PURWOKERTO, KOMPAS.com - Sebuah desa di Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah memiliki sepenggal cerita manis. Mengisahkan Akhmad Sobirin (37), seorang lelaki yang lahir dan tubuh besar di Desa Semedo menjadi agen perubahan di desa kelahirannya tersebut.
Melalui Koperasi Semedo Manise Sejahtera yang didirikan olehnya, rimbun pohon kelapa yang tumbuh di Desa Semedo berhasil memberi keteduhan bagi ribuan petani dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.
Dalam acara kunjungan ke UMKM Banyumas Binaan Astra melalui Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), Sobirin menceritakan Desa Semedo yang kini bertajuk Desa Sejahtera Astra, berhasil menjadi komoditas ekspor gula semut.
Baca juga: Incar Pasar Ekspor, Produsen Gula Semut Ini Kembangkan Dapur Sehat
Kisah bermula dari masyarakat di Desa Semedo yang menjalani hari-harinya sebagai penderes nira kelapa. Meskipun membahayakan nyawa karena memanjat pohon kelapa tanpa bantuan alat, pekerjaan ini menjadi tali penyambung hidup bagi para petani dan keluarganya.
Sayangnya, kehidupan para petani gula kelapa di Desa Semedo pada masa itu tidak terlalu sejahtera, bahkan sebelum tahun 2000-an Desa Semedo pernah tercatat sebagai desa tertinggal karena pendapatan para petani yang rendah. Setidaknya seperti ini gambaran kehidupan di Desa Semedo.
Mulanya, Sobirin kecil pun merasa malu menyebutkan daerah asalnya yang dari Desa Semedo. Sobirin dan anak-anak Desa Semedo sudah terbiasa mendapat panggilan "anak penderes". Namun, bully yang ia rasakan semasa kecilnya justru menjadi pendorong tekadnya untuk mengubah hidup masyarakat Desa Semedo.
Anak gunung yang dahulu datang ke sekolah dengan sepatunya yang kotor karena berjalan kaki ini, nyatanya mampu membawa langkah kakinya menuju Universitas Gadjah Mada jurusan Teknik Mesin. Sobirin memiliki misi perubahan untuk memajukan hidup para petani dan penderes di Desa Semedo.
Baca juga: Kisah Winny Rintis Bisnis Gula Aren dengan Brand Asa Palm Sugar Preanger
Tahun 2012 tepatnya, Sobirin menjadi founder Semedo Manise. Berawal dari pembinaan satu kelompok tani, Sobirin ingin merangkul para petani membawa produk gula kelapa terdengar oleh masyarakat luas, menyuarakan keunggulan dari Desa Semedo yang dahulu tak dihiraukan orang.
"Awalnya di tahun 2010, Eropa dan Amerika sedang menyoba beralih dari gula putih dengan gula kelapa karena lebih sehat, dan gula kelapa ini juga organik," ujar Sobirin kepada Kompas.com, Senin (2/09/2024).
Melihat adanya potensi ekspor gula kelapa, Sobirin yang saat itu memiliki pekerjaan di Jakarta nekat mengundurkan diri dan memutuskan kembali ke kampung halaman untuk memajukan desa dengan berinovasi mengubah bentuk gula kelapa cetak menjadi butiran gula kristal yang biasa disebut gula semut.
"Jadi gula semut itu berasal dari nira yang disadap oleh petani nanti akan dimasak sampai titik didihnya tinggi. Saat warnanya sudah berubah kecoklatan, akan diangkat dan didinginkan kemudian diaduk sehingga menjadi kristal. Kemudian gula ini digerus dengan batok kelapa baru setelah itu diayak," jelas Sobirin.
Baca juga: Produksi Lokal Menurun, Gula Aren Asal Kediri Banjiri Pasar Rangkasbitung
Perlahan tapi pasti inovasi produk gula semut ini berhasil menembus pasar ekspor ke Eropa dan Amerika. Pasalnya, orang-orang luar negeri ini lebih memerhatikan kesehatan dan senang mengkonsumsi produk-produk organik, tak masalah jika merogoh kocek yang lebih mahal.
Meskipun pada awalnya Sobirin juga mengaku kesulitan meyakinkan para petani, tetapi setelah melihat harga beli gula yang lebih tinggi perlahan para petani tertarik untuk bergabung.
Setahun berselang, permintaan ekspor gula semut mereka semakin meningkat hingga mencapai 5 ton gula semut perbulannya. Nama Desa Semedo dan Semedo Manise berangsur-angsur mulai terdengar di telinga lokal dan internasional.
Berita mengenai desa penghasil gula semut ini membuat Desa Semedo mendapat penghargaan Satu Indonesia Award 2016 di bidang kewirausahaan dari Astra. Giat Sobirin semakin membara untuk meningkatkan kualitas produksi gula semut dan menyejahterakan petani dan penderes Desa Semedo.