Bahkan kini, konflik Rusia-Ukraina juga berisiko mengganggu pasokan input produksi global terutama mengingat besarnya kontribusi kedua negara tersebut dalam lansekap energi dan pangan dunia.
Oleh karenanya penguatan Local Value Chain (LVC) bernilai tambah di Indonesia harus didorong mengingat adanya risiko deglobalisasi yang terus menghantui di tengah masih tingginya porsi impor bahan baku Indonesia.
Selain itu, penguatan LVC bernilai tambah juga bisa menjadi solusi dari belum optimalnya pemanfaatan potensi berlimpahnya SDA nasional.
Batu bara dan CPO yang merupakan komoditas penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, sejauh ini sebagian besarnya hanya diekspor dalam bentuk raw material yang tidak bernilai tambah sehingga nilai riil ekonomisnya relatif lebih rendah dari nilai potensialnya.
Lebih lanjut, kedua komoditas tersebut bisa diolah lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan input produksi dalam negeri yang selama ini sebagian besarnya dipenuhi melalui impor.
Contoh sederhananya adalah bagaimana upaya gasifikasi batu bara di Kalimantan yang kemudian bisa menjadi bahan baku produksi methanol, sehingga nantinya berpotensi mampu memenuhi kebutuhan methanol industri di Jawa yang notabene masih dipenuhi dari impor.
Selain itu, upaya hilirisasi CPO menjadi biodiesel kedepan mampu menjadi solusi dari tingginya ketergantungan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang notabene inputnya juga masih dipenuhi dari impor.
Pada tahap lanjut, penguatan LVC bernilai tambah tersebut juga mampu meningkatan kapabilitas manufaktur Indonesia dan diharapkan nantinya bisa menjadi salah satu katalisator visi Indonesia menuju negara maju di tahun 2045.
Merujuk pada success story beberapa negara maju, sektor manufaktur utamanya high-tech manufacturing yang bernilai tambah adalah kunci transformasi mereka menjadi negara maju.
Tentunya untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan setidaknya tiga strategi utama yakni perbaikan faktor produksi, dukungan regulasi, serta adanya promosi dan kerjasama perdagangan.
Ketiga strategi tadi tentunya juga harus didorong oleh iklim investasi yang positif dan berkelanjutan terutama dalam kaitannya dengan adaptasi teknologi mutakir.
Baca juga: Kominfo: Perhelatan G20 Bisa Buka Peluang Promosi untuk UMKM dan Pariwisata RI
Oleh karenanya, adanya momentum presidensi G20 Indonesia perlu dioptimalkan terutama untuk mendorong sustainable investment yang bisa mendorong penciptaan nilai tambah produk domestik.
Selain itu adanya momen strategis tersebut, juga bisa dimanfaatkan Indonesia untuk mengambil posisi strategis dalam Global Value Chain (GVC) dunia dengan menjadikan produk manufaktur bernilai tambah tinggi hasil hilirisasi sebagai ‘value proposition’ Indonesia.
Pada akhirnya, penguatan LVC yang bernilai tambah di Indonesia tidak hanya bisa menjadi solusi dari adanya ancaman deglobalisasi, namun lebih dari pada itu mampu menjadikan dunia sebagai sebuah kekuatan ekonomi besar yang bisa menjadi pemain penting dalam konstelasi ekonomi dunia.
(*Tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili instansi tempat penulis bekerja)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.