Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peduli Lingkungan, Hartati Merintis Bisnis Sedotan dari Tanaman Purun

Kompas.com - 25/10/2023, 12:38 WIB
Nur Wahyu Pratama,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Limbah sedotan plastik yang berukuran kecil membutuhkan waktu sekitar 20 tahun untuk bisa terurai.

Sementara  menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia merupakan penghasil 93 juta ton sampah sedotan plastik per tahun.

Oleh karena itu, Hartati selaku owner Purunea sejak tahun 2019, mantap membawa konsep eco-straw dengan membuat sedotan dari tanaman Purun.

Baca juga: Manfaatkan Limbah Paralon, Produk Syahda Craft Banyak Dilirik Hotel Bintang 5

Sambil membangun usaha, Hartati bekerja di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang kehutanan sebagai Manager Humas sampai saat ini.

“Awalnya saya iseng, kok tanaman purun ini berlubang? Saya coba buka dan muncul ide untuk mengubahnya menjadi sedotan. Saya akhirnya eksperimen selama satu tahun,” tutur Hartati saat diwawancarai oleh Kompas.com via Zoom Meetings, Selasa (24/10/2023).

Sudah Dimanfaatkan Sejak Zaman Dahulu

Sejak zaman dahulu, tanaman purun sebenarnya banyak digunakan masyarakat Belitung sebagai alat pengikat atau tali, sebelum adanya tali rafia. Selain itu, masyarakat juga menggunakan tanaman ini untuuk dibuat tikar.

Baca juga: Simak 8 Tips Pentingnya Bergabung dalam Komunitas Bisnis

Di Belitung, hamparan tanaman purun sangat berlimpah. Oleh sebab itu, Hartati berinisiatif memanfaatkan sumber daya yang satu ini.

Hartati menuturkan, awalnya ia ingin membuat kerajinan seperti tikar, tapi saat ini sudah jarang ada pengrajin tikar, karena masyarakat sudah jarang menggunakannya.

Berdayakan Ibu-ibu dan Masyarakat Sekitar

Hartati memulai usaha ini dengan modal sebesar Rp 200 juta untuk sewa rumah produksi, membeli alat, dan bahan produksi.

“Jumlah produksi kami tergantung dari panjangnya tanaman purun. Saat ini kami bisa memproduksi sebanyak 10 ribu pcs sedotan dari 30 kg bahan baku basah,” jelasnya.

Dalam melakukan proses produksi, Hartati dibantu oleh tim produksi yang terdiri dari 8 ibu-ibu dan masyarakat sekitar lingkungan rumah produksi.

“Kami memberdayakan masyarakat untuk membersihkan bagian dalam tanaman purun dengan kami sediakan peralatannya. Karenanya, mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari rumah,” ujarnya.

Baca juga: Perjalanan Bisnis CV. Sumber Karunia, Manfaatkan Sumber Daya Alam hingga Bertahan 3 Generasi

Produk PuruneaKOMPAS.com/Nur Wahyu Pratama Produk Purunea

Sulitnya Mengubah Kesadaran Masyarakat

Hartati memang telah berhasil menciptakan sedotan dari tanaman purun, meskipun demikian, ia mengaku kesulitan untuk mengubah kebiasaan dan pola pikir masyarakat terhadap pencemaran lingkungan.

“Produk kami masih sulit diterima oleh sebagian masyarakat. Kesadaran mereka terhadap lingkungan masih rendah. Meskipun sedotan itu berukuran kecil, tapi kalau seribu orang yang menggunakan kan akan berdampak besar untuk lingkungan,” keluhnya.

Bukan hanya itu, rasa empati masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan menggunakan produk ramah lingkungan, menurutnya juga masih rendah.

“Salah satu keunggulan produk kami yaitu kompostable, jadi lebih mudah terurai secara alami,” jelasnya.

Baca juga: 4 Tips yang Harus Dipahami oleh Pebisnis Pemula di Bidang Kerajinan

Mitra Purunea

Skema penjualan yang dilakukan oleh Hartati terhadap produk Purunea lebih banyak menggunakan skema Business to Business (B2B) atau kerja sama dengan perusahaan, dibanding langsung ke konsumen.

“Saat ini ada beberapa hotel, baik di Jakarta dan di Belitung yang menjadi loyal customer kami,” ungkapnya.

Baca juga: 5 Ide Bisnis yang Cocok Dikembangkan di Kawasan Wisata

Selain itu, terdapat beberapa kafe dan rumah makan di daerah Surabaya, Bogor, Jakarta, dan Belitung yang menggunakan produk Purunea.

“Bahkan sebelum pandemi, produk Purunea sudah masuk ke pasar Bali, cuma saat ini belum bertemu lagi mitra untuk supply ke Bali,” tuturnya.

Hartati bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 10 juta dalam sebulan. Namun demikian, keuntungan bukan tujuan utamanya membangun bisnis ini.

Baca juga: 5 Ide Bisnis yang Cocok Dikembangkan di Kawasan Wisata

“Yang saya inginkan, usaha ini bisa berkembang lebih besar, supaya bisa memberikan manfaat terhadap lingkungan dan memberikan dampak sosial yang lebih besar lagi,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com