Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita di Balik Rumah Mocaf, Merangkul Petani Singkong hingga Ekspor ke Mancanegara

Kompas.com - 30/05/2024, 20:36 WIB
Anagatha Kilan Sashikirana,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil tani Indonesia sudah tidak perlu diragukan lagi keberagamannya.

Tanah Indonesia yang subur membuat buah, sayur, hingga umbi-umbian hasil tani lokal menghasilkan kualitas terbaik.

Sayangnya, permasalahan yang masih terus saja bergulir di industri tani adalah kurangnya penetapan harga jual yang layak terhadap hasil tani.

Baca juga: Kisah Sukses Ani, dari Penjual Singkong Thailand jadi Fotografer Produk UMKM

Kebanyakan hasil panen yang dijual para petani, hanya dibayar dengan harga rendah per kilonya.

Ini menjadi keresahan tersendiri dalam dunia tani. Padahal, untuk proses menanam saja membutuhkan waktu yang lama.

Seperti singkong, tanaman ini baru bisa dipanen secara tahunan. Butuh waktu sepuluh bulan sampai singkong siap panen. Namun, saat dijual justru harganya terbilang rendah.

Pemberdayaan petani singkong

Melihat isu ini, Rumah Mocaf hadir dan berupaya memberi titik terang kepada para petani lokal.

Pada tahun 2014, Rumah Mocaf awalnya merupakan program pemberdayaan petani singkong di Banjarnegara. Rumah Mocaf memberikan banyak pelatihan kepada petani lokal di sana.

Namun, setelah program ini berjalan, rupanya masih ada permasalahan lain yang dihadapi oleh para petani, yakni kesulitan mempromosikan hasil panen mereka.

Hal ini membuat Co-Founder Rumah Mocaf, Wakhyu Budi Utami berpikir, salah satu faktor penyebab rendahnya harga jual hasil tani kemungkinan karena kurangnya promosi.

Baca juga: Mocaf Bisa Gantikan Terigu, Apa Kelebihannya untuk Bisnis Kuliner?

Akhirnya pada tahun 2017, Rumah Mocaf mulai memperluas langkahnya menjadi industri berbasis sociopreneur.

Tujuannya memudahkan para petani menjual produk hasil panen dengan harga yang layak. Termasuk dengan produk mocaf, yaitu hasil modifikasi dari tepung singkong yang proses pembuatannya menggunakan metode fermentasi.

"Menurut kami, jika program pemberdayaan tidak mendatangkan kemandirian secara finansial kepada orang-orang yang kami latih, maka program itu belum tuntas," kata Utami dalam acara Bronis UMKM dengan tema HP X Jagoan Lokal Smart Bergema: UMKM Kreatif, Positif, Berdampak yang tayang di YouTube Kompas.com, Jumat (24/5/2024).

"Awalnya Rumah Mocaf meningkatkan kemampuan petani singkong untuk memproduksi mocaf, kemudian beralih menjadi perusahaan sociopreneur untuk memasarkan mocaf," lanjutnya.

Baca juga: Berawal dari Pelatihan, Lilik Berinovasi Ubah Tepung Mocaf jadi Tiwul Instan

Produk tepung mocaf, Rumah MocafDok. Bronis UMKM Produk tepung mocaf, Rumah Mocaf

Kolaborasi hingga ekspor ke berbagai negara

Saat ini Rumah Mocaf sudah berkolaborasi dengan lebih dari 452 petani lokal yang terbagi ke dalam 11 kelompok tani binaan.

Rumah Mocaf juga membangun sebuah ekosistem dari hulu ke hilir, artinya mulai dari proses bertani, pemasaran, hingga distribusi untuk merangkul para petani singkong.

Cluster pertama tentu saja petani singkong yang bertani singkong. Kemudian dilanjutkan dengan cluster kedua, yang terdiri dari istri-istri petani dengan tugas mengolah singkong menjadi produk mocaf.

Pada akhirnya berlanjut ke cluster ketiga yaitu Rumah Mocaf untuk melakukan finishing, pemasaran, dan distribusi.

 Baca juga: 45 Ton Tepung Mocaf asal Banjarnegara Diekspor ke Turki

"Dengan adanya kolaborasi dengan Rumah Mocaf, banyak petani yang semakin semangat dalam membudidayakan singkong di desa-desa. Harapannya dengan begitu, kami juga turut menggerakkan petani yang ada di pedesaan," ujar Utami.

Petani yang mulanya kesulitan menjual hasil panen, kini bersama dengan Rumah Mocaf sudah bisa meningkatkan penjualan.

 

Bahkan, Rumah Mocaf juga sudah menembus mancanegara dengan mengekspor produk mocaf sejak tahun 2020.

Beberapa negara yang sudah mereka tembus yaitu Oman, Singapura, Malaysia, Turki, dan Jerman.

Gencar digitalisasi

Pada tahun 2020, Rumah Mocaf juga menggencarkan digitalisasi. Bukan hanya dari segi alat dan mesin yang di-upgrade, tapi juga turut melakukan pemasaran digital melalui sosial media, e-commerce, hingga menggunakan iklan untuk menjangkau lebih banyak pemasaran dan penjualan.

Terbukti, kini mereka mampu ekspor dan merambah banyak reseller di luar pulau.

"UMKM bisa dibilang tulang punggung perekonomian Indonesia, harapannya masyarakat dan sumber daya yang ada bisa semakin diberdayakan," harap Utami.

"Bukan hanya bagaimana membangun bisnis yang profit oriented, tapi juga bisa membawa kebaikan, manfaat, dan keberkahan untuk orang-orang sekitar kita," pungkasnya menutup pembicaraan.

Baca juga: Mocaf Bisa Gantikan Terigu, Apa Kelebihannya untuk Bisnis Kuliner?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau