JAKARTA, KOMPAS.com - Rumah-rumah itu berjajar dengan ukuran yang bervariasi. Dilihat dari penataan serta infrastruktur jalan yang ada, bisa dibilang ini adalah klaster perumahan dan bukan perkampungan.
Selain jalan-jalan yang lebih lebar ketimbang jalanan kampung, di beberapa titik juga ada tempat parkir yang memungkinkan truk maupun pickup bisa parkir dan bermanuver secara leluasa.
Ya, rumah-rumah tersebut adalah klaster yang didiami oleh para perajin tempe di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Berada di Kampung Sanja, klaster perajin tempe ini merupakan pemasok bahan makanan tersebut untuk wilayah Kabupaten Bogor, terutama di kawasan Cibinong, Depok, serta kawasan sekitarnya.
Baca juga: Dodol Tenjo Kuatkan Ekosistem UMKM Berbasis Ekonomi Tradisional
Mengandalkan jaringan tukang sayur, produk-produk perajin tempe dan tahu di kawasan ini terdistribusi secara luas.
Klaster tempe yang ada di Kampung Sanja tersebut adalah salah satu dari dua klaster serupa yang ada di wilayah Citeureup.
Perajin tempe dan tahu di Kampung Sanja ini mulai eksis sejak tahun 1980an. Keberadaan mereka tidak lepas dari peran seseorang yang dianggap sebagai "guru" sekaligus "sesepuh" bagi perajin tempe dan tahu di kampung ini, yakni Saparudin (64).
“Saya berasal dari Pekalongan Jawa Tengah. Setelah merantau ke Semarang dan Jakarta, saya menetap di Citeureup untuk menekuni usaha tempe,” kata Saparudin mengawali perbincangan ketika ditemui Kompas.com di rumahnya, Selasa (5/3/2024).
Saparudin mengungkapkan para perajin tempe di Kampung Sanja ini tak lain dan tak bukan adalah para anak didiknya. Mereka sebelumnya adalah orang-orang yang tak punya pekerjaan, yang sebagian di antaranya adalah tetangga dan keluarga dia yang ada di Pekalongan Jawa Tengah.
Tergerak membantu para tetangga dan rekan yang menganggur, Saparudin kemudian mengajari mereka dengan ketrampilan membuat tempe. Harapannya, setelah bisa berproduksi sendiri, para perajin bisa mandiri baik secara produksi dan penjualannya.
“Untuk tahap awal, saya akan menampung mereka sebagai pekerja sampai mereka benar-benar siap untuk mandiri,” jelas dia.
Perlahan tapi pasti, para “murid” Saparudin bertambah. Dalam perjalanannya, sebagian ada yang memilih membuka usaha di tempat lain. Namun demikian, tidak sedikit yang tetap memilih tinggal di tempat Saparudin.
Para perajin tempe yang ada di Kampung Sanja hidup dengan guyub. Mereka tinggal saling berdekatan antara satu dengan lainnya dalam satu kavling.
Meskipun demikian, mereka adalah perajin tempe yang independen. Tidak ada lagi hubungan layaknya bos dan anak buah dengan Saparudin.
Saparudin mengungkapkan, ada kisah yang melatari para perajin tempe tersebut tinggal di satu kawasan yang ada di Kampung Sanja.
Baca juga: 4 Ide Bisnis dari Rumah yang Bisa Menghasilkan Cuan
“Saat itu ada seseorang yang menjual tanah. Sembari tanah tersebut laku, saya membayari tanah yang dijual itu dengan mengajukan pinjaman ke BRI. Tanah tersebut kemudian saya buat kavling-kavling, dan saya tawarkan kepada mereka yang pernah belajar membuat tempe ke saya. Di situlah akhirnya perajin tempe tinggal di kawasan ini,” kata Saparudin.
Hingga saat ini, terdapat 17 perajin tempe yang tinggal di lokasi tersebut. Meski telah menjadi perajin tempe yang mandiri, mereka tetap saling berhubungan baik antara satu dengan lainnya layaknya sebuah keluarga besar.
Saparudin mengungkapkan dia berhasil mengumpulkan para perajin tempe tersebut karena fasilitas pinjaman dari BRI.
Dia mudah memperoleh pinjaman dari BRI karena sebelumnya dia adalah nasabah KUR dan non-KUR bank BUMN ini. Saparudin mudah memperoleh pinjaman untuk menebus tanah tersebut karena dia memiliki track record yang bagus sebagai nasabah.
Dia merasa sangat terbantu dengan fasilitas pinjaman yang diberikan oleh BRI untuk mendukung bisnisnya.
“Saat ini yang menikmati fasilitas KUR dan non-KUR dari BRI bukan hanya saya, tapi juga perajin-perajin lain yang ada di sini," kata dia.
Baca juga: Sembari Jalankan Misi Sosial, Jane Kurnadi Sukses Bangun Bisnis Kerajinan Kain
Sementara itu, salah satu perajin tempe yang ada di Kampung Sanja, Destir (60) mengakui bahwa dia sangat terbantu dengan fasilitas pinjaman dari BRI.
Sebelumnya dia pernah mengajukan KUR dan mendapat bunga yang sangat murah. Kini, seiring dengan meningkatnya kebutuhan modal, Destir diarahkan mengajukan pinjaman non-KUR.
“Prosesnya cepat dan mudah. Saya terbantu sehingga usaha saya bisa berkembang,” ungkap dia.
Mantri BRI Unit Citeureup Bagja Gumilang menjelaskan guyubnya para perajin tempe yang ada di Kampung Sanja Citeureup memang unik dan menarik. Hal ini juga turut mempermudah BRI dalam menyalurkan fasilitas kepada UMKM yang ada di kawasan ini.
“Ketika kami akan menyalurkan pinjaman, kami akan mengontak Pak Saparudin terlebih dulu untuk berkonsultasi mengenai nasabah yang akan kami beri fasilitas,” ungkap Bagja.
Menurut Bagja, performa pinjaman dari para perajin tempe ini cukup bagus. Hal ini membuat BRI tidak ragu untuk menyalurkan KUR dan non-KUR ke para perajin ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.