Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Produk UMKM Bisa Juara, Teten Masduki Singgung Larangan Impor Barang di Bawah Rp1,5 Juta

Kompas.com - 28/07/2023, 17:33 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, ada tiga hal yang perlu diatur oleh pemerintah agar produk lokal, khususnya produk UMKM bisa juara di pasar digital Indonesia. Pertama, melarang penjualan ritel online lewat cross border commerce.

"Ritel dari luar negeri tidak boleh lagi menjual produknya langsung ke konsumen. Mereka harus masuk lewat mekanisme impor biasa terlebih dahulu, setelah itu baru boleh menjual barangnya di pasar digital Indonesia. Kalau mereka langsung menjual produknya ke konsumen, UMKM Indonesia pasti tidak bisa bersaing karena UMKM kita harus mengurus izin edar, SNI, sertifikasi halal dan lain sebagainya," kata Teten dalam siaran pers yang diterima Kompas.com.

Kedua, melarang platform digital untuk menjual produk sendiri atau produk yang berasal dari afiliasinya. Dengan begitu, pemilik platform digital tidak akan mempermainkan algoritma yang dimilikinya.

"Kalau mereka jualan produk sendiri atau produk dari afiliasi bisnisnya, algoritmanya akan diarahkan ke barang-barang mereka sehingga konsumen di pasar digital hanya akan membeli dagangan mereka saja. Percuma saja walau UMKM sudah onboarding," kata Teten.

Baca juga: Teten Masduki Sebut Narasi Custom Tambah Keunikan dan Harga Produk

Ketiga, larangan impor untuk produk yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar tidak lagi mengimpor barang-barang yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Pemerintah, kata Teten, juga perlu mengatur tentang harga barang yang bisa diimpor ke Indonesia. Menurut Teten, hanya barang yang harganya berada di atas 100 dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp1,5 juta yang nantinya diperkenankan masuk ke Indonesia.

Ketiga aturan ini, kata Teten sejatinya sudah dibahas dengan Kementerian Perdagangan. Hanya saja, hingga saat ini aturan tersebut belum juga terbit.

"Aturan ini sudah dibahas dengan Kemendag, sejak zaman Pak Luthfi. Seharusnya sekarang sudah harmonisasi aturan, bahkan harusnya sudah terbit," ucapnya.

Untuk mengantisipasi belum terbitnya Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PSME), dalam Rapat Kabinet di Istana, kata Teten dibahas secara khusus pembentukan Satgas Digital Ekonomi.

Baca juga: KemenKopUKM: Onboarding UMKM Ke Ekosistem Digital Butuh Pendekatan, Pemetaan dan Sinergi Lintas Sektoral

Teten mengatakan, aturan ekonomi digital Indonesia perlu segera diperbaiki karena ekonomi digital berkembang begitu cepat. Pemerintah pun perlu merespon perkembangan ini dengan secepatnya agar pasar digital Indonesia tidak dikuasai oleh negara asing.

"Kita perlu belajar dari India, Inggris, dan negara-negara lainnya. Kalau kita terlambat membuat regulasi maka pasar digital Indonesia akan dikuasai produk dari luar, terutama dari China yang bisa memproduksi barang dengan begitu murah, yang harganya tidak masuk akal," tegas Teten.

KememKopUKM dalaam keterangannya menyebutkan, penjualan produk lokal yang dilakukan lewat lapak digital, baik e-commerce maupun social commerce disinyalir relatif terbatas.

Barang yang dijajakan di lapak online lebih banyak disokong oleh produk asing. Salah satu indikasinya impor barang konsumsi terus mengalami peningkatan sejak 2015 hingga kini.

Menurut Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), sebanyak 74 persen produk yang dijual di lapak online tidak diproduksi sendiri.

Hal ini turut mendorong impor barang konsumsi terus mengalami peningkatan setelah e-commerce boom pada 2015-2016 dan di saat pandemi. Bahkan, dalam dua tahun lalu, peningkatan impor barang konsumsi mencapai sekitar 20 persen dibandingkan pada 2020.

Baca juga: Fasilitasi UMKM Masuk Pasar Digital, KemenKop UKM Akan Gelar PaDi UMKM Expo 2023

INDEF juga melaporkan jika produk lokal terus mengalami ancaman dari produk impor, khususnya produk asal Cina.

Produk kecantikan dan perawatan diri asal Cina, misalnya Skintific dan The Originote pada awal 2023 sudah mulai menyalip merek asli Indonesia seperti Scarlett dan Ms Glow. Padahal, di Mei 2022 penjualan kedua merek asal Cina masih sangat jauh dibanding merek lokal.

Hal ini terjadi, kata Izzudin Al Farras, Peneliti Center of Digital Economy and SMEs INDEF karena beberapa faktor, di antaranya karena produk asal Cina tersebut selalu ada di bagian flash sale di TikTok yang mudah dilihat oleh pengguna.

Tak hanya itu, iklan produk kecantikan dan perawatan diri asal Cina ini juga selalu muncul atau For Your Page (FYP) meski pengguna tidak mencari produk tersebut.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya
Dapat Bantuan Alat Modern, Perajin Patung dan Miniatur di Kota Malang Kebanjiran Pesanan
Dapat Bantuan Alat Modern, Perajin Patung dan Miniatur di Kota Malang Kebanjiran Pesanan
Program
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
Program
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Jagoan Lokal
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Training
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Program
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Program
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Training
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Program
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Program
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Program
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Program
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
Program
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
Program
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jagoan Lokal
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Program
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau