Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Wayan Merintis Bisnis Virtual Reality, Ingin Buat Edukasi Sejarah Lebih Menarik

Kompas.com - 18/10/2023, 17:27 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

DENPASAR, KOMPAS.com - Di era digital, perkembangan teknologi semakin beragam. Salah satunya virtual reality (VR), yakni teknologi tiga dimensi yang membuat kita merasa berada di dunia nyata yang diciptakan oleh VR.

Apalagi, VR memungkinkan penggunanya untuk berpartisipasi langsung dalam simulasi, sehingga membuat penggunanya menjadi bagian dalam interaksi tersebut.

I Wayan Novayana (31) tertarik memanfaatkan teknologi VR untuk smart branding dan smart learning. Ia juga meyakini, virtual reality memiliki potensi bisnis menguntungkan.

Baca juga: Dari Komunitas Overheard Beauty, Emiria Larasati Bangun Brand Kecantikan Kitschy

Kedua hal itulah yang menjadi alasannya memulai bisnis virtual reality di tahun 2018 dengan nama Digital Lontar Nusantara atau D’ Lontar.

Smart Learning dan Smart Branding dengan VR

Ia menuturkan, nama Digital Lontar Nusantara diharapkan bisa mengantarkan bisnis ini menjadi prusahaan IT yang mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya Nusantara.

“Tahun 2018 saya membangun D’ Lontar karena saat itu teknologi VR mulai berkembang. Lalu saya buat VR Perjuangan Patih Kebo Iwa untuk smart learning,” kata Wayan kepada Kompas.com saat ditemui di Denpasar, Bali beberapa waktu lalu.

Menurut Wayan, pembelajaran sejarah yang umumnya membosankan, proses penyampaiannya akan lebih menarik dengan menggunakan VR.

“Dengan VR, selain ditampilkan dalam cerita animasi menarik, anak-anak juga bisa terlibat simulasi langsung, sehingga membuat mereka merasa berada langsung di dalam cerita. Jadi tidak membosankan,” jelasnya.

Selain menawarkan konten-konten smart learning, Wayan juga fokus menghadirkan konten-konten smart branding untuk wisata budaya.

“Kami di sini juga mempromosikan wisata budaya. Karena menurut saya, wisata budaya dan UMKM di Bali belum dipromosikan secara menarik,” ujar pria asli Bali ini.

“Sementara kalau di Korea itu, orang-orang tiba di bandara sudah bisa langsung pakai VR yang disediakan untuk melihat destinasi-destinasi wisata. Dari pengalaman itu, mereka bisa memutuskan akan mengunjungi destinasi wisata yang mana,” paparnya.

Untuk wisata budaya, Wayan mengungkap setidaknya sudah ada 18 tempat wisata yang dibuat program virtual reality-nya oleh D’Lontar, di antaranya Desa Penglipuran, Mandi Suci di Tirta Empul, hingga Cau Cokelat yang merupakan pabrik cokelat terbesar di Bali.

Baca juga: Cerita Henny Merintis Pisang Goreng Sultan hingga Beromzet Ratusan Juta

Pengalaman menikmati virtual reality di Tahoma Cafe, Bali.dok. Tahoma Cafe Pengalaman menikmati virtual reality di Tahoma Cafe, Bali.

Membangun Tahoma Cafe

Untuk mempromosikan produknya, Wayan berkeliling dari sekolah ke sekolah dan ke berbagai pameran. Sayangnya, saat pandemi Covid-19, aktivitas tersebut harus terhenti.

Wayan harus memutar otak untuk mencari tempat yang memungkinkan orang-orang tetap bisa menikmati virtual reality. Tak patah semangat, tahun 2021 Wayan justru membangun bisnis keduanya, yakni Tahoma Cafe.

“Saya berpikir, dari pada hanya membangun kantor, lebih baik membangun kantor yang bisa jadi tempat nongkrong orang-orang juga. Akhirnya kami beranikan diri membuka kafe dengan mengikuti aturan yang berlaku saat pandemi,” ungkap Wayan.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau