Senada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil juga mengatakan bahwa masa depan ekonomi Indonesia ditopang olah sektor pertanian dengan syarat harus dipadukan dengan teknologi. Oleh sebab itu dia berharap para lulusan perguruan tinggi dapat kembali ke desa untuk membangun ekonomi dengan konsep modern.
"Kalau ekonomi hijau dan ekonomi digital ini dipadukan, ini bisa menjadi masa depan ekonomi kita. Tapi itu tidak akan terjadi kalau kerjanya sendiri-sendiri, kuncinya untuk sektor pangan adalah berkolaborasi dengan teknologi," ujar Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil berharap apa yang dilakukan oleh petani milenial di dalam wadah Koperasi Produsen Sari Buah Kopi ini menjadi contoh bagi koperasi-koperasi pangan lainnya untuk mulai merambah pasar internasional.
Ia optimis dengan kerjasama yang erat antar pemangku kepentingan dapat mendorong peningkatan kinerja sektor pertanian dan perkebunan di Jawa Barat.
"Ini bisa terwujud dengan kolaborasi pentahelix yang erat. Jawa Barat itu ekspor rata rata per tahun untuk produk pertanian Rp200 milar. Mudah mudahan bisa kita tingkatkan sampai triliun dengan praktik yang baik seperti har ini sehingga Jawa Barat bisa menjadi unggulan eksportir kopi di Indonesia," tukas Ridwan Kamil.
Rektor IPB, Arif Satria menyatakan pihaknya kini telah mendampingi 53 desa di Jawa Barat untuk mengembangkan produk lokalnya agar bisa menembus pasar ekspor.
Di sektor pertanian, dia berharap para petani yang tergabung dalam wadah koperasi atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dapat mengaplikasikan teknologi inovasi yang dikembangkan oleh IPB agar produktivitasnya meningkat.
"Kita terus berupaya meningkatkan inovasi, alhamdulillah desa- desa yang kita dampingi mulai berkembang. IPB berusaha maksimal mendongkrak potensi desa terutama di masa krisis sektor pertanian selalu unggul tahan banting dan tidak pernah mengalami kontraksi," ucap Arif.
Sementara itu Ketua Koperasi Produsen Sari Buah Kopi, Juanda bersyukur bahwa perjuangannya untuk membangun koperasi produksi kopi akhirnya membuahkan hasil.
Walaupun usia koperasi masih tergolong muda namun untuk pemrosesan dan produksi kopi sudah dilakukannya selama tujuh tahun.
Selama itu, jatuh bangun membangun koperasi produksi kopi telah dirasakannya. Dan kini koperasi dengan luas lahan produktif sebesar 2.815 hektar ini akhirnya pecah telor mengekspor produk kopi atas nama koperasi.
"Peran koperasi ini sebagai agregator dari hasil produksi anggota. Jadi kami berjenjang tidak ujug-ujug langsung ada koperasi makanya kalau kita ngomong soal koperasi kami ini baru, tapi kalau kami bergerak di kopi sudah cukup lama," kata Juanda.
Juanda berharap kedepan ada dukungan dari pemerintah atau lembaga terkait lainnya untuk membantu koperasinya dalam hal peningkatan kapasitas SDM atau dukungan dalam bentuk lainnya.
Sebab selain fokus pada usaha kopi, koperasi ini akan mengembangkan ekowisata dan juga usaha penyediaan madu alami.
Dari dua usaha lainnya ini diharapkan bisa menjadi sumber kekuatan baru bagi koperasinya. Sebab saat ini beberapa pihak mulai melirik produk ecowisata dan madu alami hasil dari koperasi tersebut.
Koperasi ini dinilai unik karena seluruh proses produksi kopi dan madu benar-benar digarap dari tangannya sendiri tanpa mengandalkan bantuan dari pihak manapun.
Ini terjadi karena dari hulu ke hilir seperti penyediaan bibit, pupuk hingga pemrosesan dilakukan dan disediakan oleh koperasi. Untuk itu perlu penguatan dari sisi SDM dan juga dari sisi marketing agar kedepan semakin dikenal oleh masyarakat luas.
"Kita bikin pupuk sendiri dari limbah kopi atau dari limbah masyarakat, kita ambil dan kita kasih duit dan tampung di sini. Jadi kita nggak pernah pusing mikirin harga pupuk mahal," pungkas Juanda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.