JAYAPURA, KOMPAS.com - Serra Esterlin Ohee (24) hidup di keluarga perajin dari kulit pohon Khombow di Pulau Asei Besar, Distrik Sentani Timur, Jayapura, Papua. Ia terbiasa melihat ayah dan ibunya melukis dan mewarnai kulit pohon Khombow lalu menjualnya ke turis. Kini, Serra meneruskan bakat perajin dan pengusaha sekaligus melestarikan kesenian dari tanah kelahirannya itu dengan jenama Reymay Art.
Dalam acara undangan JagoWAn Digital UKM dari Whatsapp, Serra bersama tiga saudaranya mempraktekkan proses pelukisan dan pewarnaan kulit pohon kayu Khombow di atas dermaga Pantai Khalkote. Ditemani semilir angin, Serra sesekali menunjukkan tanah kelahirannya yang tak jauh dari dermaga. Di sana, Serra dan keluarga tumbuh besar dan menjual produk kerajinan dari kayu Khombow.
“Kalau turis itu biasanya langsung nyeberang ke Pulau Asei. Jadi begitu turun turis dari speed boat, masyarakat langsung lari buat ditawarin. Ayah dan ibu saya juga,” kata Serra seraya jari tangannya menunjuk ke arah Pulai Asei, Jumat (22/7/2022) siang.
Baca juga: 5 Jajanan Sekolah yang Bisa Jadi Ide Usaha di Rumah
Guratan-guratan motif warisan ayah dan ibunya mengalir di tangan Serra. Kelihaian Serra bukan hal yang mudah. Serra sudah terbiasa melihat ayah dan ibunya melukis kulit kayu Khombow sejak kecil di rumahnya. Dari situ, Serra berpikir untuk melestarikan pola dan cerita yang indah di balik motif yang ia gambar.
“Ini memang kerajinan sudah turun temurun mulai dari ayah, ibu mengerjakan. Kami anak-anak karena sering melihat pekerjaan ini, kami jadi sering mengikuti. Biasanya mulai dari pewarnaan. Dari situ karena sudah terbiasa, jadi saya pribadi tertarik membuat dan menjual,” ujar Serra.
Pada tahun 2016, kesenian Khombow ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda Indonesia asal Papua dengan domain “Keterampilan dan Kecakapan Kerajinan Tradisional”. Awalnya, kesenian tradisional tersebut hanya dapat ditemukan di Kepulauan Asei di Danau Sentani. Ia pun ingin produk kerajinan asal Pulai Asei tetap eksis.
"Harapannya kita bisa melestarikan budaya dan seni. Karena hanya ini saja yang kami punya untuk bisa kenalkan ke dunia luar," kata Serra.
Khombow sendiri dilukis dengan motif berupa hewan dan tumbuhan dengan arti tertentu pada setiap gambarnya.
Baca juga: Rena Arifah, Berhasil Olah Sampah Organik Kayu menjadi Arang Berkualitas
Serra berujar, Reymay berasal dari bahasa Sentani yang berarti kebahagiaan Serra bermaksud untuk membawa kebahagiaan untuk setiap pelanggan yang membeli produknya. Serra mengatakan, ia menjual produk-produk kulit kayu dengan tiga motif dari desanya seperti topi, tas jinjing, dan aksesoris berbingkai.
“Total lima motif yang kami punya. Tapi ada tiga yang paling terkenal. Yonikhy artinya kekuatan), Ayemehele artinya kemakmuran, Fouw artinya kesatuan, dan persatuan. Produk itu awalnya lukisan. Tasnya dijahit teknik sederhana,” ujar Serra, anak kedua dari tiga bersaudara tersebut.
Serra saat itu merantau ke Malang, Jawa Timur untuk menempuh pendidikan. Serra menempuh pendidikan D-3 Akutansi. Di Malang, Serra tak lupa membawa budaya dari asalnya.
"Saya sempat kuliah di Malang, Saya pakai produk hasil kerajinan orangtua, ternyata banyak yang tertarik sama produknya. Mereka banyak tanya apa ada motif yang kekinian dan stylish." kata Serra.
Ia pun berpikir setelah mendapatkan pertanyaan tersebut. Diakuinya, teknik pembuatan tas dari Pulau Asei hanya berbekal teknik sederhana. Pelukisannya hanya menggunakan tangan dan pembuatannya secara manual alias tak menggunakan mesin jahit. Dari sana, Serra bertekad produk kerajinan asal tempatnya lahir bisa dikenal orang luar.
Baca juga: Pengusaha Muda Asal Madura Siap Naik Kelas
Kini, Serra bekerja sebagai tenaga honorer di Kantor Bupati Jayapura. Di sela kesibukannya, ia pun menekuni bisnis Reymay Art sejak tahun 2020. Serra tak patah arang meski menghadapi masalah bahan kulit kayu Khombow yang sudah mulai langka di Jayapura.