Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gagal Bisnis Catering, Richard Sukses Berbisnis Sambal Andaliman

Kompas.com - 02/08/2022, 10:14 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

KOMPAS.com - Salah satu karakteristik enterpreneur adalah tidak mudah menyerah. Meski bisnis pernah gagal dan hampir bangkrut, seorang wirausaha harus selalu punya energi untuk bangkit.

Hal itu pula yang dilakukan Richard, seorang entrepreneur asal Medan Sumatera Utara yang bergerak di bidang kuliner. Pernah bangkrut karena usaha catering-nya tidak jalan, saat ini Richard justru sukses berbisnis sambal andaliman dengan brand Garcia Food.

Bagi Richard, kegagalan merupakan sebuah awal untuk bisa menemukan peluang-peluang lain yang belum dieksplorasi.

Baca juga: Teten Masduki: Spirit Membangun Brand Lokal Harus Ditumbuhkan dan Diperkuat

"Saya terinspirasi untuk memulai bisnis sambal andaliman sejak November 2015, atau 2 bulan setelah gagal dari bisnis food event atau catering sebelumnya," kata Richard saat berbincang di sela-sela pelatihan pembuatan konten digital antara Kompas.com dengan Kemenkop UKM beberapa waktu lalu.

Dia mengisahkan, setelah usaha katering gagal, dia lebih banyak menghabiskan waktu berkeliling ke toko-toko, pasar sembari melihat produk-produk makanan yang sekiranya bisa dia jalankan untuk mengganti usaha sebelumnya yang tidak jalan.

Suatu pagi, dia masuk ke sebuah supermarket. Di situ dia tak punya tujuan, dan hanya ingin melihat kemasan-kemasan produk. Hingga akhirnya dia menemukan sebuah rak yang menampung sebuah produk berupa sambal thailand.

"Saya sempat berpikir, luar biasa orang Thailand bisa buat sambal dan bisa ekspor sampai Indonesia. Sontak, saya mendapatkan ide dari situasi kala itu, Kenapa saya tidak coba buat sambal juga dan ekspor kembali ke Thailand?"

Hal itu pula yang kemudian mendorong Richard bertekad untuk banting setir menjadi produsen sambal. Dan, sambal yang dipilih adalah khas Medan yakni sambal andaliman.

Eksperimen hingga 30 Kali

Begitu mendapatkan ide bisnis, Richard langsung mulai membuat resep sambalnya. Untuk mendapatkan resep yang sesuai, dia melakukan eksperimen hingga 30 kali.

Dari upaya tersebut, dia kemudian berhasil menemukan resep standar, yang dipakai untuk membuat sambal dengan skala yang lebih besar.

Akan tetapi, untuk memulai usaha, Richard harus mengais-ngais uang yang tersisa. Itu lantaran gagalnya bisnis yang dijalankan menyisakan utang sekitar Rp 30 juta.

Baca juga: Persaingan Bisnis Ternyata Bisa Beri Dampak Positif

"Saya masih ingat, ketika awal berusaha, saya menghindari debt collector setiap harinya. Hingga suatu saat saya memutuskan untuk menghadapinya. Beberapa perusahaan yang saya utangi, saya datangi kantornya, dan meminta maaf. Saya menceritakan situasi yang saya hadapi. Tapi saya terkejut, mereka tidak marah, dan justru menyemangati," kata dia.

Selesai dengan urusan permodalan, pada 2016, dia memulai produksi sambalnya. Di awal-awal bisnis, Richard hanya menempelkan foto yang dicetak di kertas HVS pada botol kemasan sambalnya. 

Namun lambat laun, kemasan yang dipakai diperbaiki. Dia tak lagi menempelkan foto hasil cetakan pada kemasan botolnya, namun telah membuat desain yang dicetak dengan bagus.

Terapkan Sistem PO dan Masuk E-Commerce

Untuk penjualan, Richard awal bisnisnya menerapkan penawaran langsung ke para kolega dan teman-teman dekatnya.

Seiring dengan semakin ramainya pembelian, dia menerapkan sistem pesanan atau PO (purchasing order). Uang yang didapat dari pemesanan, dia gunakan untuk membeli botol kemasan.

"Sistem PO ini saya lakukan selama 1 bulan lamanya karena kondisi saat itu saya bangkrut dan tidak punya uang," kata dia.

Dia menyadari bahwa karena penjualan pertama hanya berdasarkan pertemanan, bulan selanjutnya mereka tidak mungkin rutin terus membeli.

"Dari situ saya kemudian masuk ke e-commerce. Karena saya gaptek, saya minta bantuan teman-teman saya untuk mengajari," ungkapnya.

Baca juga: UMKM Payakumbuh Ini Berhasil Ekspor 1 Ton Bumbu Rendang ke Jerman

Lambat laun bisnis sambal andaliman yang dikemas dalam botol berjalan mulus. Bahkan mulai ada reseller yang menjual kembali sambal produksi Richard.

Produksi Bertambah

Hingga kini, bisnis sambal yang dijalankan Richard telah menapaki tahun keenam. Dalam sebulan, dia mampu memproduksi dan menjual 1.200 botol sambal. Bahkan saat pandemi, produksinya justru mencapai puncak.

"Paling tinggi kami pernah mencapai 8.000 botol dalam 1 bulan," kisahnya.

Sambal yang diproduksi tersebut saat ini telah masuk ke sejumlah toko ritel di Medan dan Rantauprapat.

Namun demikian, omzet terbesar diperoleh Richard dari penjualan online, dengan porsi mencapai 85 persen.

Sementara untuk memenuhi bahan bakunya, Richard membeli andaliman langsung dari petani. Sedangkan untuk cabai, dia ambil dari pemasok.

Ke depan, Richard berencana mengembangkan bisnisnya di luar sambal. Untuk itu, dia sudah menyiapkan sejumlah rencana bisnis untuk mendukung ekspansi usahanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang


Terkini Lainnya
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
LPDB Salurkan Pembiayaan ke KDKMP Sidomulyo Jember untuk Dukung Ekspor Kopi
Program
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Kisah Para Penjual Makanan di Kawasan Industri Nikel Weda, Sehari Bisa Raup Omzet Rp 10 Juta
Jagoan Lokal
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Penyaluran Kredit di 7 Wilayah Jatim Tumbuh 8,41 Persen, Malang Raya Didominasi Pelaku UMKM
Training
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Kementerian UMKM Fasilitasi Legalitas dan Pembiayaan kepada 1.000 Usaha Mikro di NTT
Program
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Pertamina Boyong 45 UMKM Binaan ke Trade Expo Indonesia 2025
Program
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Penjualan Stagnan, Puluhan UMKM di Kota Malang Dibekali Jurus Pemasaran Digital
Training
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Tanpa Dirigen, Orkestra UMKM Hanya Riuh Tanpa Irama
Program
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Pedagang Mengeluh Soal QRIS, Diskopindag Kota Malang Akui Tak Bisa Paksa
Program
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Indonesia Eximbank Luncurkan Buku Strategi Ekspor Jawa Tengah
Program
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Produk Sambel Uleg Hingga Pot Tanaman dari Jawa Timur Tembus Pasar Global
Program
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
BRI Rampungkan Pelatihan bagi Pengelola 100 Desa BRILiaN
Program
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
BRI Peduli Bantu UMKM Raih Sertifikasi Halal
Program
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jelang Perayaan Hari Kemerdekaan RI, Perajin Lampion di Kota Malang Kebanjiran Order
Jagoan Lokal
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Indonesia Eximbank Salurkan Fasilitas Pembiayaan dan Penjaminan Ekspor ke Petro Oxo
Program
Perkuat Koperasi dan UMKM, Mantan Gubernur BI Luncurkan BACenter
Perkuat Koperasi dan UMKM, Mantan Gubernur BI Luncurkan BACenter
Program
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Close Ads
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau