JAKARTA, KOMPAS.com - Batik telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari fesyen keseharian masyarakat Indonesia. Hal ini pula yang membuka peluang bagi para mereka yang punya passion di bidang perbatikan, bisa meraih kesuksesan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Hadi Kurniadi (30) asal Banyuwangi Jawa Timur. Mengutip Kompas.com, Hadi bukanlah orang berasal dari lingkungan atau keluarga pembatik. Ia juga tak punya keahlian membatik.
Namun, berkat kemauan dan kerja kerasnya, ia kini menjadi salah satu produsen batik di Banyuwangi yang dibilang sukses. Hadi kini memiliki rumah produksi dan galeri batik buatannya di desa Taman Suruh, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Jawa Timur.
Omzet jualannya mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta dalam sebulan.
Baca juga: Ini Rahasia Sukses Membangun Bisnis
Hadi bercerita sekitar tahun 2016, ia masih bekerja sebagai kurir di perusahaan ekspedisi. Kerjaan itu membuatnya sering bertemu para pengusaha yang memanfaatkan jasa kurir.
Selain kurir, Hadi juga sempat berjualan mainan anak-anak. Namun usaha tersebut tidak disertai jaringan pemasaran dan modal yang minim. Akibatnya, usahanya tak bertahan lama.
Hingga akhirnya ia bertemu dengan salah satu pemilik galeri batik terkenal di Banyuwangi yakni SisikMelik.
"Waktu itu ada paketan di salah satu galeri batik. Saya kirim ke sana dan tertarik untuk bagaimana membuat batik," kata Hadi, saat ditemui di rumahnya, Selasa (12/10/2021).
Meski belum pernah membuat batik, Hadi menyampaikan keinginannya untuk menjual batik ke SisikMelik.
Pemilik galeri menyambut tawaran Hadi dan berjanji akan membeli batik buatannya. "Waktu itu belum bisa buat batik, tapi saya ngomong saja dulu biar tak kesulitan masalah penjualan. Bagi saya usaha apa pun kalau pemasaran enggak ada pasti kolaps," kata dia.
Hadi tertarik terjun ke usaha batik karena saat itu kain batik banyak peminatnya. Pemerintah setempat juga besar-besaran memasarkan batik. Selain itu, ia juga menyukai menggambar sejak dari kecil.
Baca juga: Startup di Malang Ini Ubah Jelantah Jadi Biodiesel untuk Nelayan
Sembari bekerja, Hadi mempelajari pembuatan batik tulis dari nol. Ia mendatangi rumah produksi batik untuk belajar mencanting dan peralatan apa saja yang dibutuhkan.
"Saya belajar dan lihat, tanya bahan alat dan sampai tahu dasarnya," kata dia.
Hadi lalu membeli kain dan peralatan batik. Ia mencanting batiknya sendiri. Berulang kali percobaannya gagal. "Ternyata saya praktikan di rumah dan tetap gagal. Canting batik butuh waktu dan konsisten agar bagus dan layak dijual," kata dia.
Ia tak menyerah dan terus belajar mencanting batik. Hingga akhirnya ia berhasil membuat satu kain batik tulis yang menurutnya sudah bagus.
Selanjutnya adalah belajar mewarnai batik. Ia kembali menimba ilmu ke pembuat batik untuk pewarnaan. Hingga akhirnya batik buatannya jadi dan laku dijual.
"Batik pertama selesai, dan kami jual ke SisikMelik. Modal Rp 150.000, dibeli seharga Rp 300.000," kata dia.
Batik buatan pertamanya laku membuatnya semakin semangat. Ia kembali membuat batik dengan motif yang lebih rumit. Selama tiga bulan ia membuat batik sembari tetap kerja sebagai kurir.
"Ada yang berhasil dan gagal. Kemudian memutuskan resign dan fokus ke batik," kata dia.
Memasuki 2017, Hadi fokus membuat batik tulis. Dalam sebulan ia bisa membuat dua hingga tiga batik tulis. Ia menjualnya mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Mulai berkembang Batik buatannya berkembang dan ia mulai mengajari tetangga sekitarnya.
"Lebih dari setahun, setiap batik saya proses dan saya jual ke galeri," kata dia.
Uang penjualannya kemudian ia tabung untuk membeli peralatan batik cap. Canting cap ini seperti stempel dan bahannya terbuat dari tembaga. Jadi prosesnya lebih cepat daripada batik tulis.
Usahanya terus berkembang dan bisa menjual hingga 100 batik cap dalam sepekan. Motifnya beragam mulai kopi pecah, gajah oling, hingga blarak sempal.
Baca juga: Kemendag Gandeng E-Commerce untuk Bantu UMKM Go Global
"Namun, ada juga motif kreasi seperti bunga-bunga," kata dia. Ia saat itu bisa mempekerjakan hingga 20 orang untuk produksi batik cap ini. "Saat itu omzet bulan kami antara Rp 30 sampai Rp 50 juta," kata dia.
Harga batik cap ia patok Rp 90.000 hingga Rp 110.000. Sementara batik tulis Rp 500.000 hingga Rp 700.000 tergantung kerumitannya.
Penjualannya dibantu dengan banyaknya festival batik yang digelar oleh pemerintah daerah. Sehingga makin banyak konsumen yang tahu batik buatannya.
Namun pandemi Covid-19 membuat penjualannya turun hampir setengahnya. Bahkan ia harus mengurangi jumlah pekerja.
Kini, untuk batik cap dikerjakan 6 orang dan batik tulis 4 orang. "Namun, sebulan terakhir ini mulai ada peningkatan lagi," kata dia. Ia berharap pandemi segera berlalu dan wisata kembali bergeliat. Sebab, sedikit banyak penjualannya berasal dari wisatawan yang berkunjung ke Banyuwangi. (Penulis : Kontributor Bali, Imam Rosidin | Editor : Robertus Belarminus)
Artikel ini telah tayang dengan judul: Kisah Hadi Kurniadi Belajar dari Nol hingga Sukses Jadi Pengusaha Batik dengan Omzet Rp 50 Juta Sebulan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.