SEMARANG, KOMPAS.com – Bepergian atau berlibur ke suatu tempat, tak lengkap rasanya jika tak membawa buah tangan khas daerah setempat.
Seperti halnya saat pergi ke Semarang, tentu tak asing lagi dengan oleh-oleh khas Kabupaten Semarang, Ungaran, yaitu Tahu Baxo Ibu Pudji.
Bisnis legendaris sejak tahun 1995 ini dirintis oleh sepasang suami istri, Pudjianto (67) dan istri tercinta, Sri Lestari (65). Mereka berdua merupakan pelopor dan pionir tahu bakso di Semarang.
“Tahu kan makanan kita sehari-hari, bakso juga kesukaan semua kalangan dari anak-anak sampai orang tua. Jadi kami coba gabungkan menjadi satu makanan baru, dengan harapan bisa disukai banyak orang,” jelas Pudji kepada tim Kompas.com saat ditemui di Semarang, beberapa waktu yang lalu.
Baca juga: Es Campur Ko Acia Beberkan Rahasia Bisnisnya Bertahan hingga Puluhan Tahun
Pudji mengungkap pada awal dirintis, makanan yang ia ciptakan belum dinamai tahu bakso. Awalnya hanya disebut tahu yang diisi daging.
Setelah kurang lebih satu tahun berjualan, di tahun 1996, barulah mereka menyebutnya tahu bakso.
Awalnya juga mereka tidak langsung menggunakan nama Tahu Baxo Ibu Pudji, melainkan masih bernama “Tahu Bakso Kepodang”, dikarenakan mereka tinggal dan berjualan di jalan Kepodang.
“Di tahun 2002 kami pindah ke jalan Kutilang, tidak lucu kan kalau masih pakai ‘Kepodang’. Masa jualan di Kutilang, nama usahanya tetap Tahu Bakso Kepodang,” katanya.
Maka mulai tahun 2002, Pudji mulai memperkenalkan produknya dengan nama Tahu Baxo Ibu Pudji.
“Kalau dinamakan Bapak Pudji kan kurang menjual, soalnya istri yang masak. Jadi ya kami ambil separuh-separuh, Ibu dan Pudji biar adil,” tambahnya.
Baca juga: Kisah Bisnis Legendaris AGTL Ny. Nani S, Berdiri Sejak Tahun 1989
Awal berjualan, Pudji dan Sri berbagi tugas. Tak hanya mereka berdua, sang anak pun diikutsertakan untuk membantu berdagang setiap harinya.
Pudji bertugas untuk berbelanja ke pasar, lalu dilanjut dengan sang istri yang mengelola dan memasaknya.
Untuk memperkenalkan tahu bakso yang saat itu masih baru, bukan merupakan hal yang mudah. Pudji dan istri harus memasarkannya secara door to door.
“Awalnya kami malu, karena belum yakin bakalan diterima apa enggak oleh masyarakat. Makanya kami berdua memperkenalkan tahu bakso ini dengan datang ke rumah-rumah satu per satu, memperkenalkannya langsung,” jelas pria asli Klaten itu.
Dua tahun setelahnya, sekitar tahun 1997, tahu bakso sudah mulai dikenali warga. Akhirnya mereka pun memberanikan diri untuk tampil di pasaran. Mereka berjualan di kampung berkeliling dengan gerobak, hingga ke pasar.
Pudji membeberkan, saat mulai membangun usaha tahu bakso, mereka hanya memakai modal sebesar Rp 50 ribu untuk membeli bahan baku.
Padahal saat itu, Pudji merupakan seorang pegawai negeri yang hanya menerima gaji Rp 75 ribu per bulannya.
Sang istri memutar otak untuk mengotak-atik gaji tersebut, agar cukup untuk bertahan hidup selama sebulan dan juga untuk modal produksi tahu bakso.
“Saya ingat persis waktu itu hanya pakai Rp 50 ribu untuk poduksi 100 pcs tahu bakso. Itu bisa produksi seminggu sekali atau dua kali,” bebernya.
Saat itu pun, harga satu tahu bakso Ibu Pudji masih dipasarkan dengan harga Rp 250. Sementara sekarang telah dijual paketan dalam satu kotak, dengan harga Rp 40 ribu-an.
Baca juga: Mengintip Perjalanan Bisnis Bakmi Gang Kelinci, Berdiri Sejak Tahun 1957
Tahun demi tahun, permintaan akan tahu bakso terus meningkat. Pudji dan sang istri pun mulai menggandeng teman-teman yang lain untuk membantu produksi tahu bakso.
Outlet pertama di Jalan Kutilang, yang juga merupakan tempat tinggal mereka, tak dapat lagi membendung permintaan akan tahu bakso.
Hingga pada tahun 2007, mereka membuka lokasi baru di jalan Ledjen Suprapto, Ungaran.
Seiring berjalannya waktu, usaha mereka kian berkembang. Outlet di Ledjen Suprapto lagi-lagi tak dapat membendung kendaraan pengunjung yang datang.
Maka pada tahun 2014, mereka kembali membuka outlet dengan area parkir yang luas di Mijen, Ungaran.
Mereka juga telah mempekerjakan lebih dari 100 orang dan memproduksi 15 ribu tahu bakso per harinya.
Namun ketika akhir pekan atau menjelang musim liburan, mereka bisa memproduksi lebih dari 20 ribu tahu bakso per hari.
Baca juga: Kisah di Balik Toko Oleh-oleh Nyonya Pang, Legendaris Sejak 1912
Setelah mempunyai outlet dengan etalase, Pudji mengatakan banyak yang mulai menitipkan produk usaha mereka ke outlet Tahu Baxo Ibu Pudji. Maka jadilah toko oleh-oleh, karena isinya sudah bermacam-macam, tidak hanya tahu bakso.
Tak hanya produk dari UMKM lain, mereka juga kerap memproduksi aneka olahan tahu dan olahan bakso, serta makanan khas tradisional lainnya.
“Kami juga meghimpun teman-teman UMKM yang memproduksi camilan. Jumlahnya banyak, bahkan tidak kurang dari 100 UMKM,” kata Ayah dari ketiga anak itu.
Tak hanya asal menitipkan, Pudji juga mengadakan paguyuban dari supplier-supplier camilan.
Ia membuat pertemuan sekitar tiga bulan sekali untuk berkumpul bersama, membahas hal-hal yang mejadi kendala atau persoalan.
“Permasalahan itu tentu yang berkaitan dengan produk yang mereka titipkan di sini, karena pasti tidak terlepas oleh kendala. Jadi kita semua perlu mencarikan solusi dari permasalahan mereka,” jelasnya.
Selain menjadi toko oleh-oleh, Pudji dan sang istri juga mengembangkan bisnisnya, dengan membuka restoran yang menyajikan menu-menu Indonesia untuk pengunjung yang datang. Lokasinya sama persis di ke-empat outlet Tahu Baxo Ibu Pudji.
Selain makan di tempat untuk pengunjung, mereka juga telah bekerja sama dengan aplikasi ojek online, untuk memudahkan konsumen yang tak bisa datang langsung.
Seiring terus berkembangnya bisnis Pudji, mulai tahun 2002 banyak produsen tahu bakso bermunculan.
Padahal sebelumnya, hanya Pudji dan sang istri. Sementara saat ini, di Ungaran saja sudah lebih dari 25 produsen tahu bakso dengan beberapa merek.
Namun demikian, Pudji mengatakan dirinya selalu terbuka, jika ada yang ingin belajar membuat tahu bakso.
Dengan senang hati, ia dan istri akan langsung mengajari. Tidak hanya sekadar diberi resep, tapi akan diajari praktik cara pembuatannya.
“Hingga saat ini kami sering mengajarkan kepada ibu-ibu PKK dan juga kelompok Dharma Wanita,” ungkapnya.
Saat ini, pengelolaan Tahu Baxo Ibu Pudji sudah mulai diatur dan dipegang oleh sang anak, mulai dari pengelolaan manajemen, keuangan, hingga SDM-nya.
Pudji sangat berharap, agar anak-anak yang melanjutkan bisnisnya itu bisa konsisten untuk terus mengelola Tahu Baxo Ibu Pudji.
“Supaya bisa tetap berdiri di generasi selanjutnya dan masih bisa selalu eksis di berbagai kondisi,” tutupnya.
Baca juga: Legendaris di Bogor, Ini Cerita Usaha Es Bir Kotjok Si Abah sejak 1965
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.