JAKARTA, KOMPAS.com - Inovasi dan kejelian melihat celah pasar menjadi kunci agar bisnis tetap berjalan. Apalagi di masa pandemi, pelaku UMKM dituntut untuk selalu mampu membaca peluang yang ada.
Hal ini pula yang dilakukan oleh perajin batik asal Klaten Jawa Sugiyati. Selama ini, pemilik batik Bima Sena yang beralamat di Dukuh Pendem, Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Klaten, Jawa Tengah ini memproduksi batik kain dan batik kayu.
Namun, akibat pandemi Covid-19, bisnis batik kain dan batik kayu yang sebelumnya dijalankan, menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan.
Baca juga: Pemprov Jabar Permudah UMKM Pemenang Tender Mengakses Permodalan
Sebagaimana dikutip dari Kompas TV, Jumat (4/2/2022), Sugiyati menceritakan bahwa selama pandemi banyak toko yang tutup. Akibatnya, batik produksinya tidak bisa didistribusikan pasar.
Menghadapi kondisi yang kurang menguntungkan itu, Sugiyati tak tinggal diam. Kebetulan di rumahnya ada payung dan dia coba-coba membatik payung tersebut. Tak disangka, payung batik yang dibuat Sugiyati banyak peminatnya.
"Pas corona itu kan off semua. Pasar dan toko semua tutup. Jadi batik kayu tidak ada yang laku. Kami punya payung, kemudian kami coba untuk membatik payung tersebut. Ternyata banyak peminatnya juga," ujarnya saat diwawancara Kompas TV.
Dia mengungkapkan saat ini payungnya sudah memiliki pasar tersendiri. Bahkan karena keunikannya, payung batik yang produksi Sugiyati berhasil menembus pasar ekspor.
Sejauh ini, sudah ada dua negara yang menjadi tujuan ekspor dari payung batik ini, yakni India dan Hongkong.
"Untuk harga, itu tergantung dari motifnya. Ada juga pembeli yang request motif sendiri," lanjut Sugiyati.
Berbeda dengan membatik kain dan kayu yang menggunakan malam, membatik payung menggunakan bahan cat. Hal ini pula yang membuat proses pembatikan memerlukan proses yang lebih lama.
Baca juga: Perseroan Perorangan: Definisi, Kelebihan, dan Cara Mendirikan
Seperti yang diceritakan salah satu karyawan, Sri Lestari, bahwa bahan cat lebih kental ketimbang malam atau lilin, sehingga tidak selalu mudah keluar dari canting.
"Ini yang membuat proses membatik menjadi agak lama," kata Sri Lestari.
Terlepas dari upaya ekstra yang dilakukan selama membatik, bisnis payung batik yang dijalankan oleh Sugiyati berhasil menggerakkan kembali perekonomian masyarakat setempat.
Banyak dari ibu-ibu di lingkungannya yang diberdayakan dalam proses produksi payung ini. Sehingga pandemi berhasil dilewati seiring dengan berjalannya produksi payung batik ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.