KOMPAS.com – Larva atau belatung bagi sebagian orang dianggap sebagai makhluk yang menjijikan. Namun, anggapan tersebut tidak tepat untuk larva dari lalat hitam yang dikenal dengan sebutan maggot.
Maggot menjadi salah satu pengurai sampah organik atau sampah sisa makanan di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 14,06 juta ton pada tahun 2022.
Baca juga: 7 Langkah Mudah Memulai Usaha Refill Parfum, Pemula Wajib Tahu
Maggot termasuk jenis larva dari lalat black soldier flyv (BSF) yang berasal dari Amerika. Berbeda dengan lalat hijau, lalat hitam BSF ini dapat dijadikan sumber pakan bernutrisi tinggi dan tidak membawa penyakit seperti lalat hijau.
Kandungan protein pada larva BSF ini cukup tinggi, yaitu 44,26 persen dengan kandungan lemak mencapai 29,65 persen.
Budidaya lalat yang satu ini cukup mudah, diawali dengan telur (baby maggot) yang menetas selama tujuh hari. Kemudian baby maggot dipindahkan ke tempat pembesaran (biopond) selama 21 hari dan diberi makan sampah organik.
Baca juga: 6 Ide Bisnis Sampingan Menarik Sambil Nonton Konser
Selanjutnya, maggot akan menjadi prepupa dan maggot tidak makan selama 14 hari. Setelah menjadi pupa, maggot membutuhkan waktu tiga hingga tujuh hari untuk menjadi lalat BSF.
Setelah menjadi BSF jantan berkembang biak dengan betina, tetapi lalat jantan akan mati dan lalat betina akan masuk ke tahap pembibitan atau bertelur selama tiga hari berikutnya.
Maggot memiliki protein yang tinggi sehingga sangat bagus digunakan untuk pakan ternak baik unggas maupun ikan. Selain itu, kotoran bekas maggot pun memiliki nilai ekonomi yang dapat dijadikan pupuk organik sebagai salah satu alternatif bagi para petani.
Baca juga: Heroik, 4 Pahlawan Era Revolusi Teknologi Ini Majukan UMKM Indonesia
Membudidayakan maggot juga merupakan hal yang mudah, berikut budidaya maggot yang dirangkum dari beberapa sumber.
Kandang lalat berfungsi untuk tempat lalat bsf bertelur, buat kandang dengan ukuran 3x2x 2 meter sudah cukup untuk menampung ribuan lalat bsf.
Selain membuat kandang untuk tempat bertelur, kamu bisa membuat juga kotak untuk penetasan telur. Anda dapat membuat kotak dari kardus, triplek, maupun kotak plastik.
Baca juga: Produk UMKM yang Fokus Isu Lingkungan Punya Pasar Luas
Biopond merupakan edia untuk pembesaran larva yang terbuat dari kayu atau bak plastik.
Buat dengan bentuk kotak atau sesuai kebutuhan lalu diisi dengan tanah.
Pakan maggot lalat bsf adalah sampah organik rumah tangga berupa sisa-sia makanan. Sebanyak 15.000 larva/maggot BSF dapat menghabiskan sekitar dua kilogram sampah organik hanya dalam waktu 24 jam.
Setelah telur menetas dan dipisahkan kedalam biopond, biarkan selama seminggu sampai larva berbentuk sempurna. Waktu panen yang terbaik yaitu sekitar 2-3 minggu setelah telur menetas.
baca juga: 5 Hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Memulai Urban Farming “Vertikultur”
Maggot dijual dengan harga Rp8.000 hingga Rp10.000 per kilogram. Sementara itu, maggot kering dapat mencapai harga Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per kilogram.
Bukan hanya itu, kotoran bekas maggot atau yang dikenal dengan sebutan kasgot pun memiliki nilai ekonomi yang tinggi, per kilogram kasgot dapat dijual dengan harga Rp 80.000.
Selain membantu menyelesaikan permasalahan sampah organik ataupun sampah rumah tangga, membudidayakan maggot dapat menjadi peluang bisnis yang menghasilkan nilah tambah ekonomi yang cukup tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.