Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perjalanan Haykal Kamil Membangun Brand Fashion Muslim ZM Zaskia Mecca

Kompas.com - 22/09/2023, 17:43 WIB
Nur Wahyu Pratama,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Haykal Kamil merupakan pengusaha muda yang menjalankan usaha di bidang fesyen muslim dengan brand ZM (Zaskia Mecca). 

Pria kelahiran 1991 ini mengungkap, mulai belajar berdagang sejak tahun 2007. Saat itu, ia dipaksa seniornya untuk mengumpulkan dana. 

“Pada tahun 2007, saya dan teman-teman dipaksa senior untuk mencari uang buat acara prompt night mereka. Mereka memberikan baju untuk kita jual. Akhirnya terkumpul dana sebanyak Rp 10 juta dalam waktu 3 hari,” kata Haykal Kamil, CEO Brand Fashion ZM Zaskia Mecca pada acara Bincang UMKM: Strategi Bisnis Sukses di Era Digital, Rabu (20/9/2023).

Baca juga: Kisah Sukses Isa Juarsa Membangun Bakso Rusuk Joss hingga Punya Puluhan Cabang

Awal Menjadi Pengusaha

Tahun 2011 saat duduk di bangku kuliah, keluarga Haykal ternyata kesulitan membayar biaya kuliah. 

“Jadi pas semester 3 ibu saya sampai jual mobil. Saya mikir, hari ini jual mobil, besok jual apa lagi buat uang kuliah saya? Konyol kan?,” guyon Haykal.

Melihat hal itu, Haykal mencoba jualan baju Justin Bieber, Maroon 5, dan Bruno Mars untuk membiayai kuliahnya.

Ia melakukan ini dari tahun 2011 hingga tahun 2013, dengan berjualan di pinggir jalan dan juga memanfaatkan Twitter untuk mempromosikan dagangannya. Sementara untuk transaksinya, dilakukan melalui Blackberry Messenger (BBM).

Selain berjualan baju, Haykal juga syuting stripping hingga tahun 2016 demi mengumpulkan uang.

Membangun Brand ZM Zaskia Mecca

Semakin terbiasa berdagang, pada tahun 2015, Haykal memutuskan untuk mendirikan PT Kals Corpora Indonesia, yang berfokus menjual brand halal lifestyle.

“Dulu saya punya brand namanya Kals Clothing, cuma kalau untuk Kals Hijab kan orang jadi pada enggak tahu tuh. Saya coba izin pakai nama kakak, Zaskia Mecca, untuk jadi nama brand kita,” papar Haykal.

Haykal mengaku, alasannya memilih menjual pakaian muslim, karena egonya dan kecintaannya pada produk syariah.

"Zaman dulu ego saya tinggi banget, bahkan bank saja saya pakai bank Muamalat dan itu diprotes semua orang, karena kalau transfer dikenakan tarif dan kata orang sulit untuk mencari ATM-nya," ujarnya.

Turning point-nya pada 2015, saat saya bikin film sama mas Hanung, berjudul Hijab. Saya langsung berpikir, ternyata industri fesyen muslim besar banget. Mulai dari situ, saya merasa tertantang untuk menjadi bagian dari industri itu, dengan modal Rp 150 juta,” ungkapnya.

 

Baca juga: OJK Targetkan Kontribusi UMKM pada PDB Capai 70 Persen di Tahun 2028

Produk ZM Zaskia Mecca

Produk dari brand fashion ZM Zaskia Mecca sangat beragam, seperti hijab, dress atau gamis, tunik, dan blus.

“Kita tidak hanya menjual produk, tapi kita juga mencoba menjual value. Kita selalu menaruh nilai dengan bikin cerita di produknya, seperti koleksi Teman Serumpun yang mengangkat bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang masih satu rumpun. Teman Serumpun ini ada dua edisi Malaysia dan Thailand,” kata Haykal.

“Ada juga Roman Khatulistiwa, yang bercerita tentang bunga-bungaan, dan Aksara Nusantara yang mengangkat tentang tulisan-tulisan aksara seperti Aksara Sunda, Jawa, dan Batak,” sambungnya.

Harga dari produk ZM terbilang ramah dikantong, seperti hijab mulai dari Rp 50 ribu dan dress Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu.

Haykal percaya, konsumen terbesar berada di midlle class. Karenanya, ia memiliki taglineBrand Public Figur Harga Menghibur”.

Perjalanan panjangnya selama 8 tahun, membuat Haykal berhasil membangun 120 toko. Sayangnya, semua yang dibangun oleh Haykal tutup akibat pandemi.

Beruntung Haykal masih mampu bertahan, dengan mengalihkan fokus jualan secara online. 

Baca juga: Zaskia Adya Mecca Bagikan Tips Sukses Membangun Usaha untuk Pemula

Dari Offline Beralih ke Online

Saat tahun 2019, penjualan offline ZM Zaskia Mecca mencapai 90 persen dan online hanya 10 persen.

 

Namun saat pandemi Covid-19 di tahun 2020, penjualan offline menurun drastis, hanya sekitar 30 persen.

“Sekarang produk kami sekitar 97 persen di online dan sisanya dijual ke departement store. Kalau online enaknya pembeli yang jauh bisa order, tanpa harus jauh-jauh ke toko offline, cuma margin semakin tipis,” kata Haykal.

Menipisnya margin penjualan, dikatakan Haykal karena untuk jualan online harus ada live, sehingga pelaku usaha harus membangun studio yang bagus, menyewa host, memberikan koin ke penonton, memberi harga terbaik, flash sale, hingga subsidi gratis ongkir.

Ia berhadap, pertumbuhan ekonomi digital yang meningkat secara eksponensial, yang mencapai ratusan persen setiap tahunnya, dapat dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia. Bukan hanya menjadi penonton, tapi juga menjadi bagian orang yang menikmati pertumbuhan ekonomi digital.

Baca juga: 3 Cara Inovasi Produk Bisnis Kuliner ala Pemilik Bakso Rusuk Joss

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com