KOMPAS.com – Sejak tahun 2019, Roswita Asti Kulla atau yang akrab disapa Asti memutuskan membangun bisnis kain tenun di Sumba Baratm Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bukan bisnis biasa, melainkan social enterprise, konsep kewirausahaan di mana pelaku usaha (sociopreneur) membangun bisnis dengan tujuan menciptakan nilai sosial, salah satunya meningkatkan kesejahteraan finansial para pekerjanya.
“Sejak tahun 2019 hingga tahun 2023, saya sudah memberdayakan sebanyak 105 pengrajin tenun di Sumba Barat,” ungkap Asti saat ditemui Kompas.com di acara Cerita Nusantara 2023 di JCC, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Cerita Roswita Asti Merintis Karaja Sumba, Berawal dari Keresahan Melihat Korban KDRT
Lebih lanjut Asti mengatakan, sejak empat tahun lalu, sebesar 25 persen profit dari Karaja Sumba digunakan untuk program beasiswa mulai dari SD hingga S1. Jumlah penerima beasiswa S1 hingga saat ini ada sekitar 30 orang lebih.
Bagi kamu para pelaku usaha yang ingin menjadi sociopreneur seperti Asti, berikut ini tiga hal yang harus kamu miliki untuk menjadi sociopreneur.
Asti mendirikan Karaja Sumba berawal dari keresahannya terhadap isu sosial di daerahnya, yaitu tingginya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Saya mencoba mengedukasi mereka dengan cara memanfaatkan potensi lokal yang ada, yaitu menenun, agar korban KDRT dapat mandiri secara perekonomian,” ujar Asti.
Asti percaya, wanita yang independen secara finansial lebih memiliki kekuatan untuk bisa terlepas dari kekerasan dan dapat melindungi diri dengan kemandirian finansial.
Sebagai pelaku usaha yang ingin menjadi sociopreneur, penting untuk memiliki jiwa sosial yang tinggi, yang memiliki kepedulian, dan dapat memberikan solusi pada isu-isu sosial di sekitar usaha kita.
Dengan begitu, bisnis yang kita jalani tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bermanfaat bagi orang lain.
Baca juga: 5 Tips Sukses Bisnis Jasa Pijat Bayi, Pelaku Usaha Wajib Tahu
Sebagai sociopreneur yang mewadahi sebanyak 105 pengrajin, Asti mengakui hal tersebut tak selalu mudah. Ada berbagai risiko yang harus dihadapi dalam menjalankan bisnisnya.
“Kalau memang bisnis kita konsepnya kewirausahaan sosial atau social enterprise, maka kita harus punya tujuan yang jelas, sehingga kita memiliki perhatian lebih terhadap suatu permasalahan,” ungkap Asti.
“Risiko yang biasa saya hadapi berupa barang tidak laku saat penjualan, barang ditolak, lalu proses produksi macet, karena para pengrajin ibu-ibu yang juga harus tetap ke sawah saat musim tanam dan panen. Itu menjadi fokus utama kita,” lanjut Asti.
Baca juga: 4 Tips Menjalankan Usaha Repacking
Sebagai bentuk upaya memberdayakan sumber daya manusia di sekitar lokasi bisnis, ada dua tipe yang bisa kamu lakukan sebagai sociopreneur menurut Asti, yaitu dengan memberikan modal produksi dan memberikan pelatihan.
“Tipe pertama kita memberikan modal usaha untuk mereka produksi, seperti benang dan alat produksi laiinya,” jelasnya.
“Untuk tipe kedua, yaitu melatih mereka untuk mengelola bisnis dan keuangan mereka. Saat ini sudah ada lima kampung yang sudah bisa melakukan bisnis home industry secara mandiri dari rumah mereka sendiri,” kata Asti menutup pembicaraan.
Baca juga: Ahmat Owner Rubycraft Ungkap Tips Menembus Pasar Internasional
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.