di pinggir tol Jagorawi kawasan Citeureup, Bogor itu tampak tidak terlalu ramai sore itu. Di sebuah rumah, terlihat ada sejumlah orang menata potongan-potongan tahu ke dalam wadah plastik.

Masuk ke dalam rumah, seorang pekerja tengah mengangkat adonan kedelai usai digiling dari mesin penggiling untuk dimasukkan ke dalam kotak-kotak kayu.

Bergeser ke rumah sebelahnya, beberapa orang terlihat tengah mengemas butiran kedelai ke dalam kantong plastik. Agar kedelai yang sudah dimasukkan tidak keluar, mulut kantong disegel secara sederhana dengan menggunakan api.

Baca juga: Mengintip Guyubnya Perajin Tempe di Kampung Sanja Citeureup Bogor

Kedelai yang ada di kantong tersebut kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu hingga tumbuh jamur yang merekatkan butiran-butiran kedelai menjadi tempe.

Ya, mereka adalah produsen tahu dan tempe. Berada di Kampung Sanja, Citeureup, Kabupaten Bogor, para produsen tersebut tinggal saling berdampingan antara satu dengan lainnya.

Karena tinggal berdampingan, perkampungan tersebut dinobatkan menjadi sebuah klaster produsen tempe dan tahu, yang kemudian menjadi binaan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI).

Meski tinggal di dalam satu kawasan, produsen tempe dan tahu memiliki aturan main yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan tata niaga dua bahan makanan tersebut di pasaran.

Bisnis Tahu yang Penuh Aturan

Salah satu pelaku usaha tahu yang tinggal di tempat tersebut adalah Saparudin (64). Sebagaimana yang dia ceritakan, pelaku usaha tahu terutama di kawasan Jabodetabek memiliki aturan yang ketat.

Dalam hal ini, para produsen tahu terikat oleh aturan-aturan yang ditentukan oleh kelompok produsen tahu.

Saparudin, perajin tempe di Citeureup Bogor, yang kembangkan usaha ke pembuatan tahu.KOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Saparudin, perajin tempe di Citeureup Bogor, yang kembangkan usaha ke pembuatan tahu.

“Seperti menentukan harga, itu harus dibahas bareng-bareng dan ada perhitungannya secara detail,” kata dia saat ditemui di tempat pengolahan tahu beberapa waktu lalu.

Banyaknya aturan main ini tidak lepas dari usaha tahu yang lebih padat modal ketimbang bisnis tempe. Sehingga, harga harus diatur bersama-sama dengan produsen lainnya.

Hal lainnya yang muncul dalam bisnis tahu adalah adanya hubungan pemilik-karyawan. Bagaimanapun, tidak semua orang mampu menjalankan usaha tahu karena bisnis memerlukan modal yang tidak sedikit.

Karena itu pula, pemilik usaha tahu adalah orang yang memiliki modal dan karyawan merupakan orang yang bekerja untuk si pemilik.

Aturan Produsen Tempe yang Lebih Longgar

Berbeda dari produsen tahu, aturan main di antara pelaku usaha tempe lebih longgar. Seorang produsen tempe di Kampung Sanja, Destir (60), mengungkapkan tidak ada aturan yang membatasi pembuat tempe menentukan harga.

“Tidak perlu persetujuan produsen lainnya untuk menentukan harga tempe. Masing-masing bisa mematok harga sendiri,” kata Destir.

Tidak adanya aturan yang ketat dalam usaha tempe ini karena bisnis ini relatif tidak terlalu padat modal. Siapapun bisa menjadi produsen tempe sepanjang punya ketrampilan untuk membuat bahan makanan ini.

Baca juga: Saparudin, “Guru” yang Lahirkan Puluhan Pebisnis Tempe di Citeureup Bogor

Selain itu, jika seorang produsen tidak memiliki uang untuk membeli kedelai, biasanya pemasok bahan baku akan memberikan toleransi pembayaran.

Kebetulan pula, si pemasok juga tinggal di Kampung Sanja sehingga lebih mudah dalam mendapatkan pasokan dan kemudahan pembayaran.

Hal lainnya yang muncul dalam usaha ini adalah tidak adanya relasi pemilik dan karyawan. Masing-masing produsen bekerja untuk dirinya sendiri karena menjalankan usaha ini lebih mudah ketimbang usaha tahu.

Dibina BRI

Menilik peran besar yang dijalankan oleh perajin tempe dan tahu di kampung ini, BRI kemudian memilih untuk memberikan pendampingan. Banyak dari pelaku usaha di tempat ini yang mendapatkan prioritas untuk memperoleh fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Mantri BRI Unit Citeureup, Bagja Gumilang mengungkapkan performa bisnis dari perajin tahu dan tempe di Kampung Sanja cukup bagus. Hal ini turut mempengaruhi pembayaran bulanan dari KUR yang diberikan.

Papan penunjuk ATM di BRI Unit Citeureup BogorKOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Papan penunjuk ATM di BRI Unit Citeureup Bogor

“Kinerja usaha bagus dan pembayaran kredir lancar semua. Ketika ada pengajuan kredit, kami bisa dahulukan perajin tahu dan tempe di sini,” kata Bagja.

Bagja menjelaskan, ekonomi masyarakat lebih banyak ditopang oleh perdagangan, salah satunya adalah perdagangan bahan pokok. Sementara untuk pertanian dan perikanan, itu hampir tidak ada di sini.

“Hal ini membuat KUR yang disalurkan di wilayah Citeureup lebih banyak ke perdagangan,” lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau