JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah meningkatnya kesadaran akan potensialnya berbisnis ramah lingkungan, pengrajin Batik Kujur di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, memiliki sebuah inovasi bagi perajin batik yaitu dengan menggunakan cap dari limbah kertas dan pewarna alami.
Kelompok pengrajin Batik Kujur, binaan PT Bukit Asam (PTBA) kini secara aktif menggunakan bahan daur ulang untuk produksi batik.
Selain membantu menjaga lingkungan, metode ini juga bisa menghemat biaya dan memberikan keunikan tersendiri bagi produk Batik Kujur, sehingga inovasi ini menghadirkan peluang bisnis yang menjanjikan bagi pengrajin batik di sana.
Baca juga: Kisah Perajin Batik Kujur Tanjung Enim Angkat Warisan, Inovasi, dan Keberlanjutan
Mayar Rizki (35) sebagai Ketua Batik Kujur Quineemay, sekaligus menjadi perajin aktif menjelaskan bahwa bisnis batik dengan inovasi ramah lingkungan sangat potensial, karena lebih ekonomis terutama dalam pembuatan cap batik.
Salah satu tantangan utama dalam produksi batik adalah biaya tinggi untuk pembuatan cap tembaga, yang harganya dapat mencapai Rp 300.000 hingga Rp 1.000.000 per unit.
Menyadari hal ini, pengrajin Batik Kujur menemukan solusi inovatif dengan memanfaatkan limbah kertas sebagai bahan dasar untuk cap batik. Setelah menjadi binaan dan dapat pelatihan dari PTBA, mereka mulai membuat cap batik dari limbah kertas sendiri.
Baca juga: Kisah Batik Aromaterapi dari Madura, Berhasil Ekspor ke Amerika Serikat
“Kami ini memang warga masyarakat yang kebanyakan bukan yang kelas atas yang duitnya banyak. Kalau cap tembaga itu kan lebih mahal, jadi kami untuk produksinya itu pakai cap limbah kertas. Bukan hanya lebih murah, tapi juga ramah lingkungan," jelas Mayar kepada Kompas.com, (3/11/2024).
Bahkan, Mayar juga bercerita kini ibu-ibu perajin batik bisa membuat cap sendiri dengan bahan yang mudah ditemukan.
Selain lebih murah, cap kertas ini lebih fleksibel bagi pengrajin untuk membuat berbagai motif sesuai dengan permintaan pelanggan, sehingga produk yang dihasilkan memiliki nilai estetika dan nilai jual yang lebih tinggi.
“limba-limbah kertas yang tidak terpakai itu kami jadikan cap, dibentuk motif-nya bikin sendiri. Semua para pengrajin di itu sudah bisa membuat dan pakai cap itu. Jadi untuk customer bisa custom langsung,” pungkas Mayar.
Baca juga: Para Pelaku Usaha Ini Membuat Inovasi Produk yang Unik dengan Batik
Selain inovasi dalam penggunaan cap dari limbah kertas, Batik Kujur juga memanfaatkan pewarnaan alami sebagai bagian dari komitmennya terhadap lingkungan.
Penggunaan pewarna alami ini bisa mengurangi dampak pencemaran yang biasanya dihasilkan oleh pewarna sintetis.
Baca juga: Rumah Batik Fractal Fasilitasi Pemberdayaan UMKM Batik
Namun, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang beragam, Batik Kujur juga menggunakan pewarna sintetis, memberikan pilihan kepada konsumen ingin menggunakan pewarna alami atau pewarna sintesis.
"Kami menawarkan kombinasi pewarna sintetis dan alami, tergantung pada keinginan pelanggan. Tapi yang terpenting, kami selalu berusaha menjaga proses produksi kami tetap berkelanjutan," kata Mayar.
Seperti yang diketahui, konsumen saat ini semakin sadar akan pentingnya keberlanjutan. Batik yang menggunakan pewarna alami dan cap daur ulang kertas nampaknya memiliki nilai tambah yang dapat meningkatkan ketertarikan konsumen.
Baca juga: Batik Kendal Andalkan Motif yang Gambarkan Kondisi Geografis