Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pernah Merugi Berbisnis Beras dan Kayu, Titin Sukses jadi Perajin Layang-layang

Kompas.com - 23/04/2024, 14:30 WIB
Bambang P. Jatmiko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Jalanan sempit itu hanya bisa dilalui oleh sepeda motor. Kalaupun ada tamu yang membawa mobil, kendaraan tersebut hanya bisa diparkir di luar gang.

Di ujung jalan, sebuah rumah bercat warna hijau tampak sepi. Begitu pintu rumah diketuk, si pemilik rumah keluar. Sambil tergopoh-gopoh, dia mempersilakan Kompas.com untuk masuk dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu.

Si pemilik rumah adalah Tinawati atau kerap dipanggil Titin (37), seorang perajin dan pengepul layang-layang yang tinggal di Kampung Tarikolot, Desa Cimande, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.

Baca juga: Melihat Geliat Kampung Layang-layang di Cimande Kabupaten Bogor

Tidak berbeda dari rumah-rumah lainnya di kampung tersebut, rumah Tinawati terlihat tidak terlalu mencolok.

Bayangan bahwa rumahnya dipenuhi layang-layang yang akan dijual menjadi hilang tatkala di rumah itu tidak ditemukan satu lembar pun mainan sejuta umat tersebut.

“Oh, untuk layang-layang semuanya saya simpan di gudang, termasuk juga bahan bakunya,” kata Tinawati membuka perbincangan, (Sabtu 20/4/2024).

Bagi Titin, layang-layang merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-harinya. Karena mainan itu pula, dia bisa membiayai anak sekolah serta menambah aset keluarga.

Pernah Berbisnis Beras dan Kayu

Kesuksesan Titin berbisnis layang-layang ini merupakan buah dari kesabarannya menapaki berbagai usaha untuk menyambung perekonomian keluarga.

Sekitar 8 tahun lalu, suaminya berhenti bekerja dari sebuah perusahaan tambang emas di Gunung Pongkor, Bogor. Saat itu perusahaan mulai mempersiapkan penutupan lokasi pertambangan, dan suami Titin tidak lagi bekerja di lokasi tersebut.

Baca juga: Hadapi Toko Ritel Modern, Pemilik Toko Kelontong Ini Terapkan Strategi Jitu

Berbekal uang pesangon dari perusahaan, Titin dan suaminya mencoba peruntungan dengan membuka bisnis beras. Ini merupakan kali pertama bagi keduanya membuka usaha.

Namun, usaha yang diharapkan berjalan lancar ternyata merugi. Titin mengaku tidak sedikit uang yang hilang karena usaha beras yang dijalankan tidak membuahkan hasil.

Tak patah arang, Titin kemudian mencoba peruntungan yang lain, yakni berbisnis kayu. Tapi hasilnya tak jauh beda dari usaha beras. Usaha yang dirintis itu juga merugi.

“Dua kali merugi dalam berbisnis, suami saya lantas iseng-iseng membuat layang-layang. Saat itu suami saya bisa menghasilkan hingga 4 bal (4.000 lembar layang-layang) dan dijual laku. Dari situ, akhirnya ada yang mengajak kami untuk bekerja sama dalam membuat layang-layang,” kata Titin.

Tinawati atau Titin (37) salah satu perajin dan pengepul layang-layang di Kampung Tarikolot, Cimande, Kabupaten Bogor Jawa BaratKOMPAS.com/ Bambang P. Jatmiko Tinawati atau Titin (37) salah satu perajin dan pengepul layang-layang di Kampung Tarikolot, Cimande, Kabupaten Bogor Jawa Barat

Layang-layang yang dibuat tersebut dijual kepada seorang agen di Cimande. Karena permintaan terus naik, Titin berinisiatif mencari mitra yang bisa membuat mainan tersebut.

Dia merekrut tetangga dan saudara-saudaranya untuk turut membantu memproduksi layang-layang. Hingga saat ini, jumlah perajin layang-layang yang berada di bawah naungan Titin sebanyak 15 orang

“Saya membayar tenaga saja kepada tetangga dan saudara yang membuat layang-layang ini,” jelas dia.

Penghasilan Lumayan

Ketika musim kemarau, setiap perajin rata-rata bisa menghasilkan rata-rata satu hingga dua bal atau 2.000 lembar layang-layang. Dengan jumlah perajin sebanyak 15 orang, maka jumlah mainan yang bisa dihasilkan mencapai 15-30 bal atau antara 15.000-30.000 lembar layang-layang setiap pekan.

Layang-layang tersebut dijual kepada agen besar seharga Rp 350.000 per bal. Sehingga, omzet yang bisa didapat oleh Titin setidaknya Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per pekan atau sekitar Rp 20 juta- Rp 40 juta per bulan pada musim tersebut.

Akan tetapi ketika musim hujan, omzet yang diperoleh bisa menyusut karena permintaan layang-layang mengalami penurunan.

Baca juga: Rully Mustakimah, Lulusan Sastra Arab yang Lihai Meracik Sabun Herbal

“Seperti saat ini musim penghujan, permintaan turun bahkan sepi sehingga produksi layang-layang juga kami sesuaikan. Tapi alhamdulillah, sedikit-sedikit masih ada yang memesan,” lanjut Tinawati.

Sebagaimana ketika Kompas.com berkunjung ke kediaman Tinawati, saat itu dia baru saja menerima order sebanyak dua bal atau 2.000 lembar layang-layang dari pembeli. Sebelumnya, dia belum mendapatkan order karena masih masuk musim hujan

Jaga Komitmen Bayar Cicilan KUR

Bisa dibilang usaha layang-layang ini merupakan bisnis musiman. Pendapatan tinggi akan dibukukan ketika musim kemarau. Demikian sebaliknya ketika musim penghujan.

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Mantri BRI Unit Cijeruk Bogor yang membawahi perajin layang-layang di Cimande, Ricki Rahmat.

“Bisnis layang-layang memang bisnis musiman. Namun perajin layang-layang di sini, seperti Bu Titin, itu pembayaran cicilannya lancar,” kata Ricki.

Salah satu kunci lancarnya pembayaran adalah kedisiplinan dari nasabah dalam mengatur keuangan.

IlustrasiFreepik / Skata Ilustrasi

Sebagaimana diungkapkan Titin, setiap bulan dia selalu menyisihkan uang yang diperoleh dari penjualan layang-layang khusus untuk membayar cicilan KUR.

“Saya setiap minggu menyisihkan 15-20 bal yang dijual khusus untuk membayar cicilan pinjaman KUR ke BRI. Dari situ saja sudah cukup untuk menutup cicilan. Selebihnya, pendapatan akan saya alokasikan untuk membayar perajin dan membeli bahan baku,” kata dia.

Sebagaimana diketahui, banyaknya perajin layang-layang di Cimande mendorong BRI melalui kantor BRI Unit Cijeruk menjadikan usaha tersebut sebagai salah satu klaster usaha yang mendapatkan fasilitas KUR.

Baca juga: Raih Cuan dengan Menjadi Agen BRILink, Begini Strateginya

Klaster layang-layang ini merupakan sektor yang unik, yang bisa ditemui di Cimande dan berbeda dari klaster UMKM pada umumnya yang bergerak di bidang makanan.

“Memang ada keunikan pada klaster layang-layang ini. Di Kampung Tarikolot dan Lemahduwur perajin masih bertahan. Selain petani, kebun, di sana ada pekerjaan sambilan yakni membuat layang-layang,” kata Ricki.

Ricki mengungkapkan bahwa bisnis layang-layang di Cimande ini turut berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat setempat. Sebagaimana yang dilakukan oleh Tinawati, usaha yang dijalankan bisa membantu perekonomian warga lainnya yang menjadi perajin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau