BANYUWANGI, KOMPAS.com - Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi terdapat satu tempat yang kental dengan budaya adat Banyuwangi dan ekslusif menyediakan Kopai Osing, kopi legendaris khas Banyuwangi.
Sanggar Genjah Arum namanya, tempat ini berornamen khas Suku Osing asal Banyuwangi. Pengunjung bisa menikmati Kopai Osing sambil melihat kebudayaan Banyuwangi mulai dari Tari Gandrung, Musik Lesung, hingga pertunjukan Barong.
Setiawan Subekti (67), pemilik tempat ini menghampiri Kompas.com, lengkap dengan Udeng Banyuwangi yang ia kenakan. Lelaki yang akrab disapa Iwan, rupanya seorang tester kopi kelas dunia asal Indonesia.
Baca juga: Bank Indonesia Pertemukan Petani Kopi dengan Agregator
Tak hanya itu, Iwan juga rutin menjadi juri kontes kopi mancanegara. Ia telah melanglang buana mulai dari Brazil, Amerika Serikat, Kolombia, Jepang, Vietnam, Singapura, hingga Malaysia untuk menyesap kopi menemukan cita rasa terbaik.
Cerita Iwan dan kecintaannya terhadap kopi ini bermula dari Iwan yang sedari kecil tinggal di Banyuwangi, sudah terbiasa baginya menghabiskan hari di kebun kopi. Memasuki tahun 1980, Iwan mulai menggeluti dunia kopi, mengunjungi berbagai negara untuk menemukan rasa kopi yang sejati.
Singkat cerita, Iwan menyadari bahwa kopi Indonesia yang paling potensial menurutnya. Hal ini membulatkan tekad Iwan untuk lebih serius mengembangkan passion-nya terhadap kopi.
Baca juga: Produksi Capai 10.600 Ton, Pemkab Banyuwangi Promosikan Kopi Lewat Festival
"Jadi ini bukan bisnis saya, tapi ini passion saya. Sejak dulu kita ini punya kopi yang bagus, kopi yang berkualitas," ujar Iwan kepada Kompas.com, Jumat (27/09/2024).
"Kalau saya harus jujur, kopi Indonesia itu paling nikmat dibandingkan dengan negara yang lain. Luar biasa potensialnya," imbuhnya kemudian.
Memang benar, jika menoleh kembali pada sejarah, sejak tahun 1870 Belanda sudah memilih Banyuwangi sebagai tempat perkebunan kopi.
Bahkan perkebunan Glenmore yang hanya ada dua di dunia, salah satunya ada di Banyuwangi dan satunya lagi di Skotlandia. Hingga hari ini, terdapat 20 kebun kopi peninggalan Belanda yang masih produktif di Banyuwangi, salah satunya perkebunan kopi milik Iwan.
Baca juga: Melalui Desa Devisa, Produk Tenun, Sagu, dan Kopi Gayo Jadi Penggerak Ekspor
Cerita berlanjut memasuki tahun 1990, Iwan mulai memperkenalkan Kopai Osing Banyuwangi. Mulai dari dalam negeri hingga luar negeri, ia jajaki dengan rasa bangganya terhadap Kopai Osing.
Tak perlu bingung mengapa penyebutannya 'Kopai Osing', dalam bahasa Suku Osing, penyebutan kata yang diakhiri oleh huruf 'i' akan dibaca menjadi 'ai'. Itu sebabnya Kopi Osing dibaca dengan 'Kopai Osing', dan Iwan menggunakan nama ini sebagai brand-nya.
Pada tahun 1995, Iwan tercatat sebagai Member The Specialty Coffee Association, Amerika Serikat. Menjadi anggota termuda di asosiasi kopi dunia pada saat itu, Iwan tetap bersemangat ingin tahu lebih jauh mengenai selera kopi di berbagai negara.
"Saya harus tahu dulu kopi seperti apa yang disukai, karena setiap negara punya taste yang berbeda seperti Jepang, Italia, dan Amerika itu punya keinginan cita rasa yang berbeda," kata Iiwan.
Baca juga: Dukung Pebisnis Kopi Lokal, Kemenkop UKM Beri Pelatihan untuk Barista
Perjalanan panjangnya ini membawa Iwan di titik yang sekarang. Menjadi seorang tester kopi kelas dunia, juri kontes kopi tersohor di mancanegara, mengelola kebun kopi sendiri sambil membina petani kopi, dan memproduksi Kopai Osing yang ia jual eksklusif.
Kopi yang ia cinta ini tidak membutakan Iwan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dalam bisnis. Meskipun sudah singgah di banyak negara, Iwan tetap dalam pendiriannya, lebih ingin membanggakan Kopai Osing Banyuwangi yang berkualitas.
Bahkan, Iwan mengaku tidak ekspor Kopai Osing, justru menjualnya secara terbatas agar lebih fokus mempertahankan kualitas kopinya.
"Semuanya saya proses sendiri dan kopi ini tidak saya jual dimana-mana, hanya di sini. Saya juga selalu menggunakan kopi yang berkualitas dan menjaga kualitas itu. Jadi kalau orang dengar 'Kopai Osing', orang sudah tahu kopi ini berasal dari Banyuwangi," ujar Sarjana Pertanian Universitas Satya Wacana itu.
Di Banyuwangi sendiri, Iwan mengatakan 90 persen kopi yang dihasilkan dan paling terkenal adalah Kopi Robusta. Meskipun demikian, Iwan tetap memproduksi Kopi Robusta, Arabica, serta beberapa jenis kopi yang lain dan sama-sama memiliki kualitas.
Baca juga: Kemenkumham Uji Indikasi Geografis Kopi Robusta Banyuwangi
Berbicara mengenai kualitas kopi, Iwan mengaku kualitas kopi justru lebih besar dipengaruhi saat kopi masih ditanam. Lebih lanjut ia menjelaskan, 60 persen kualitas kopi ditentukan dari tanah, ketinggian kebun, varietas kopi, dan budidaya tanamannya.
Kemudian 30 persen dipengaruhi saat pasca panen hingga kualitas roasting. Hanya 10 persen pengaruh dari proses penyajian kopi itu sendiri.
Maka dari itu, menurut Iwan kopi jangan hanya terlihat saat di hilir saja. Padahal, untuk mendapatkan kopi yang berkualitas tentu berasal dari hulu. Membina dan merangkul para petani kopi di perkebunannya adalah salah satu cara Iwan untuk membangkitkan hulu kopi tersebut.
"Yang ingin saya sampaikan adalah, saya ingin meramaikan di hulunya. Jangan hanya meramaikan di hilirnya seperti sekarang di kafe anak-anak muda, tapi di hulunya kurang diperhatikan. Kasihan, padahal hilir bisa ramai kalau ada dari hulu kan?" ujarnya.
"Saya juga ingin petani kopi atau pekebun kopi bisa mendapatkan nilai lebih. Tidak hanya pengusahanya saja, tetapi juga mengedukasi masyarakat ini," lanjut Iwan.
Baca juga: Tren Minum Kopi Meningkat, KemenKopUKM Latih Barista di 10 Wilayah
Sehubungan dengan hal ini, Iwan berusaha meningkatkan minat dan edukasi masyarakat mengenai kopi Banyuwangi melalui keunikan budaya. Itu sebabnya Iwan membangun Sanggar Genjah Arum untuk menyajikan dan menjual Kopai Osing.
Jika berkunjung ke Sanggar Genjah Arum, akan terlihat ibu-ibu paruh baya yang menyangrai kopi menggunakan wajan tanah liat. Iwan mengatakan, setiap daerah memiliki budaya kopi yang berbeda-beda dalam menyeduh dan menyajikan kopi.
Dengan tagline "Once Brew, We Bro", Iwan selalu menyambut setiap pengunjung yang datang dengan antusias dan penuh keakraban. Iwan berharap masyarakat memiliki mindset bahwa kopi itu menyehatkan, yang tidak sehat itu teman-teman pendamping kopi seperti gula dan susu.
"Kopi itu bukan pahit, tetapi kopi itu nikmat," pungkas Iwan menutup pembicaraan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.