MALANG, KOMPAS.com - Penjualan cincau di Kota Malang, Jawa Timur meningkat saat bulan suci Ramadan tahun ini. Salah satunya dialami oleh produsen yang berada di di Jalan Laksamana Martadinata Gang 6B Nomor 38, atau dekat Pasar Kebalen.
Hariati selaku pembuat cincau mengatakan dirinya sempat pesimis saat awal puasa Kota Malang diguyur hujan deras yang bisa berpengaruh terhadap usahanya.
"Kemarin itu hujan, produksi dikira sepi tapi cuaca sekarang juga panas, sekarang lumayan lagi. Hari pertama puasa itu sepi, kan hujan seharian, mulai pagi, siang dan malam hujan terus enggak berani bikin banyak," kata Hariati, Rabu (13/3/2024).
Baca juga: Kisah Dua Perempuan Asal Bali Sukses jadi Tuan Rumah Airbnb
Saat ini, Hariati bisa memproduksi 300 blek atau kaleng besar cincau setiap hari, yang dijual ke pasa-pasar tradisional di Kota Malang, di antaranya, seperti Pasar Bunulrejo, Pasar Kebalen, Pasar Blimbing dan Pasar Gadang.
"Produksi 300 blek satu hari, kalau hujan 250 blek. Harga setiap blek Rp 50.000, beratnya 25 kilogram," katanya.
Jika dibandingkan hari-hari biasanya, usahanya rata-rata hanya memproduksi sekitar 30-40 blek cincau saja.
"Sebelum Ramadan produksi paling sekitar 30-40 blek, karena hanya melayani langganan setiap hari yang orang-orang jualan," katanya.
Hariati menjelaskan proses pembuatan setiap 20 blek cincau membutuhkan waktu sekitar 4 jam dengan dibantu Hariati dalam menjalankan usahanya dibantu oleh 4 pegawainya.
Dikatakannya, semakin berjalannya waktu, banyak bermunculan usaha cincau lainnya. Namun, dia bersyukur, hal itu tidak membuat kehilangan para pelanggannya.
Baca juga: Pahami, Ini Tantangan Berbisnis di Era Digital
"Sekarang sudah banyak yang meniru kita, tetapi bersyukur semua langganan itu masih ke kita, rejekinya," katanya.
Hariati juga mengeluhkan harga bahan baku cincau yang mahal. Bahkan, dia harus mendatangkan daun cincau yang harus didapatkan dari Ponorogo.
"Daunnya enggak ada yang tandur, daun cau nya, dulu banyak yang jual, sekarang sulit, mahal, banyak yang tidak jualan. Sepertinya karena pengaruh cuaca jadi yang menanam tidak banyak, cuacanya kan hujan terus,"
"Ini daun didatangkan dari Ponorogo kualitasnya jadinya bagus, hitam dan kenyal, kalau tidak dari sana hasilnya jelek, kalau dari sini beda seperti cokelat begitu," katanya.
Kondisi tersebut juga berpengaruh terhadap keuntungan yang diterima menurun 4 persen, dengan harga jual yang sama.
"Keuntungan yang diperoleh berkurang 4 persen, sagunya ya mahal, harganya naik," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.