Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok Pembatik 'Berkah Lestari' Berpacu dengan Regenerasi

Kompas.com - 04/12/2024, 22:00 WIB
Markus Yuwono,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Suasana Selasa (3/12/2024) siang memang tidak begitu terik, karena mendung menutup sebagian wilayah Karangkulon RT 002 Wukirsari, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Beberapa ibu-ibu tampak lihai memainkan canting di tangan kanannya, sementara tangan kirinya memegang kain yang sudah berpola. Sesekali mereka mengambil malam atau lilin yang berada di wajan di atas kompor yang menyala kecil menjaga agar tidak membeku. 

Sudah menjadi tradisi turun temurun di Wilayah Wukirsari, sebagian ibu-ibunya menjadi pembatik tulis. Mereka belajar otodidak, dan polanya diwariskan dari masing-masing keluarga. 

"Saya membatik sejak kecil, hingga saat ini masih membatik," kata Mukhoyaroh (67) ditemui di Wukirsari, Selasa. 

Baca juga: Kisah Batik Aromaterapi dari Madura, Berhasil Ekspor ke Amerika Serikat

Sejak kecil, dirinya diajarkan oleh ibunya membatik. Setelah pulang sekolah, tangannya langsung memegang canting dan membatik. Suasana berubah saat gempa 2006 melanda Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. 

Saat itu, sebagian rumah milik warga Karangkulon rusak akibat gempa bermagnitudo 5,9. Trauma membekas pada benak ibu-ibu yang saat itu sedang menyiapkan sarapan untuk keluarganya. Peralatan membatik pun ikut rusak tertimpa bahan bangunan.

Mereka tinggal di bawah tenda, dan praktis aktivitas membatik berhenti. Asa kembali muncul setelah ada Paguyuban Sekar jagat meminta ibu-ibu kembali membatik. Mereka didorong menyelesaikan selembar batik selama sepekan. 

Awalnya diberi upah Rp 20.000 ditambah makanan untuk mencukupi kebutuhan keluarga pasca-gempa. Lalu makanan diganti uang Rp10.000 per pekan. Di tengah keterbatasan itu ucapan syukur terus diucapkan para ibu-ibu di Padukuhan Karangkulon. 

"Lalu Dompet Dhuafa masuk, memberikan banyak bantuan peralatan membatik, kain, dan uang. Pelatihan juga," kata Mukhoyaroh.

Saat itu diberikan pelatihan membatik pewarna kain alami menggunakan pohon mahoni, hingga daun pepaya. Pelatihan diberikan bergiliran. 

"Daunnya dimakan, airnya untuk mewarnai kala itu," ucap Mukhoyaroh.

Hasil batik dari kelompok Berkah Lestari, Imogiri, Bantul. Selasa (3/12/2024)KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Hasil batik dari kelompok Berkah Lestari, Imogiri, Bantul. Selasa (3/12/2024)
Diakuinya, saat ini cukup sulit mencari pembatik muda. Mukhoyaroh menduga kondisi saat ini sekolah yang waktunya sampai sore hingga berkutat dengan teknologi, membuat anak sekarang sulit untuk tertarik membatik.

Pengurus Inti Batik Berkah Lestari, Nani Norchayati Lestari (37) mengatakan Dompet Dhuafa memberikan bantuan mendirikan kelompok 50 orang diberikan bantuan pelatihan hingga pemasaran. Modal berupa barang memproduksi batik, dan pelatihan pewarnaan karena saat itu belum bisa mewarnai batik. 

"Sekarang membatiknya di rumah masing-masing, yang membatik di sini (workshop Berkah Lestari) ada enam orang," kata Nani. 

"Ini total ada 50 orang yang ikut," ucap Mukhoyaroh.

Baca juga: Peluang Bisnis Batik Ramah Lingkungan dari Limbah Kertas

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau