Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Tiga Perempuan Tangguh Merawat Dedang Tenun Puncatiti di Pelosok NTT

Kompas.com - 14/03/2023, 21:00 WIB
Markus Makur,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

Tetangga dari Anastasia, Regina Inus saat ditemui Kompas.com sore itu juga sedang menyelesaikan satu pesanan kain tenun puncatiti.

Regina mengatakan, baginya, menenun kain tenun puncatiti supaya jangan lupa warisan leluhur, khususnya leluhur kaum perempuan di Kampung Wangkar.

"Saya tahu menenun sejak tamat sekolah dasar tahun 1983. Saya juga belajar menenun dari mama saya. Kini saya bisa dedang dengan beberapa motif sesuai pesanan," jelasnya.

Regina menjelaskan, warna dasar kain tenun puncatiti adalah warna hitam sedang motif di kainnya ada delapan.

Kedelapan motif itu dalam bahasa Congkar yaitu, motang ringgik, matang tondang, akik leka, saung tidam, matang tondang hum sua, akik leka hum empat, wela runus dan Kali ruit.

"Saya dan mama-mama di Kampung Wangkar sudah bisa menenun delapan motif ini. Biasanya satu motif yang lebih menonjol di satu kain puncatiti. Memang dalam satu kain itu ada delapan motif, namun, satu yang lebih menonjol untuk bisa membedakannya," pungkas Anastasia.

Regina menjelaskan, motif kain tenun puncatiti berbentuk lurus dari atas ke bawah,atau vertikal, tidak ada motif berbentuk horizontal dalam kain tersebut. Ini yang membedakan kekhasan kain tenun puncatiti dengan kain tenun lainnya di wilayah Manggarai Raya.

"Dulu saat saya belajar menenun, mama saya memberi pesan bahwa anak perempuan harus bisa menenun supaya merawat, melestarikan dan menjaga warisan nenek moyang, khususnya kaum perempuan di kampung, (anak loe, pecing dedang, tuing anak loe dedang). Selain itu, hasil kain tenun bisa menghasilkan uang untuk membeli beras, jagung dan keperluan adat istiadat," ujar Regina.

Baca juga: Melkianus Lubalu, dari Kernet Truk hingga Jadi Pengusaha Sukses di NTT

Regina, mengatakan, jika tidak kerja kebun dan sawah, ia bisa menghasilkan tiga kain tenun puncatiti dalam satu bulan. Harga jual kain tenun puncatiti Rp 600.000 per satu lembar kain.

"Kalau saya fokus menenun untuk sebulan bisa menghasilkan uang sebesar Rp 1.800.000; kalau dijual dengan harga Rp 600.000; tetapi kadang-kadang tidak ada pemasukkan tergantung orang pesan," jelasnya.

Ekonomi dan Warisan Keluarga

Regina menyebutkan, hasil penjualan kain tenun puncatiti diperuntukkan biaya pendidikan anak sekolah dan ekonomi keluarga.

"Saya jual kepada orang yang membutuhkan kain puncatiti baik di kampung maupun kalau ada orang yang pesan dari Kota Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat. Biasanya, saya menenun sesuai motif yang dipesan oleh pembeli. Selain itu, kain ini untuk keperluan selimut dan acara adat di kampung," jelas Anastasia.

Regina menjelaskan, ia melatih anak perempuannya untuk bisa menenun. Satu anak perempuan sudah bisa menenun.

Anak gadisnya itu sudah mengikuti pelatihan menenun di pusat Industri Kecil Menengah (IKM) Rana Tonjong. Tapi anak gadisnya sudah merantau ke Kalimantan. Satu anak gadisnya sedang mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Atas di Kota Ruteng, Ibukota Kabupaten Manggarai.

"Kesulitan mewariskan dan melatih anak gadis di kampung ini yakni mereka mengenyam pendidikan SMA di perkotaan. Selain itu anak gadis tidak banyak yang berminat menenun lagi," jelas Regina.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau