BOGOR, KOMPAS.com - Pagi itu hujan mengguyur seisi Kota Bogor, tetapi di sudut Kelurahan Cipaku, sebuah rumah dengan nama 'Rumah Batik Organik' tampak tetap ramai silih berganti lantaran dikunjungi oleh para pembeli.
Pemilik rumah tersebut sekaligus founder Batik Organik, Ana Khairani (40), berhasil memulai langkah besar dalam dunia batik dengan mengusung konsep keberlanjutan melalui Batik Organik.
Kini, setelah lebih dari satu dekade tepatnya dari 2013 silam, Batik Organik tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga telah merambah ke pasar global.
Baca juga: Kisah Perajin Batik Kujur Tanjung Enim Angkat Warisan, Inovasi, dan Keberlanjutan
Cerita ini bermula dari kecintaannya pada alam, Ana menggabungkan latar belakang akademisnya di bidang Agribisnis IPB dengan visinya untuk menciptakan produk fashion yang ramah lingkungan.
“Visi saya adalah membangun pusat riset dan edukasi serat serta warna alami terbesar di Asia. Batik Organik ini adalah kendaraan kami untuk mewujudkan itu,” kata Ana saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (7/12/2024).
Nama 'Batik Organik' sendiri dipilih untuk mencerminkan nilai keberlanjutan dan daya tarik modern. Selain akrab ditelinga karena dua kata ini memiliki akhiran yang sama, 'Batik Organik' juga relevan dengan fokus bisnis mereka pada bahan alami.
Baca juga: Peluang Bisnis Batik Ramah Lingkungan dari Limbah Kertas
Pada tahun 2013, ia memulai langkah pertama dengan melakukan riset mendalam tentang pewarna alami. Pasalnya, pewarna ini diekstrak dari berbagai bagian tanaman, seperti daun, kulit buah, bunga, hingga batang pohon.
Keunikan utama Batik Organik terletak pada penggunaan serat alami seperti kayu akasia, eucalyptus, katun, hingga sutra eri. Serat-serat ini dikenal biodegradable, yang berarti dapat terurai sepenuhnya di tanah dalam waktu sekitar 21 minggu.
Baca juga: Inovasi dalam Industri Batik, CV. Astoetik Buat Kompor Batik Listrik
Membangun bisnis dari nol bukanlah hal mudah. Dengan modal awal hanya Rp 500.000, Ana dan suaminya memulai segalanya dari bawah. Mereka berbagi tugas, Ana fokus pada pengembangan bisnis dan pemasaran, sementara suaminya menangani keuangan dan sumber daya manusia.
"Karena memang kami inginnya tumbuh secara organik. Kami enggak mau bisnis by accident, tapi bisnis by design. Saya mau seperti ini karena saya punya vision kedepan climate change akan terus ada, industrialisasi semakin naik, orang-orang juga semakin berbeda habit-nya. Karena itu aku lihat di luar negeri sudah ada eco living seperti itu, kayaknya Indonesia pun akan seperti ini. Saya melihatnya di 2013 seperti itu dan ternyata betul kan, tiga tahun terakhir gencar sustainable," jelas Ana.
Baca juga: Kisah Batik Aromaterapi dari Madura, Berhasil Ekspor ke Amerika Serikat
Perlahan tapi pasti, adalah gambaran perjalanan Ana selama membesarkan bisnisnya. Kian hari semakin terlihat pencapaian dari kerja kerasnya tersebut. Saat ini, bahkan kapasitas produksi Batik Organik mencapai 7.000-9.000 kain batik setiap bulannya.
Tak heran jika kini nama Batik Organik bukan lagi terdengar di pasar lokal, tapi juga sudah menembus pasar internasional. Bahkan, perjalanan Batik Organik menuju pasar internasional dimulai hanya setahun setelah didirikan. Ekspor pertama dilakukan ke Nigeria pada 2014.
“Ya memang awalnya sih banyak pertanyaan, kenapa Batik Organik cukup menarik market global? Bahkan waktu itu kami baru satu tahun berjalan dan sudah ada permintaan dari Nigeria, itu ekspor Batik Organik pertama kali ke sana,” kenang Ana.
Baca juga: Para Pelaku Usaha Ini Membuat Inovasi Produk yang Unik dengan Batik
Setelah Nigeria, Batik Organik terus melebarkan sayapnya ke berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Kanada, Prancis, Puerto Rico, dan Korea Selatan. Setidaknya jika ditotal terdapat 10 negara yang sudah berhasil dijangkau.
Selain untuk keperluan fesyen, ternyata kain Batik Organik juga digunakan untuk beragam keperluan produk di negara yang berbeda. Misalnya untuk inner exclusive bag, hingga alas matras, seperti yang ia ceritakan pengalaman uniknya dengan pelanggan dari Filipina.