BOJONEGORO, KOMPAS.com - Nesya Anggi Puspita (34) tampak bersemangat jelang matahari berada di titik kulminasinya. Anggi, panggilan akrabnya, masih ingat lini masa produk kerajinan tanganya bisa diekspor ke Korea Selatan, Belanda hingga Spanyol. Keberhasilan Anggi mengekspor produknya tak selalu mulus.
Perempuan alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) itu mulai merintis usahanya dengan nama CV. Grandis Home sejak tahun 2015. Ia memutuskan keluar dari pekerjaannya di bidang minyak dan gas bumi. Anggi pun merintis bisnis home decor sembari mengurus anak-anaknya.
Usaha pertamanya, ia memilih untuk memproduksi kerajinan-kerajinan berbahan kayu jati. Ia pun memasarkan produknya di pasar lokal. Ia melakoni bisnisnya dari nol dan secara otodidak.
Akhir tahun 2017, ia memutuskan untuk mencari target pemasaran yang baru. Awalnya menjual produknya di pasar lokal, Anggi memilih untuk mencoba ekspor.
"Gimana caranya ekspor itu saya belum tahu. Dari 2017 akhir itu sudah mulai cari tahu tentang ekspor. Akhirnya perdana ekspor, Oktober tahun 2019. Dua tahun belajar ke sana ke mari. Ekspor perdana saya ke Korea Selatan," kata Anggi selaku CEO CV. Grandis Home saat ditemui di Galeri Grandis Home, Kecamatan Kasiman, Bojonegoro, Jawa Timur dalam acara Media Trip LPEI pada Senin (12/8/2024).
Anggi pada saat itu, mendapatkan importir lewat marketplace asal China. Anggi mengekspor produk kerajinan kayu berupa mangkok, dan tableware lewat perusahaan lain lantaran usahanya terbentur sertifikasi Surat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Akhirnya, Anggi memutar otak agar bisa tetap ekspor.
Baca juga: Cerita Nesya Anggi, Produksi Furnitur dari Limbah Kulit Jagung hingga Berhasil Ekspor
"Waktu itu Grandis belum punya SLVK. Sehingga belum bisa mengeluarkan barang atas nama Grandis. Akhirnya ekspor pakai perusahaan lain," kenang Anggi.
Keberhasilan ekspor perdana ke Korea Selatan membuat Anggi semakin percaya diri. Anggi membuat desain-desain dan bahan-bahan kerajinan tangan yang baru lalu melatih mitra perajin dari para ibu rumah tangga Desa Kasiman. Ia mulai melirik bahan-bahan dari serat-serat alam seperti rayung, kulit jagung, pelepah pisah, sisal, dan ijuk dibanding kayu jati.
Anggi mencari bahan-bahan serat alam selain kulit jagung hingga keluar Bojonegoro seperti Trenggalek, Blitar, hingga Indramayu. Untuk mendapatkan kulit jagung di kampungnya sendiri bahkan ia harus berebut dengan peternak.
"Kalau musim kemarau kan pakan ternak tidak ada. Kulit jagung jadi pakan ternak. Saya ke rumah warga buat bujuk beli kulit jagung buat bahan baku saya," tambah Anggi.
Semangat Anggi berinovasi kemudian membuahkan hasil. Anggi selalu mengingat bahwa dirinya merintis bisnis kerajinan tangannya secara otodidak alias tanpa bekal ilmu secara akademis. Ia mengawali usahanya serba sendiri. Mendesain sendiri, memasarkan sendiri, hingga mengemasnya sendiri.
Ia pun berjejaring dengan sesama pelaku UMKM yang berfokus kepada pasar ekspor. Anggi juga mengikuti berbagai program pendampingan dari pemerintah dan kompetisi UMKM.
"Setelah itu, saya ketemu eksportir besar yang ada di Indonesia yang ekspor ke Eropa pada tahun 2020. Saya sudah nawarin kayu, tapi dia melirik cermin dari bahan jagung. Saya cuma bikin dua-tiga buah," ujar pemegang gelar Juara I Millenial Preneurship kategori Handycraft yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu.
Produknya dikenal oleh eksportir tersebut berawal dari ketidaksengajaan saat rekannya sesama pelaku UMKM memotret produknya. Fotonya kemudian dikirimkan ke eksportir tersebut dan akhirnya diminati.
Baca juga: Tiga Desa Devisa Binaan LPEI Tampil di IFEX 2024
Eksportir besar itu kemudian meminta Anggi untuk membuat produk dari bahan-bahan serat alam. Eksportir itu meminta produk-produk buatan Grandis dengan tanpa merek untuk dijual kembali di Belanda.
Anggi mendapatkan pesanan-pesanan untuk membuat cermin, hiasan dinding, keranjang, vas lampu, dan model-model produk lainnya untuk dipasarkan di Belanda. Produk pertama yang diekspor adalah cermin dengan berbahan dekoratif dari kulit jagung.
"Dia maunya produk yang natural. Padahal sempat saya finishing pakai pernis," kata Anggi.
Dari eksportir penghubung ke Belanda, Anggi mendapatkan pesanan dengan beragam jumlah. Pemesanan terbanyak biasanya pada akhir tahun. Nilai per pemesanan tertinggi yang didapatkan Anggi bahkan mencapai Rp 700 juta pada tahun 2022.
"Pada saat itu, cermin kami sangat diminati ya. Trennya sedang naik pada saat itu. Eksportir buat ke Belanda itu buyer utama saya sampai sekarang,"" ujar Anggi.
Baca juga: Difasilitasi LPEI, CV Maharani Sukses Tembus Pasar Ekspor ke Berbagai Negara
Anggi cukup beruntung lantaran mendapatkan eksportir penghubung yang memiliki jaringan importir di Belanda dengan rantai distribusi yang luas. Dengan begitu, Anggi mendapatkan pemesanan yang rutin bahkan hingga bernilai fantastis.
"Kalau yang buyer asal Spanyol, saya langsung ke buyer yang retailer sehingga harganya bagus. Memang dia mintanya produknya yang besar, premium, packaging-nya. Harga bagus, dan margin bagus. Dia langsung jual sendiri di tokonya. Yang seperti buyer Spanyol itu pesannya memang tak sampai ribuan," tambah perempuan dengan tiga anak tersebut.
Importir asal Spanyol itu, Anggi berhasil temukan saat mengikuti pameran dagang Ambiente di Jerman pada tahun 2023. Setelah diskusi dan komunikasi yang intens, Anggi mendapatkan order pertamanya sebanyak 292 buah saat mengikuti pameran IFEX 2024 di Jakarta.
"Ekspor ini pekerjaan yang panjang. Ekspor ini B2B (business to business), kadang pas banyak ya banyak, kalau sedikit ya sedikit. Jadi ya enggak mesti. Kecuali kita sudah berkembang, buyernya sudah 7-10 buyer, nanti baru berasa hasilnya," tambah Anggi.
CV Grandis home merupakan alumni UMKM Binaan LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) melalui Coaching Program For New Exporter (CPNE) tahun 2019. Ia mendapatkan bantuan akomodasi dari LPEI untuk mengikuti pameran Ambiente di Jerman pada tahun 2022.
"Pada waktu CPNE saya angkatan 2019. CPNE itu program untuk pendampingan ekspor. Akhir CPNE, itu turun order ekspor pertama saya ke Korea Selatan," kata Anggi.
Baca juga: Luncurkan Platform Digital, LPEI Mudahkan UKM Lakukan Ekspor
Nesya mengakui, LPEI telah atas keberlangsungan ekspor Grandis Home, mulai dari program pelatihanmarketing handholding, diangkat menjadi desa devisa kerajinan Bojonegoro pada tahun 2024.
Sampai saat ini, LPEI telah memberikan berbagai pendampingan untuk meningkatkan kapasitas usaha Desa Devisa Kerajinan Bojonegoro, yakni pendampingan prosedur dan dokumen ekspor, perpajakan serta penyuluhan laporan keuangan, pendampingan manajemen ekspor, dan pendampingan perluasan akses pasar, termasuk melalui pameran IFEX 2024 tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.