JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) melalui program Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan Desa Devisa terus mendukung pengembangan produk daun kelor.
Pengembangan produk daun kelor melalui program CPNE LPEI meliputi pembekalan keterampilan ekspor, pemahaman tentang regulasi pasar global, dan strategi pemasaran yang tepat nantinya diharapkan bisa menembus pasar internasional.
Kepala Divisi SMEs Advisory Services LPEI, Maria Sidabutar, menjelaskan melalui program-program CPNE, LPEI tidak hanya memberikan pendampingan tetapi juga memperkuat kapabilitas UKM dan desa-desa potensi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekspor yang lebih besar.
“LPEI berharap melalui upaya ini, semakin banyak pelaku usaha dari berbagai sektor dapat berani mendunia dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah global,” ungkap Maria dalam keterangan tertulis, Senin (19/11/2024).
LPEI telah membina Desa Devisa Daun Kelor di Kecamatan Batang-Batang, Sumenep, Madura. Program ini mencakup pelatihan sertifikasi organik, peningkatan kapasitas produksi, dan efisiensi biaya, sehingga memungkinkan produk daun kelor mereka menembus pasar Amerika, Eropa, dan Australia.
Baca juga: Bisnis Daun Kelor Bisa Tembus Pasar Ekspor, Ikuti 5 Tips Berikut
Peningkatan produksi yang signifikan membuat desa ini mampu memproduksi bubuk kelor hingga 1,5 ton per hari, meningkat dari 500 kg sebelumnya. Biaya produksi pun dapat ditekan menjadi Rp 14.400 per kilogram.
Desa tersebut kini memproduksi hingga 12 ton bubuk daun kelor dan 20 ton daun kelor kering per bulan, dengan sekitar 90 persen produk diekspor terutama ke Malaysia.
Produk daun kelor dari Sumenep digunakan untuk berbagai keperluan, seperti makanan, obat-obatan, kosmetik, dan pakan ternak sehingga menambah daya jual dan diminati oleh pasar global.
Selain itu, LPEI berkolaborasi dengan lembaga pendamping PT. AGRO DIPA SUMEKAR juga mendukung penyediaan alat pengering dan mesin tepung yang meningkatkan kesejahteraan warga sekitar, memungkinkan lebih dari 1.700 petani dari 9 desa lokal terlibat dalam produksi kelor.
Keberhasilan ini dicapai dengan kemampuan tanaman kelor yang dapat dipanen dalam waktu hanya tiga bulan untuk diambil daunnya, dengan setiap pohon dapat menghasilkan 1 kg – 2 kg daun kelor basah.
"Setelah mendapatkan pendampingan dari LPEI dan menjadi Desa Devisa, usaha kami menjadi lebih tertata dan terstruktur. LPEI tidak hanya memberikan pelatihan peningkatan kualitas dan kapasitas produk, tetapi juga pelatihan manajemen keuangan dan pembukuan," ujar pemilik PT. AGRO DIPA SUMEKAR, Heri Siswanto.
Nilai ekspor sayuran bubuk termasuk produk daun kelor diketahui mengalami peningkatan yang signifikan selama periode Januari-September 2024.
Tercatat kenaikan sebesar 90,74 persen dalam nilai ekspor menjadi USD 13,75 juta dibandingkan USD 7,21 juta pada periode yang sama tahun lalu. Volume ekspor juga meningkat sebesar 169,41 persen, dari 1.610 ton menjadi 4.350 ton.
Mayoritas produk yang diekspor berupa campuran sayuran, termasuk bubuk daun kelor. Negara dengan peningkatan nilai ekspor tertinggi adalah Tiongkok, dengan peningkatan sebesar USD 7,39 juta, diikuti oleh Thailand (USD 110,54 ribu), Arab Saudi (USD 71,01 ribu), Jepang (USD 46,09 ribu), dan Malaysia (USD 35,08 ribu).
Baca juga: Lewat Program CPNE, LPEI Dorong UMKM Papua Jadi Eksportir Baru
Hal ini menunjukkan potensi besar produk sayuran bubuk termasuk berbasis daun kelor di pasar internasional.
Salah satu alumni CPNE, PT Keloria Moringa Jaya yang dimiliki oleh Fachrul Rozi Lubis sukses menembus pasar internasional dengan ekspor tepung kelor.
Baca juga: Lewat Fasilitas PKE, LPEI Dorong Eksportir Indonesia Garap Pasar Afrika
"LPEI memberikan pelatihan yang sangat berharga bagi kami, mulai dari cara mencari pembeli, menentukan kode HS produk, hingga menghitung biaya ekspor untuk menghindari kerugian. Selain itu, kami diajari cara membuat company profile dan e-katalog yang efektif untuk menawarkan produk kami kepada pembeli di luar negeri," kata Fachrul.
Perusahaan tersebut memulai ekspor pertama mereka ke Australia pada 2021 dengan volume 20 Kg dalam satu koli. Kini, PT Keloria Moringa Jaya mampu mengirim hingga 300 kilogram dalam sekali pengiriman dengan frekuensi antara satu hingga tiga kali per bulan.
Dari ekspor ini, PT Keloria Moringa Jaya meraup pendapatan sekitar USD 5.400 per bulan. Bahkan, lebih dari 75 persen hasil penjualan mereka berasal dari ekspor, sementara sisanya ditujukan untuk pasar domestik.
Tepung kelor yang mereka produksi digunakan sebagai bahan campuran jamu dan bumbu masakan di luar negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.