Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aroma Kopi Bah Sipit Harumkan Toleransi Antar-Etnis di Kota Bogor

Kompas.com - 20/05/2024, 11:45 WIB
Anagatha Kilan Sashikirana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Jalan Empang di tengah Kota Bogor menyimpan banyak cerita menarik. Mayoritas penduduk yang menetap di Jalan Empang merupakan keturunan Arab.

Namun di tengah mayoritas penduduk keturunan Arab, ada sebuah kedai kopi milik keturunan Tionghoa yang eksis di tempat tersebut. Tak hanya 1-2 tahun, tetapi sudah hampir 1 abad.

Dan, nama kedai kopi tersebut adalah Kopi Bah Sipit Cap Kacamata. Bertahannya kedai kopi ini sekaligus menjadi tanda kuatnya toleransi antaretnis di Kota Hujan ini.

Kedai Kopi Bernuansa Jadul

Saat Kompas.com berkunjung, aroma kopi meruap di ruangan yang bernuansa vintage tersebut. Jajaran pintu kayu berwarna biru muda terbuka membuat isi kedai kopi ini terlihat dari pinggir Jalan Empang.

Di dalamnya terlihat etalase dari kayu cokelat berlapis kaca dengan bungkus kopi yang tersusun. Pojok ruangan dihiasi dengan lemari kayu berisi cangkir-cangkir vintage, lemari model lawas itu masih kokoh. Kedai kopi ini beralaskan ubin abu-abu jadul khas jaman dulu. Itulah pemandangan yang pertama kali terlihat saat singgah di Kopi Bah Sipit.

Baca juga: Kisah di Balik Kopi Tjap Teko, Si Legedaris Lintas Generasi

Seorang wanita menyambut kedatangan Kompas.com. Dia adalah Nancy Wahyuni (46), yang saat ini menjadi owner kedai Kopi Bah Sipit Cap Kacamata sekaligus sebagai generasi ketiga.

Senyuman menghiasi wajahnya saat mulai bercerita tentang kisah dibalik kopi legendaris Bogor tersebut.

Nuansa jadul kedai Kopi Bah SipitKompas.com - Anagatha Kilan Sashikirana Nuansa jadul kedai Kopi Bah Sipit

Pebisnis Tionghoa di Tengah Kawasan Arab

Diceritakan bahwa kakek Nancy adalah pendiri pertama Kopi Bah Sipit. Pria itu bernama Yoe Hong Keng, seorang keturunan Tionghoa yang menetap di kawasan permukiman keturunan Arab.

Pada tahun 1925, ia mulai mengolah kopi bubuk yang ia beri nama "Kopi Bubuk Bah Sipit Cap Kacamata", seperti julukan yang diberikan oleh masyarakat sekitar untuk dirinya yaitu Bah Sipit.

"Awalnya kakek saya memang suka berdagang, seperti membuka kelontong. Akhirnya tahun 1925 mulai mengolah kopi. Beliau dipanggil Bah Sipit karena matanya sipit, orang keturunan Tionghoa di tengah komunitas Arab di Jalan Empang," ucap Nancy sembari tertawa kecil pada Jumat (17/5/2024).

Nyatanya pada masa itu perbedaan etnis tidak memecah harmonisasi di masyarakat. Mereka justru senang dengan kehadiran Bah Sipit yang menjual kopi Robusta dan Arabica.

Sesuai dengan lifestyle dan tradisi orang Arab yang suka minum kopi, Yoe Hong Keng menghadirkan kopi yang banyak digemari warga sekitar.

Baca juga: Paijo Madin Rintis Bisnis Kopi Sekaligus Jaga Kelestarian Mata Air di Lereng Merbabu

Masyarakat Bogor khususnya di Jalan Empang memang memiliki minat yang tinggi terhadap kopi.

Menurut Nancy, hobi ngopi ini termasuk keunikan masyarakat Bogor sejak dahulu. Ini menjadi salah satu alasan mengapa Kopi Bah Sipit masih bertahan hingga hari ini, karena dari segmentasi pasar dan tingkat konsumtif mereka akan kopi masih terus konsisten.

"Khususnya di sini yang mayoritas orang Arab, mereka ngopi-nya cukup kuat. Kebetulan mereka suka kopi pahit yang bold. Bogor memang unik soal kopi, mangkanya banyak kopi legendaris sebelum tren coffee shop seperti saat ini," kata Nancy.

100 Persen Kopi Tulen

Kopi Bah Sipit awalnya hanya menyediakan bubuk kopi Robusta. Namun, setelah Nancy meneruskan bisnis keluarga ini dia mulai menyediakan kopi Arabica.

Bukan tanpa alasan produk tersebut disediakan. Besarnya permintaan masyarakat menjadi pendorong Nancy untuk menghadirkan varian kopi lain.

Meskipun demikian, Nancy tetap mempertahankan nilai yang sama seperti masa kakek dan ayahnya, yaitu menjual kopi 100 persen tulen tanpa campuran apapun. Jika biasanya ada kopi bubuk yang memiliki kadar campuran jagung, di Kopi Bah Sipit semuanya murni dari biji kopi yang di-supply oleh petani lokal sehingga rasanya otentik dan khas.

Kopi Bah Sipit Cap KacamataKompas.com - Anagatha Kilan Sashikirana Kopi Bah Sipit Cap Kacamata

Baca juga: Cerita Yohanes Bangun Uncle Jo Coffee, Berawal karena Sering Meeting di Kedai Kopi

"Awalnya hanya menyediakan Robusta, tapi sejak saya teruskan saya lihat masyarakat punya keinginan yang lebih beragam. Sehingga sekarang kami menyediakan kopi Arabica. Biji kopinya dari petani lokal, kalau kopi menurut saya jangan impor dari luar, toh kopi Indonesia juga lebih enak," ujar Nancy.

"Ciri khas dari Kopi Bah Sipit ini bubuk kopinya 100 persen kopi tulen, artinya tidak ada campuran apa-apa. Murni hanya dari biji kopi saja, jadi orang yang sudah tahu rasanya kopi kami biasanya akan balik lagi karena sudah khas dan cocok," imbuhnya.

Lintas Generasi dan Berinovasi

Tidak heran mengapa Kopi Bah Sipit tidak hilang pamor. Meskipun sudah melintasi banyak sekali perubahan zaman, tetapi mereka mampu menyesuaikan diri. Dapat dilihat dari inovasi yang terus dihadirkan di Kopi Bah Sipit.

Selain menjual kopi bubuk, kini mereka juga menjual kopi kemasan ready to drink. Nancy juga menambahkan beberapa meja dan kursi agar pengunjung bisa mencicipi Kopi Bah Sipit di kedai sambil bersantai.

"Kalau inovasi di antar generasi pastinya ada. Kalau dulu hanya jual kopi bubuk saja, sekarang sudah ada yang ready to drink. Kami menyediakan tempat seperti ini agar pengunjung yang ingin coba bisa sekalian nongkrong," papar Nancy.

Dalam sehari Kopi Bah Sipit bisa menghasilkan 50 kilo bubuk kopi. Selain offline store di kedai kopi, kini mereka mulai memasuki pasar e-commerce. Hampir satu abad mengikat toleransi di Jalan Empang, kini sudah banyak pelanggan setia Kopi Bah Sipit khususnya di Kota Bogor. Cerita di balik Kopi Bah Sipit membuktikan bahwa siapa pun bisa berbisnis selama menjaga toleransi satu sama lain.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau