JAKARTA, KOMPAS.com – Suara lakban yang ditarik dari gulungan terdengar riuh ketika Kompas.com mendekati sebuah rumah yang berada di kompleks Puri Lavender, Citeureup Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Di sela-sela keriuhan itu, lagu-lagu lawas dari Panbers mengalun dari ponsel, menemani dua orang pekerja yang sedang mengemas barang.
Ya, rumah itu milik Sukma Maulana (41), seorang perajin dan penjual loyang yang ada di Citeureup. Di dalam bangunan itu pula, ratusan perkakas yang siap jual disusun di rak-rak yang telah disiapkan sedemikian rupa.
Baca juga: Dinamisnya Industri Perkakas Logam yang Menghidupi Banyak Warga di Citeureup
Sukma Maulana adalah salah satu dari sekian banyak produsen sekaligus penjual perkakas logam yang berbasis di Citeureup. Dari tempat tinggalnya itu, dia bisa melayani konsumen dari berbagai pelosok Indonesia yang memesan alat cetak kue darinya.
Mengawali perbincangan, Sukma Maulana mengungkapkan bahwa dia memilih berkecimpung di bisnis ini karena lingkungan sekitar yang mendukung untuk kegiatan usaha tersebut.
“Saya memulai usaha jual-beli loyang ini bertepatan saat pandemi Covid-19. Saya awalnya mengambil barang-barang yang diproduksi oleh tetangga dan keluarga saya untuk dijual secara online,” ujarnya saat ditemui, Senin (22/4/2024).
Banyaknya tetangga dan saudara yang menjadi perajin perkakas logam membuat dia gampang mencari barang yang dibutuhkan oleh konsumen.
Baca juga: Pernah Merugi Berbisnis Beras dan Kayu, Titin Sukses jadi Perajin Layang-layang
Dari situ pula, usaha jual beli loyang berkembang pesat. Bahkan saat ini dia mulai menyiapkan workshop sendiri untuk keperluan produksi dari yang selama ini mengandalkan rekan kerja dan mitra.
Bagi pria yang akrab dipanggil Olan ini, berbisnis perkakas logam akhirnya menjadi pilihan setelah sebelumnya dia terkena dampak dari disrupsi teknologi.
Bagi Olan, disrupsi teknologi menjadi sesuatu yang nyata dan sangat berdampak pada kehidupannya. Usaha servis dan jual-beli desktop atau komputer meja yang dirintis tahun-tahun sebelumnya, meredup seiring dengan perubahan trend penggunaan laptop.
Tak mau merugi, Olan memilih menjual semua desktop yang menjadi barang dagangannya serta menutup usaha servis komputer.
Baca juga: Kemenkop-UKM Paparkan Kunci UMKM Bertahan di Era Disrupsi
Saat itu dunia sedang dilanda pandemi Covid-19 dan membuat pilihan pekerjaan semakin terbatas. Olan menghadapi persoalan serupa. Ketimbang menganggur dia memutuskan untuk bergabung menjadi driver ojek online.
Suatu hari, dia diminta mengantar barang oleh seseorang. Ketika diminta ongkos kirim, si user bilang nanti akan dibayar oleh penerima.
“Dari situ saya merenung bahwa bisnis jual-beli barang kelihatannya lebih menarik dan gampang. Saya tidak harus menanggung ongkos kirim,” kata Olan.
Setelah momen tersebut, Olan mulai berpikir untuk mencari barang yang tepat guna dijual dengan sistem online. Hingga akhirnya dia menemukan gagasan berbisnis jual-beli loyang untuk cetakan kue.
“Saya lihat saudara-saudara saya itu bikin perkakas seperti loyang dan sebagainya. Mereka biasanya jual ke toko, tapi ketika itu Covid sehingga sulit laku,” jelas Olan.
Olan lantas coba-coba memposting barang produksi saudaranya itu di salah satu platform e-commerce, dan tak begitu lama ada pembeli yang memesan.
Dari order perdana tersebut, dia semakin bersemangat untuk memposting jenis barang lainnya dan pesanan pun berdatangan.
Pandemi Covid menjadi titik balik kehidupan Olan. Dia yang sebelumnya menjadi ojek online, memutuskan untuk lebih serius berdagang perkakas logam.
Baca juga: Kisah Sepasang Collection, Merintis Bisnis Sepatu Saat Pandemi Covid-19
Kini dia memiliki mitra yang terdiri dari enam keluarga perajin yang khusus memasok barang bagi dirinya. Di mana masing-masing keluarga tersebut memiliki karyawan lagi yang jumlahnya lebih dari satu orang.
Hingga saat ini, Olan mengandalkan jalur penjualan online, yakni memanfaatkan e-commerce. Untuk mendukung kegiatan bisnis tersebut, dia menggunakan desktop miliknya yang tidak dijual untuk memantau order yang masuk dari sejumlah paltform e-commerce.
Olan memiliki enam akun toko online yang siap melayani pelanggan. Dari toko-toko tersebut, ada beberapa akun yang berkinerja maksimal. Dalam sebulan, tidak kurang dia membukukan omzet hingga Rp 80 juta.
“Beberapa toko saya ada yang bisa lebih maksimal kinerjanya, dengan omzet masing-masing per tokonya antara Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per bulan. Sementara itu toko yang lain hanya bisa datangkan omzet Rp 6 juta sebulan,” kata dia.
Baca juga: Cerita Hendrik Jual Pakaian Anak di Little Bangkok, Omzet hingga Belasan Juta Sehari
Kinerja penjualan terus dia pertahankan. Salah satu strategi yang diterapkan adalah selalu mengikuti model-model cetakan terbaru yang trending di medsos seperti di Tiktok dan Instagram.
Untuk itu, dia juga selalu memantau perkembangan model cetakan yang banyak digemari konsumen.
“Kalau ada model baru dan trending, saya order ke mitra untuk dibuatkan barangnya dan modelnya dari saya,” jelas dia.
Ketika pandemi memberi dampak negatif ke banyak pelaku usaha, justru hal sebaliknya dirasakan oleh Olan. Bisnis yang dirintis mengalami pertumbuhan signifikan ketika banyak konsumen yang memesan melalui platform e-commerce.
Hal ini pula yang membuat dia memerlukan tambahan modal untuk mendukung usaha yang tengah berkembang.
Dia lantas berinisiatif mengajukan pinjaman ke BRI. Setelah disurvei, ternyata pengajuan diterima.
Olan mengajukan pinjaman ke BRI lantaran sebelumnya banyak perajin di sekitar rumahnya yang terbebani dengan pinjaman yang diberikan oleh pihak lain dengan bunga tinggi.
Baca juga: Ingin Ajukan KUR BRI? Pahami Persyaratan dan Aturan Mainnya
“Ada pinjaman dengan bunga 20 persen dalam 6 bulan. Kalau ambil pinjaman itu, bisa goyang usaha yang saya jalankan. Sementara, kalau KUR dari BRI ini bunganya jauh lebih murah jadi benar-benar membantu,” ujar Olan.
Pinjaman tersebut sangat diperlukan pada momen-momen tertentu, seperti jelang Ramadan.
“Saya kerap kebingungan saat Ramadan, karena permintaan tinggi sehingga harus punya stok yang memadai. Alhamdulillah, saya bisa terbantu KUR untuk mempersiapkan stok,” jelas dia.
Mantri BRI Unit Citeureup Muhammad Solahudin mengatakan dampak ekonomi yang dimunculkan perajin perkakas logam di wilayah ini cukup besar. Saah satunya adalah serapan tenaga kerja.
“Kalau dilihat setiap RT dan RW selalu ada perajin ini. Tak hanya loyang, namun juga kandang kucing itu juga ada,” kata Solah.
Karena hal ini pula, BRI melalui kantor Unit Citeureup konsisten memberikan dukungan melalui pemberiak Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Kolektibilitas para perajin loyang dan perkakas logam ini bagus. Memang masing-masing debitur memiliki kondisi yang berbeda-beda, tapi secara umum bagus,” jelas Solahudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.