Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Batik Organik Menjalankan Bisnis Inklusif dengan Model Pentahelix

Kompas.com - 15/12/2024, 18:39 WIB
Anagatha Kilan Sashikirana,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Batik Organik membuktikan bahwa bisnis inklusif dapat diimplementasikan secara efektif melalui kolaborasi multistakeholder atau yang dikenal sebagai model pentahelix, dengan melibatkan lima elemen utama yaitu pemerintah, akademisi, komunitas, bisnis, dan media.

Batik Organik adalah jenama lokal asal Cipaku, Kota Bogor, Jawa Barat yang memproduksi batik-batik dengan bahan serat dan pewarnaan alami. Sudah beroperasi sejak tahun 2013, kini Batik Organik telah menjangkau pasar ekspor hingga ke 10 negara.

Baca juga: Cerita Ana Khairani Membangun Batik Organik hingga Diminati Pasar Global

Selain berfokus pada bisnis, Founder Batik Organik, Ana Khairani (40), juga dapat menerapkan model bisnis inklusif. Di Bogor, Ana telah memberdayakan lebih dari 19 perajin batik dan melatih ibu-ibu marjinal melalui program Kelompok Usaha Bersama (KUB) Tumbuh.

Kelompok Usaha Bersama ini bertujuan untuk memberdayakan perempuan dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar Desa Cipaku Bogor.

“Jadi, konsep inklusif itu adalah melibatkan siapa saja sih, melibatkan pemerintah, melibatkan UKM, kemudian masyarakat marginal, sehingga nanti itu harapannya bisa meningkat kesejahteraan sosialnya dan impactnya itu lebih bisa berdampak lagi. Kalau dengan UKM menggandeng atau punya program inklusif ini kan akan lebih mudah tugas pemerintah untuk mesejahterakan masyarakatnya, atau untuk menjadi lebih produktif dan lebih berdaya,” ujar Ana saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (7/12/2024).

Baca juga: Tantangan yang Sering Ditemui Bisnis Inklusif dan Strategi Mengatasinya

Bisnis Inklusif Melalui KUB Tumbuh

Langkah bisnis inklusif Batik Organik dengan pendekatan pentahelix tersebut dimulai pada Oktober 2024, saat Ana meluncurkan program KUB Tumbuh (Kelompok Usaha Bersama Tumbuh).

Program ini dirancang untuk memberdayakan masyarakat marginal, termasuk ibu rumah tangga dan penyandang disabilitas, melalui pelatihan membatik, pengelolaan limbah, hingga produksi aksesori dari kain perca.

“KUB Tumbuh menjadi ruang di mana masyarakat tidak hanya belajar keterampilan baru, tetapi juga terlibat langsung dalam produksi Batik Organik. Nah perajin-perajin itu kebanyakan dari kaum marginal, maksudnya dari masyarakat marginal yang pendapatannya rendah, kemudian di-hire untuk menjadi pengrajin, yang bisa lebih berdaya lagi untuk mereka menghasilkan, menciptakan produk itu,” ujar Ana.

founder Batik Organik, Ana Khairani (40) berhasil memulai langkah besar dalam dunia batik dengan mengusung konsep keberlanjutan melalui Batik Organik. Kini, setelah lebih dari satu dekade tepatnya dari 2013 silam, Batik Organik tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga telah merambah ke pasar global.Kompas.com - Anagatha Kilan Sashikirana founder Batik Organik, Ana Khairani (40) berhasil memulai langkah besar dalam dunia batik dengan mengusung konsep keberlanjutan melalui Batik Organik. Kini, setelah lebih dari satu dekade tepatnya dari 2013 silam, Batik Organik tidak hanya dikenal di Indonesia tetapi juga telah merambah ke pasar global.

Baca juga: Bisnis Inklusif: Definisi, Imiplementasi, dan Ciri-Cirinya

Model Pentahelix Libatkan Banyak Stakeholder

Dalam model pentahelix, Ana bercerita kolaborasi dalam program ini melibatkan banyak pihak. Saat peresmian KUB Tumbuh turut mengundang akademisi, pemerintahan setempat, pengusaha UMKM, komunitas, hingga orang-orang peneliti yang ahli di bidangnya khususnya terkait pewarnaan alam karena produk Batik Organik itu sendiri.

“Sebetulnya memang sebelum ada konsep-konsep itu, kami juga sudah ada konsep pemberdayaan. Nah, sekarang lebih dimantapkan lagi, karena ternyata banyak sekali loh stakeholder-stakeholder di sekitar kita, yang ingin mengambil peran untuk mendukung. Sehingga tanggal 3 Oktober kemarin itu kami resmikan KUB Tumbuh,” jelas Ana.

Baca juga: Ikut Lestarikan Lingkungan, Pelaku UMKM Perlu Kembangkan Model Bisnis Inklusif

Dalam menjalankan bisnis inklusifnya ini, Ana menekankan pentingnya kolaborasi dan peran dari stakeholders. Menurutnya, bisnis inklusif tidak bisa dijalankan sendiri, melainkan membutuhkan keterlibatan banyak pihak yang mendukung dan memiliki satu visi misi yang sama.

“Keterlibatan stakeholder itu yang membuat kami juga lebih mudah menggerakkan bisnis inklusif ini, karena kebetulan memang kami sudah kurasi nasional, branding-nya sudah kuat, sudah dimiliki kapabilitas dari foundernya untuk mengembangkan. Jadi ternyata bisa juga ya UKM melibatkan pentahelix dalam program bisnis inklusif ini,” tambahnya.

Batik warna alam hasil karya ibu-ibu KUB Tumbuh untuk produk Batik OrganikDok. Batik Organik/KUB Tumbuh Batik warna alam hasil karya ibu-ibu KUB Tumbuh untuk produk Batik Organik

Berdampak Untuk Masyarakat Marjinal

Selain itu, sampai saat ini dalam rantai produksi Batik Organik, KUB Tumbuh telah melibatkan 19 pengrajin aktif yang berasal dari latar belakang masyarakat marginal.

Baca juga: Dorong Berjalannya Bisnis Inklusif, Standard Chartered Gelar Program Futuremakers

Mereka kebanyakan ibu-ibu rumah tangga masyarakat sekitar Cipaku Kota Bogor, hingga para penyandang disabilitas yang nantinya akan diberi pelatihan membatik organik dan memproduksi batik.

“Kami menetapkan sistem upah berbasis kontribusi dan produktivitas agar semua anggota merasa dihargai. Selain itu, ada juga pelatihan gratis sebagai bagian dari tanggung jawab sosial kami,” kata Ana.

Upaya bisnis inklusif melalui KUB Tumbuh ini pun juga bukan tanpa tantangan. Ana mengatakan, salah satu tantangan utama dalam bisnis inklusif adalah menghadapi perbedaan karakter dan pola pikir masyarakat yang diberdayakan.

Baca juga: GudangAda Hadirkan Ekosistem Digital Inklusif untuk Perkuat Industri B2B

“Berbeda dengan orang-orang yang kami hire untuk bisnis inklusif ini, pola-pola yang pemberdayaan masyarakat itu challenging banget. Pertama dari karakter. Selain itu, tantangan kedua adalah melatih mereka, karena di sini bukan desa pengrajin batik,” ungjkapnya.

Namun, Ana percaya bahwa dengan konsistensi dan niat penuh, tantangan tersebut dapat diatasi dan bisnis inklusifnya tersebut bisa berdampak untuk masyarakat sekitar. Terbukti, anggota KUB Tumbuh yang ia berdayakan nyatanya mampu menghasilkan batik kualitas yang diharapkan.

“Tapi enggak ada yang enggak bisa. Kalau kita mau ternyata ada aja jalannya. Mungkin sebagian orang kan ada rasa takut, misalnya takutnya sia-sia, enggak works nih. Kalau aku maju aja dulu, kita latih sampai bisa menghasilkan kayak gini hasilnya bagus dan rapi,” pungkas Ana dengan yakin.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau