Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani dan Pekerja Tembakau Tolak Draft RPP Pelaksanaan UU Kesehatan

Kompas.com - 17/11/2023, 09:48 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Petani dan pekerja tembakau menolak draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan, dan meminta pemerintah mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial yang muncul akibat larangan dan restriksi yang tercantum dalam peraturan tersebut.

Para petani dan pekerja tembaakau menilai, selain sebagai produk legal, tembakau juga memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional.

Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Sarmidi Husna menyampaikan penolakan terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Kesehatan didasari adanya draft pasal-pasal yang merugikan petani tembakau dan pekerja di sektor pertembakauan.

Baca juga: 7 Tips untuk Hasilkan Produk Berkualitas

“Kalau Kemenkumham menyetujui RPP tersebut, dampaknya akan sangat dirasakan mulai dari petani sampai ke penjual rokok. Karena itu, kita tolak pasal-pasal RPP Kesehatan terkait zat adiktif yang di dalamnya mengatur rokok dan tembakau,” kata Sarmidi dalam keterangan resminya, Kamis (16/11/2023).

Sarmidi Husna menyatakan, kekhawatiran tersebut muncul terkait pasal-pasal dalam draft RPP yang dianggap eksesif dan berpotensi merugikan industri tembakau.

P3M menilai bahwa RPP ini tidak hanya menempatkan tembakau pada posisi yang merugikan, tetapi juga dapat menghilangkan mata pencaharian sekitar 6 juta masyarakat Indonesia.

Sementara itu Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Tengah Nurtianto Wisnubroto menyebut saat ini para petani tembakau tengah dihantui aturan yang tengah digodok yaitu RPP Kesehatan pasal tembakau.

“Oleh Pemerintah, rokok dianggap masih terlalu murah, apalagi perbandingannya dengan Singapura yang harganya kalau dirupiahkan menjadi sekitar Rp140.000 (per bungkus). Dengan aturan baru nanti, harga rokok menjadi sekitar Rp 45.000. Tapi pemerintah lupa, UMR di Singapura itu Rp 50 juta, sementara di Indonesia rata-rata hanya Rp 2,7 juta. Jauh sekali perbandingannya,” tutur Wisnu.

Baca juga: Peluangnya Menjanjikan, Begini Untung Rugi Bisnis Jastip

Pendapat senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) Andreas Hua. Menurutnya, RPP Kesehatan yang menyangkut zat adiktif akan membuat harga rokok semakin tinggi.

Hal ini, tentu berdampak pada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Yang paling terasa dampaknya adalah di industri rokok. Kalau rokok tidak laku, para pekerja akan terkena PHK. Karena itu, FSP RTMM dengan tegas menolak RPP Kesehatan pasal tembakau ini,” pungkasnya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau