KOMPAS.com – Bakmi Gang Kelinci merupakan usaha bakmi legendaris sejak 1957 yang didirikan oleh Padmawati Dharmawan dan almarhum Hadi Sukiman. Telah beroperasi 66 tahun lamanya hingga diturunkan kepada generasi ketiga saat ini, mereka tentu melewati perubahan-perubahan zaman.
Setiap usaha memiliki kendala dan tantangannya masing-masing, begitu juga dengan Bakmi Kelinci yang telah berusia puluhan tahun. Namun kembali kepada masing-masing pelaku usaha, apakah diam saja atau memilih mengatasi kendala itu dengan solusi yang baik?
Baca juga: Mengintip Perjalanan Bisnis Bakmi Gang Kelinci, Berdiri Sejak Tahun 1957
Pada zaman dahulu mungkin kamu hanya mengetahui bahwa Bakmi Gang Kelinci hanya menyediakan menu mie-mie, tetapi seiring berjalannya waktu mereka menyediakan menu masakan halal yang lain, seperti sapo tahun, ayam, ikan gurame, dan masih banyak lagi.
Salah satu kendala yang paling dirasakan ketiga generasi adalah selalu naiknya bahan baku. Dengan naiknya harga bahan baku, mereka tidak boleh sembarangan menaikkan harga.
“Sementara bahan baku naik, jualan kami tidak bisa naik begitu saja, takut tamu-tamu dan pelanggan setia pada marah,” jelas pemilik Bakmi Gang Kelinci, Padmawati Dharmawan (90).
Sementara itu, generasi kedua, yaitu anak dari Padmawati, Kenny Sukiman (60) menambahkan bahwa ia merasa sangat sedih jika harus menaikkan harga.
“Meskipun naik seribu saja, saya bisa kepikiran berhari-hari, bertanya-tanya, ‘apakah oke kalau dinaikkan seribu?’ Takut pada komplain,” tambahnya.
Meskipun akhirnya mereka terpaksa menaikkan harga, mereka tidak akan menurunkan porsi mie atau makanan yang lain. Baginya, Bakmi Gang Kelinci terkenal akan porsinya yang banyak serta harganya yang pas di kantong.
Tidak hanya porsinya, mereka juga tidak mengurangi atau bahkan mengakali bahan baku. Mereka tidak mengganti bahan baku ke yang lebih murah ataupun menghilangkannya.
“Bakmi di luar sana banyak yang enggak pakai telur. Mungkin karena harga telur itu mahal jadi mereka tidak pakai. Selain itu banyak yang pakai kimia-kimia buatan makanya bisa enggak basi,” ungkap Padmawati.
“Kami anak cucunya pun masih makan bakmi setiap hari, dari kecil sudah makan, jadi sudah terbukti aman,” tambah Kenny.
Akibat dari upaya konsisten yang jarang menaikkan harga, tidak mengganti ke bahan yang lebih murah, dan tetap mempertahankan kualitas yang tidak main-main, Padmawati mengaku keuntungan yang mereka terima sedikit.
Baca juga: Cara Tan Ek Tjoan Bakery Bertahan dari Persaingan Bisnis dan Perubahan Zaman
Kebanyakan hanya untuk membeli bahan baku dan membayar pegawai-pegawai. Dari diperkerjakannya pegawai itu, Padmawati berharap mereka dapat melayani tamu dengan maksimal.
Range harga masakan dan bakmi mereka dari harga Rp 30.000 hingga kepada Rp 80.000 untuk gurame. Semua bahannya menggunakan bahan yang segar agar pelanggan senang.
Bahkan saat ini mereka menyediakan promo combo. Jadi jika membeli dua sekaligus akan mendapatkan potongan harga.
“Promo itupun belum dihapus sampai sekarang, masih ada,” kata Kenny.
Semua bisnis mengalami dampak negatif dari pandemi Covid-19 begitu juga dengan Bakmi Gang Kelinci. Kenny menjelaskan bahwa saat itu mereka bisa bertahan karena tabungan yang mereka miliki.
“Pandemi bisa kami atasi karena Mama saya selalu ngajarin kalau harus menabung, jadi kami bisa pakai dari tabungan itu,” jelas Kenny.
Dikarenakan adanya larangan makan di tempat, maka saat itu Bakmi Gang Kelinci pun menggunakan Grabfood, Gojek, dan Shopeefood agar bisa tetap berjualan. Sebelumnya mereka tidak menggunakannya sama sekali.
Perubahan zaman mengharuskan mereka mengikutinya dan beradaptasi, agar tak menjadi usaha yang tersisihkan. Setelah pandemi pun, mereka juga sudah memanfaatkan fitur pembayaran Qris.
Setelah pandemi, Bakmi Gang Kelinci juga masih merasakan kendala dengan tenaga kerjanya. Saat ini mereka telah memperkerjakan lebih dari 30 orang.
Namun masalahnya banyak dari mereka yang keluar dengan waktu yang cukup cepat. Jadi mereka harus cepat untuk mencari penggantinya.
Baca juga: Dodol Boga Rasa Tenjo Pegang Teguh Konsistensi Rasa
“Biasanya kalau memperkerjakan anak muda, mereka keluar bisa sehari, tiga hari, atau bahkan paling lama seminggu keluar, katanya capek bekerja,” kata Kenny.
Namun, Kenny menjelaskan bahwa tenaga kerja di dapur masih awet bertahan hingga kini. Banyak tenaga kerja dapur yang sudah bekerja belasan bahkan hingga puluhan tahun yang belum berhenti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.