Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Targetkan Ekspor, Pemkot Batu Kembangkan Tanaman Kopi di Lahan 1700 Hektar

Kompas.com - 15/06/2023, 07:00 WIB
Nugraha Perdana,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

BATU, KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Batu memulai pengembangan tanaman kopi di lahan Perhutani seluas 1.700 hektar pada tahun ini. Pemkot Batu menargetkan bisa mengekspor komoditi kopi dari Kota Batu, Jawa Timur dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan.

Ada empat desa yang dijadikan kawasan pengembangan tanaman kopi yang termasuk area lereng Gunung Arjuna. Diantaranya, di Desa Tulungrejo seluas 500 hektar, Desa Sumbergondo dengan 500 hektare. Kemudian, Desa Bulukerto sekitar 300 hektar dan Desa Giripurno seluas 400 hektar.

Pejabat Wali Kota Batu, Aries Agung Paewai mengatakan, pengembangan tanaman kopi itu dilakukan dengan konsep agroforestri. Sebagai informasi, Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang mengombinasikan antara tanaman berkayu dengan tanaman non-kayu.

Pengembangan konsep agroforestri tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi juga sekaligus menyelematkan alam. Sementara itu, tanaman kopi dipilih karena dapat meminimalisasi terjadinya erosi dan tergolong tanaman kayu keras.

"Supaya tidak ada erosi nantinya, makanya dimanfaatkan sebagai tanaman kopi," kata Aries pada Rabu (14/6/2023).

Diharapkan, pengembangan tanaman kopi tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan para petani itu sendiri. Selain itu, para petani dan masyarakat diminta untuk tetap menjaga kelestarian hutan dalam pengelolaannya.

Baca juga: Dagangan Diborong Pengunjung, Pelaku UMKM di Selecta Kota Batu Semringah

"Di dalam konsep hutan lestari diharapkan ikut bertanggungjawab, dan masyarakat bersama-sama mengelola. Sehingga, mempertahankannya terhadap hutan-hutan yang diharapkan bisa produktif. Namun, tetap terjaga lingkungan yang bersama di wilayah Kota Batu ini," tambah Aries.

Lebih lanjut, sejauh ini masih dua petani yang siap mengelola lahan seluas 2,5 hektar untuk tanaman kopi. Pengembangan tanaman kopi itu dilakukan secara bertahap.

Diperkirakan, dibutuhkan waktu selama dua tahun untuk bisa memanen kopi dari mulai proses penanaman. Nantinya, pengelolaan dan pemasaran hasil produksi kopi dari petani akan dibantu oleh Perhutani dan Pemkot Batu.

"Jadi perhutani nanti akan mengambil hasil produksi dari petani kita yang ada di lahan perhutani, termasuk nanti soal pasar, Pemkot Batu yang bergerak," katanya.

Perlu diketahui, upaya Pemkot Batu dalam membangkitkan komoditi kopi sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2020, Pemkot Batu memunculkan ikon Kopi Ceret Ireng asal Kelurahan Desa Songgokerto.

Pada akhir 2021, perusahaan asal Mesir, CV Mabrouk berminat mengimpor 240 ton kopi asal Kota Batu.

Baca juga: Apel Khas Kota Batu dan Olahannya Diburu Wisatawan jadi Oleh-oleh

Pengembangan tanaman kopi di Kota Batu juga memantik Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa berkunjung ke Desa Tulungrejo pada Rabu (14/6/2023). Menurutnya, tanaman kopi cocok ditanam di Kota Batu dengan kontur pegunungan.

Khofifah juga menyampaikan, pentingnya membangun communal branding atau satu merek yang bisa dimanfaatkan oleh banyak pelaku usaha. Sehingga, dapat menguatkan pemasaran suatu produk.

Beberapa daerah di Jawa Timur juga sudah menerapkan konsep tersebut.

"Yang berhasil dibangun yakni communal branding Kopi Madiun, Kopi Wonosalam di Jombang, dan Kopi Bondowoso," kata Khofifah.

Menurut Khofifah, communal branding penting dilakukan untuk bisa memenuhi pasar ekspor dengan menjaga kuantitas dan kontinuitas suatu produk.

"Kadang antara quantity dengan continuity kurang bisa memenuhi. Maka communal branding menjadi bagian penting, selain dari kebutuhan secara quantity dan continuity, ini bisa kita penuhi. Maka quality control-nya bisa dilakukan, jadi nanti yang sekarang sudah di Bumiaji, di Kota Batu," kata Khofifah.

Baca juga: Omzet Naik saat Libur Lebaran, PKL di Alun-alun Kota Batu Girang

Kepala Desa Tulungrejo, Suliono mengatakan, sebenarnya keberadaan lahan tanaman kopi sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Namun, saat ini jumlah lahan kopi yang ada tidak seberapa.

"Dari Belanda di sini sudah ada sentra kebun kopi, tetapi saat ini yang ada hanya ada di pinggiran saja, yang konvensional belum. Yang minat masih pasar lokal, karena enggak ada promosi dan sarpras untuk menanam dengan baik, paling tidak ratusan kilo saat ini sekali panen," kata Suliono.

Untuk pengembangan kedepan, di lahan seluas 500 hektar rencananya akan ditanam tanaman kopi jenis arabica. Lahan yang dipergunakan itu saat ini ditanami sayuran dan buah-buahan.

Pihaknya selaku pemerintah desa akan siap memberikan bantuan peningkatan pengetahuan penanaman kopi kepada para petani.

"Support desa berupa peningkatan SDM (Sumber Daya Manusia) terkait cara pengelolaan kopi, mulai penanaman, pemanenan, proses hasil produksi dan pemasaran," ujar Suliono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau