Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar IPB: RI Harus Genjot Jumlah Wirausahawan untuk Hadapi Resesi Global

Kompas.com - 16/07/2022, 14:54 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Dunia saat ini sedang cemas menghadapi ancaman resesi global, yang diperparah dengan tiga peristiwa, yaitu perang Rusia-Ukraina, lonjakan harga komoditas, serta meningkatnya inflasi.

Menghadapi tantangan tersebut, sekitar 60 persen negara-negara berpendapatan rendah diperkirakan akan mengalami kesulitan, sebagaimana yang dialami Sri Lanka. Lantas bagaimana dengan Indonesia?

Guru Besar Ilmu Kewirausahaan IPB Prof Rachmat Pambudy, menuturkan, dalam jangka pendek, perekonomian Indonesia masih bisa selamat karena ditolong oleh booming harga komoditas.

Baca juga: Lewat Pelatihan Konten Digital, Pelaku UMKM Diharapkan Bisa Tambah Nilai Produk Lewat Narasi

 

Namun, dalam jangka panjang kita memerlukan tumpuan baru untuk menggerakkan perekonomian.

“Sebagai lower middle income country, atau negara berpenghasilan menengah ke bawah, kita tidak bisa menyandarkan perekonomian pada ekspor komoditas atau sektor jasa. Basis pertumbuhan ekonomi kita haruslah sektor-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif,” kata Rachmat Pambudy dalam keterangan resminya, Sabtu (16/7/2022).

Menurut Rachmat, agar perekonomian Indonesia memiliki banyak keunggulan kompetitif, persis di situlah kita membutuhkan jumlah wirausaha yang banyak.

Kewirausahaan (entrepreneurship), menurut Rachmat, merupakan determinan penting bagi pertumbuhan ekonomi. Berbagai hasil penelitian, baik di negara-negara maju maupun berkembang (developed countries), telah membuktikan tesis tersebut.

Menurut laporan Indeks Kewirausahaan Global (Global Entrepreneurship Index) 2019, Indonesia hanya menduduki peringkat 75.

Peringkat jumlah wirausaha kita masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di ASEAN. Malaysia, misalnya, menduduki peringkat 43, Thailand di peringkat 54, dan Singapura di peringkat 27.

“Jumlah wirausaha kita masih sedikit. Selama ini kita telah mencampuradukan pengertian wirausaha dengan pengusaha atau pedagang, padahal secara konseptual tidak semua pengusaha, pedagang, pebisnis, atau industrialis bisa disebut sebagai wirausaha,” jelas Rachmat.

Wirausaha, menurut Rachmat, adalah seseorang yang melakukan inovasi, menanggung risiko, sekaligus terlibat dalam manajemen bisnis. Inilah yang membedakan wirausaha dari pelaku usaha lainnya. Tidak semua pengusaha bisa disebut entrepreneur.

Meskipun mereka mengambil risiko dan terlibat dalam manajemen bisnis, namun jika usahanya tersebut tidak memperkenalkan inovasi apapun, mereka tidak bisa disebut wirausaha.

Baca juga: 7 Tips Memilih Lokasi Jualan untuk UMKM

Karena Indonesia adalah negara agraris, di mana 29,59 persen masyarakat kita bekerja dan hidup dari sektor pertanian, maka sektor pertanian menurut Rachmat harus dijadikan kunci untuk menggerakkan kewirausahaan.

“Supaya para petani kita bisa jadi motor kewirausahaan, mereka harus didorong untuk bertransformasi dari petani menjadi wiratani, atau wirausaha di bidang agribisnis,” tegas Rachmat.

“Kalau kita bisa mendorong petani menjadi wiratani (agripreneur), multiplier effect-nya sangat besar. Para petani, peternak dan pekebun Indonesia, akan bertransformasi dari low-income peasant menjadi middle-income farmer, atau bahkan bisa menjadi high-income agripreneur,” ujar dia.

Rachmat Pambudy kemudian mencontohkan pengalaman Thailand dalam membangun perekonomiannya yang banyak dipengaruhi oleh keberhasilan mereka memasyarakatkan kewirausahaan di kalangan petani.

Thailand berhasil mengubah identitas petaninya menjadi pengusaha, sehingga masyarakat desa mereka kemudian bisa bertransformasi dari “masyarakat petani agraris” (agrarian society of peasants) menjadi “masyarakat pengusaha pedesaan” (rural entrepreneur society).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com